Hak Istimewa VOC – Kepanjangan, Latar Belakang, Tujuan Dan Kebijakannya

Diposting pada

Hak Istimewa VOC -Kepanjangan, Latar Belakang, Tujuan Dan Kebijakannya – DosenPendidikan.Com – Pada saat Belanda berhasil menanamkan kekuasaan perdagangan dan ekonomi di Indonesia maka pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda membentuk konsi dagang VOC ( Vereenigde Oost-Indische Compagnie ) yang dianjurkan oleh Johan van Olden Barnevelt yang mendapat izin dan hak istimewa dari Raja Belanda.

Alasan pendirian VOC ialah adanya persaingan di antara pedagang Belanda sendiri, adanya ancaman dari komisi dagang lain, seperti (EIC) Inggris dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Untuk mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC mempunyai hak oktroi yaitu hak istimewa.


Kepanjangan VOC

VOC adalah singkatan dari kata Verenigde Oost Indische Compagnie.  Istilah Verenigde Oost Indische Compagnie apabila disingkat yaitu menjadi VOC. Akronim  VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) merupakan singkatan/akronim resmi dalam Bahasa Indonesia.


Galangan kapal Perusahaan Hindia Timur Belanda di Amsterdam, sekitar tahun 1750.
Galangan kapal Perusahaan Hindia Timur Belanda di Amsterdam, sekitar tahun 1750.

Sejarah VOC

Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan (Cape   of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya.


Pada awalnya, tujuan utama bangsa- bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan  dengan politik pemukiman (kolonisasi) dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan Curacao, tujuan Belanda  sejak  awal adalah murni kolonisasi (pemukiman). Dengan latar belakang perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia Belanda) berawal.


Selama abad ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman, Spanyol dan  Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi, terutama lada.


Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur rahasia” pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.


Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda namun rempah- rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.


Kamar Dagang VOC di Amsterdam
Kamar Dagang VOC di Amsterdam

Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang dinamakan The British East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Perancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan French East India Company tahun 1604.

Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie – VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.


Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian  menjadi Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.


Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.

Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 – 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 – 1623).

Baca Juga : Deklarasi Bangkok : Sejarah, Penandatanganan, Tokoh, Isi Dan Hasil


Sejarah VOC Pada Bidang Politik

Ketika VOC mulai melaksanakan kegiatannya di Indonesia, dimulailah suatu perdagangan internasional dengan menggunakan sistem terbuka. Perdagangan rempah-rempah yang dijalankan VOC ini menempati posisi utama, namun tidak terpisah dari perdagangan beras, sagu, kain, dan sebagainya. Cara yang dilakukan oleh VOC untuk monopoli perdagangan yaitu dengan melarang semua pengangkutan barang dagangan Portugis dengan kapal pribumi, semua ekspor rempah-rempah perlu dihentikan, bahkan VOC memerintahkan agar pohon-pohon pala dan cengkeh ditebangi.


Cara VOC mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dilakukan denganberbagai cara, seperti :

  1. Melakukan perebutan pasar produksi petanian, biasanya memaksa adanya sistem monpoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku dan kopi di Priangan.
  2. Tidak ikut aktif dalam kegiatan produksi, cara produksi hasil pertanian dibiarkan dilakukan oleh pribumi.
  3. Karena kekuatan fisiknya yang masih terbatas, VOC hanya menduduki tempat-tempat yang strategis.
  4. Campur tangan VOC terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara terbatas kepada usaha-usaha mengumpulkan hasil bumi dan pelaksanaan monopoli.
  5. Untuk memperoleh hasil bumi, VOC menggunakan alat tukar yang umumnya masih berupa barang.
  6. Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional masih dipertahankan, sehingga VOC dapat menjalankan apa yang dikenal sebagai sistem indirect rule.

Hak Istimewa VOC

Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:

  • Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
  • Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
    1. memelihara angkatan perang,
    2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
    3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
    4. memerintah daerah-daerah tersebut,
    5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan memungut pajak.

Sebuah saham Perusahaan Hindia Timur Belanda, tertanggal 7 November 1623, untuk jumlah 2.400 florin
Sebuah saham Perusahaan Hindia Timur Belanda, tertanggal 7 November 1623, untuk jumlah
2.400 florin

Latar Belakang VOC

Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan (Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya.


Pada awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman -kolonisasi- dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan Curaçao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman). Dengan latar belakang perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia Belanda) berawal.


Selama abad ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada saat itu.


Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur rahasia” pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.


Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.


Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang dinamakan The Britisch East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Perancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan French East India Company tahun 1604.


Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie – VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.


Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.


Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.


Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 – 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 – 1623).


Garis Waktu

Pada 1652, Jan van Riebeeck mendirikan pos di Tanjung Harapan (ujung selatan Afrika, sekarang ini Afrika Selatan) untuk menyediakan kapal VOC untuk perjalanan mereka ke Asia Timur. Pos ini kemudian menjadi koloni sungguhan ketika lebih banyak lagi orang Belanda dan Eropa lainnya mulai tinggal di sini. Pos VOC juga didirikan di Persia (sekarang Iran), Benggala (sekarang Bangladesh) dan sebagian India), Ceylon (sekarang Sri Lanka), Malaka (sekarang Malaysia), Siam (sekarang Thailand), Cina daratan (Kanton), Formosa (sekarang Taiwan) dan selatan India. Pada 1662, Koxinga mengusir Belanda dari Taiwan.


Pada 1669, VOC merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.

Perusahaan ini hampir selalu terjadi konflik dengan Inggris; hubungan keduanya memburuk ketika terjadi Pembantaian Ambon pada tahun 1623. Pada abad ke-18, kepemilikannya memusatkan di Hindia Timur. Setelah peperangan keempat antara Provinsi Bersatu dan Inggris (1780-1784), VOC mendapatkan kesulitan finansial, dan pada 17 Maret 1798, perusahaan ini dibubarkan, setelah Belanda diinvasi oleh tentara Napoleon Bonaparte dari Perancis. Hindia Timur diserahkan kepada Kerajaan Belanda oleh Kongres Wina di 1815.


Tujuan Voc

Tujuan utama dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari  1602 adalah untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Yang dimaksud musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang pada kurun Juni 1580 –  Desember 1640 bergabung menjadi satu kekuasaan yang hendak merebut dominasi perdagangan di Asia. Untuk sementara waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih menjalin hubungan baik bersama masyarakat Nusantara.


Kapan Voc Dibubarkan

Pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan. Alasannya adalah sebagai berikut:

  • Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi
  • Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan  Hasanuddin dari Gowa
  • Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
  • Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan
  • Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis
  • Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan

Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Baca Juga : Perjanjian Salatiga : Pengertian, Isi, Sejarah, Latar Belakang, Dampak & Gambarnya


Tokoh VOC

Johannes van den Bosch

Graaf Johannes van den Bosch. Lukisan potret dibuat oleh Raden Saleh. Untuk Menteri Perang Belanda pada tahun 1860-an, lihat Johannes Adrianus van den Bosch.
Graaf Johannes van den Bosch. Lukisan potret dibuat oleh Raden Saleh.
Untuk Menteri Perang Belanda pada tahun 1860-an, lihat Johannes Adrianus van den Bosch.

Johannes graaf van den Bosch (lahir di Herwijnen, Lingewaal, 1 Februari 1780 –meninggal di Den Haag, 28 Januari 1844 pada umur 63 tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-43. Ia memerintah antara tahun 1830 – 1834. Pada masa pemerintahannya Tanam Paksa (Cultuurstelsel) mulai direalisasi, setelah sebelumnya hanya merupakan konsep kajian yang dibuat untuk menambah kas pemerintah kolonial maupun negara induk Belanda yang kehabisan dana karena peperangan di Eropa maupun daerah koloni (terutama di Jawa dan Pulau Sumatera).


Biografi

Van den Bosch dilahirkan di Herwijnen, Provinsi Gelderland, Belanda. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa tahun 1797, sebagai seorang letnan; tetapi pangkatnya cepat dinaikkan menjadi kolonel. Pada tahun 1810 sempat dipulangkan ke Belanda karena perbedaan pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Setelah kepulangannya ke Belanda pada bulan November 1813, Van den Bosch beragitasi untuk kembalinya Wangsa Oranje. Dia diangkat kembali sebagai kolonel di ketentaraan dan menjadi Panglima Maastricht.


Di Belanda karier militernya membuatnya terlibat sebagai komandan di Maastricht dengan pangkat sebagai mayor jenderal. Di luar kegiatan karier, Van den Bosch banyak membantu menyadarkan warga Belanda akan kemiskinan akut di wilayah koloni. Pada tahun 1827, dia diangkat menjadi jenderal komisaris dan dikembalikan ke Batavia (kini Jakarta), hingga akhirnya menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1830. Van den Bosch kembali ke Belanda sesudah lima tahun. Dia pensiun secara sukarela pada tahun 1839.


Herman Willem Daendels

Herman Willem Daendels

Meester in de Rechten Herman Willem Daendels (lahir di Hattem, Gelderland, Republik Belanda, 21 Oktober 1762 – meninggal di Elmina, Belanda Pantai Emas, 2 Mei 1818 pada umur 55 tahun), adalah seorang politikus Belanda yang merupakan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808 – 1811. Masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Perancis.


Daendels di Hindia Belanda

Potret anumerta Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, berdasarkan miniatur tanggal 1816 oleh seniman Perancis SJ Rochard. Bagian dari seri Gubernur Jenderal.

Maka setelah perjalanan yang panjang melalui Pulau Kanari, Daendels tiba di Batavia pada tanggal 5 Januari 1808 dan menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese. Daendels diserahi tugas terutama untuk melindungi pulau Jawa dari serangan tentara Inggris. Jawa adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun 1807. Namun beberapa kali armada Inggris telah muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia.

Pada tahun 1800, armada Inggris telah memblokade Batavia dan menghancurkan galangan kapal Belanda di Pulau Onrust sehingga tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1806, armada kecil Inggris di bawah laksamana Pellew muncul di Gresik. Setelah blokade singkat, pimpinan militer Belanda, Von Franquemont memutuskan untuk tidak mau menyerah kepada Pellew. Ultimatum Pellew untuk mendarat di Surabaya tidak terwujud, tetapi sebelum meninggalkan Jawa Pellew menuntut Belanda agar membongkar semua pertahanan meriam di Gresik dan dikabulkan.


Ketika mendengar hal ini, Daendels menyadari bahwa kekuatan Perancis- Belanda yang ada di Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris. Maka iapun melaksanakan tugasnya dengan segera. Tentara Belanda diisinya dengan orang-orang pribumi, ia membangun rumah sakit-rumah sakit dan tangsi-tangsi militer baru. Di Surabaya ia membangun sebuah pabrik senjata, di Semarang ia membangun pabrik meriam dan di Batavia ia membangun sekolah militer. Kastil di Batavia dihancurkannya dan diganti dengan benteng di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Di Surabaya dibangunnya Benteng Lodewijk. Proyek utamanya, yaitu Jalan Raya Pos, sebenarnya dibangunnya juga karena manfaat militernya, yaitu untuk mengusahakan tentara-tentaranya bergerak dengan cepat.


Terhadap raja-raja di Jawa, ia bertindak keras, tetapi kurang strategis sehingga mereka menyimpan dendam kepadanya. Di mata Daendels, semua raja pribumi harus mengakui raja Belanda sebagai junjungannya dan minta perlindungan kepadanya. Bertolak dari konsep ini, Daendels mengubah jabatan pejabat Belanda di kraton Solo dan kraton Yogya dari residen menjadi minister. Minister tidak lagi bertindak sebagai pejabat Belanda melainkan sebagai wakil raja Belanda dan juga wakilnya di kraton Jawa.


Oleh karena itu Daendels membuat peraturan tentang perlakuan raja-raja Jawa kepada para Minister di kratonnya. Jika pada zaman VOC para residen Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah yang menghadap raja-raja Jawa, dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat kepada raja Jawa, Minister tidak layak lagi diperlakukan seperti itu. Minister berhak duduk sejajar dengan raja, memakai payung seperti raja, tidak perlu membuka topi atau mempersembahkan sirih kepada raja, dan harus disambut oleh raja dengan berdiri dari tahtanya ketika Minister datang di kraton.


Ketika bertemu di tengah jalan dengan raja, Minister tidak perlu turun dari kereta tetapi cukup membuka jendela kereta dan boleh berpapasan dengan kereta raja. Meskipun di Surakarta Sunan Paku Buwono IV menerima ketentuan ini, di Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono II tidak mau menerimanya. Daendels harus menggunakan tekanan agar Sultan Yogya bersedia melaksanakan aturan itu.Tetapi dalam hati kedua raja itu tetap tidak terima terhadap perlakuan Daendels ini. Jadi ketika orang-orang Inggris datang, maka mereka bersama-sama dengan para raja “mengkhianati” orang Belanda.


Thomas Stamford Bingley Raffles

Thomas Stamford Bingley Raffles
Thomas Stamford Bingley Raffles

Sir Thomas Stamford Bingley Raffles (lahir di Jamaica, 6 Juli 1781 – meninggal di London, Inggris, 5 Juli 1826 pada umur 44 tahun) adalah Gubernur- Jenderal Hindia Belanda yang terbesar. Ia adalah seorang warganegara Inggris. Ia dikatakan juga pendiri kota dan negara kota Singapura. Ia salah seorang Inggris yang paling dikenal sebagai yang menciptakan kerajaan terbesar di dunia.


Raffles di Hindia Belanda

Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811, ketika Kerajaan Inggris mengambil alih jajahan-jajahan Kerajaan Belanda dan ia tidak lama kemudian dipromosikan sebagai Gubernur Sumatera, ketika Kerajaan Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis.

Sewaktu Raffles menjabat sebagai penguasa Hindia Belanda, ia telah mengusahakan banyak hal, yang mana antara lain adalah sebagai berikut: beliau mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintah kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal lainnya.


Tidak hanya itu, demi meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang mengilhami pencarian Raffles akan Candi Borobudur, ia pun kemudian belajar sendiri Bahasa Melayu. Hasil penelitiannya di pulau Jawa dituliskannya pada sebuah buku berjudul: History of Java, yang menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh dua orang asistennya yaitu: James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.

Istri Raffles, Olivia Mariamne, wafat pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat yang sekarang menjadi Museum Prasasti. Di Kebun Raya Bogor dibangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang istri.

Baca Juga : Perjanjian Saragosa : Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, Isi Dan Dampaknya


Kebijakan VOC

Sejak masa VOC, para pembesarnya sering kali menjual tanah kepada orang-orang swasta atau partikelir karena keuangan VOC defisit.Tanah partikelir tersebut banyak terdapat di daerah Banten, Karawang, Cirebon, Semarang dan Surabaya.Pemilik tanah-tanah partikelir tersebut biasanya orang Cina dan Belanda kaya.

Mereka disebut tuan tanah. Jika seorang telah membeli tanah berate juga membeli penduduk yang berdiam di tanah tersebut. Di dalam daerahnya tersebut, tuan tanah membuat peraturan dan mengangkat pegawai. Penduduk harus tunduk dan patuh terhadap peraturan tuan tanah.


Peraturan-peraturan yang dibuat para tuan tanah adalah sebagai berikut :

  1. Menarik hasil panen secara langsung yang besarnya 10 % dari hasil panen.
  2. Menarik sewa rumah, bengkel, warung, dan sebagainya.
  3. Mengerahkan penduduk untuk kerja rosdi.

VOC

Namun tetapi VOC tetap harus tunduk pada pemerintahan di Negara Belanda. Adapun tujuan dengan mendirikan VOC ialah menghindari persaingan dagang antar penguasa Belanda, mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan bersainga dengan bangsa yang lain.


Hak Oktroi

Hak oktroi VOC meliputi :

  • Hak monopoli perdagangan.
  • Hak memiliki tentara.
  • Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Indonesia.
  • Hak mencetak uang.
  • Hak untuk mengumumkan perang.
  • Dan hak mendirikan benteng.

Di samping itu juga VOC melakukan pelayaran Hongi yaitu misi pelayaran Belanda yang ditugasi mengawasi, menangkap dan mengambil tindakan terhadap para pedagang dan penduduk pribumi yang dianggapnya melanggar ketentuan perdagangan Belanda.

Kondisi saat itu produksi rempah-rempah di Maluku meningkat sampai melebihi produksi, untuk itu VOC mendapat hak eksterpasi yaitu hak untuk menebang tanaman rempah-rempah yang dianggap melebihi jumlah dengan tujuan untuk menstabilkan harga ( harga rempah-rempah tetap tinggi ).


VOC Hak Memungut Pajak

VOC juga mendapat hak memungut pajak yang disebut :

  • Verplichte Leverantie
    Kewajiban bagi raja pribumi untuk membayar pajak hasil bumi kepada Belanda.
  • Contingenten
    Pajak sewa tanah yang harus dibayar rakyat dengan hasil bumi.

Awalnya pengurus VOC hanya berjumlah 60 orang tetapi dianggap banyak sehingga diadakan pemilihan pengurus dan hanya tinggal 17 orang yang diambil dari beberapa kota. Mereka yang terpilih menjadi pengurus disebut Dewan 17 ( De Heeren Seventien atau Tuan-Tuan 17 ) dan ketika VOC banyak urusannya maka Dewan 17 mengangkat Gubernur Jenderal ( Raad Van Indie ) Pieter Both pada tahun 1601. Ia adalah Gubernur Jenderal VOC yang pertama di Indonesia.

Usaha VOC semakin berkembang pesat ( 1623 ) dan berhasil menguasai rempah-rempah di Ambon dalam peristiwa Ambon Massacre. Selanjutnya pada tahun 1641 VOC berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. VOC selalu menggunakan Batigslot Politiek ( politik mencari untung 1602-1799 ) dengan memegang monopoli Belanda di Indonesia. Selain itu VOC menjalankan politik devide et impera yakni sistem pemecah belah diantara rakyat Indonesia.


VOC Mampu Menguasai Indonesia

VOC mampu menguasai Indonesia pada masa itu disebabkan oleh :

  • VOC ialah organisasi dagang yang tertib dan para pengurusnya bekerja keras sehingga maju dengan pesat.
  • Banyak kerajaan di Indonesia yang mudah dikuasi VOC karena politik adu domba.
  • Dan para pedagang di Nusantara belum memiliki kesatuan dan persatuan yang kuat.

Bukti Politik Adu Domba VOC

Ada beberapa bukti politik adu domba VOC yang berhasil menguasi kerjaan Nusantara.

  • VOC berhasil membantu Sultan Haji dalam merebut Banten dari tangan Sultan Ageng Tirtayasa.
  • Dalam permusuhan antara Aru Palaka ( Raja Bone ) dan Hasanuddin ( Sultan Makassar ) VOC membantu Aru Palaka sehinggaterjadilah perjanjian Bongaya yang menyebabkan Makassar jatuh ke tangan VOC.
  • VOC berhasil memecah belah Mataram menjadi tiga yaitu kasunanan, kesultanan dan mengkunegaran.

Kemunduran VOC

Perjalanan kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami kemunduran bahkan VOC runtuh pada tanggal 31 Desember 1799. Kemunduran VOC disebabkan hal-hal berikut :

  • Perang-perang yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar padahal hasil dari bumi Indonesia telah terkuras habis dan kekayaan Indonesia sudah terlanjur terkirim ke negeri Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai perang-perang tersebut.
  • Kekayaan menyebabkan para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban dan tanggung jawab mereka terhadap pemerintah dan masyarakat. Untuk lebih memperkaya diri, mereka melakukan tindak korupsi. Merajalelah korupsi di Indonesia maupun di ngeri Belanda.
  • Terjadinya jual beli jabatan, seorang VOC yang ingin pulang ke negerinya karena sudah terlampau kaya atau pension dapat menjual jabatannya kepada orang lain dengan harga tinggi. Hal ini akan menjadi sistem suap yang merajalela.
  • Tumbuhnya tuan-tuan tanah partikelir, pemerintah yang kekurangan biaya untuk membiayai pemerintahnya dan perang terpaksa menjuala tanah-tanah yang luas kepada orang-orang partikelir dengan hak pertuanan.
  • Kekurangan biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan hasil penjualan tanah saja, VOC harus juga mencari pinjaman akibatnya utang VOC semakin besar.
  • Pada akhir abad ke-18 VOC tidak mampu lagi memerangi pedagang-pedagang Eropa lainnya ( Inggris, Prancis, Jerman ) yang dengan leluasa berdagang di Nusantara sehingga monopoli VOC hancur.

Keberadaan VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga harta milik dan utang-utangnya, diambil alih oleh pemerintah negeri Belanda. Pemerintah kemudian membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya termasuk mengurusi wilayah VOC di Indonesia pada tahun 1800-1907.


Demikianlah pembahasan mengenai Hak Istimewa VOC -Kepanjangan, Latar Belakang, Tujuan Dan Kebijakannya semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂