Materi Activity Based Costing

Diposting pada

Dalam era kompetisi global seperti sekarang ini telah terjadi pergolakan dalam setiap aktivitas bisnis jasa, perdagangan, dan industri. Hal ini mungkin disebabkan oleh dampak globalisasi, seperti pemberlakuan AFTA, NAFTA, Uni Eropa, dan WTO. Di samping itu, adanya kecenderungan lingkungan yang semakin berubah, yaitu teknologi maju dengan pesat, daur hidup produk semakin pendek, kerumitan produksi semakin meningkat, standar kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen semakin meningkat, banyaknya dan diversifikasi produk meningkat.

Activity-Based-Costing

Salah satu yang terpengaruh dengan adanya perubahan lingkungan tersebut adalah proses produksi, yaitu otomatisasi pabrikasi. Dengan penerapan teknologi ini, maka proporsi biaya overhead dalam elemen harga pokok produksi akan menempati porsi yang lebih besar sehingga diperlukan kalkulasi dan pembebanannya kepada harga pokok produk sesuai dengan proporsi aktivitas yang dikonsumsi.

Dalam sistem kalkulasi biaya tradisional biaya overhead dialokasikan secara arbitrer kepada harga pokok produk. Hal ini akan menghasilkan harga pokok produk yang tidak akurat atau terjadinya distorsi penentuan harga pokok produk per unit sehingga tidak bisa diandalkan dalam mengukur efisiensi dan produktivitas.


Pengertian Activity Based Costing

Menurut Hongren (2005) ABC (Activity Based Costing) didefinisikan sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan. Sistem ini dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa penyebab timbulnya biaya adalah aktivitas yang dilakukan dalam suatu perusahaan, sehingga wajar bila pengalokasian biaya-biaya tidak langsung dilakukan berdasarkan aktivitas tersebut.

Menurut Amin Wijaya Tunggal (2009:2) Activity-Based Costing adalah: “Metode costing yang mendasarkan pada aktivitas yang didesain untuk memberikan informasi biaya kepada para manajer untuk pembuatan keputusan stratejik dan keputusan lain yang mempengaruhi kapasitas dan biaya tetap”.

Sedangkan Activity Based Costing menurut Hansen and Mowen (1999: 321) adalah suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke pr Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2009:25) Activity-Based Costing adalah: “Metode membebankan biaya aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian aktivitas, serta untuk mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terikat dengan proses dan objek biaya”.

Menurut William K. Carter dan Milton F. Usry (2004:496) Activity-Based Costing adalah: “Suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume (non-volume-related factor)”.

Pengertian ABC (Activity Based Cost) sistem dalam Mulyadi (2003:25) merupakan: “sistem informasi biaya yang menyediakan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personil perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas”.

Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000: 292) adalah “Metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.”

Activity-Based Costing (ABC) adalah konsep perhitungan biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas bisnis dalam organisasi yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk dengan lebih akurat. Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan kemudian ke sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan.

Hal ini menghasilkan perhitungan biaya produk yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan menggunakan konsep tradisional. ABC baik untuk diterapkan di perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk dan memiliki komponen biaya tidak langsung yang signifikan.

Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.

Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:

  1. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
  2. Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
  3. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy.

Tujuan Activity Based Costing

Tujuan Activity Based Costing adalah untuk menglokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi dan kemudian mengalokasikan biaya tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.

Full costing dan variable costing (konvensional) menitikberatkan penentuan harga pokok produk pada fase produk saja, sedangkan untuk Activity Based Costing menitikberatkan penentuan harga pokok produk pada semua fase pembuatan produk yang terdiri dari :


1. Fase design dan pengembangan produk

  • Biaya design (design expenses)
  • Biaya pengujian (testing expenses)

2. Fase produksi

  • Unit level activity cost
  • Batch level activity cost
  • Product sustaining activity cost
  • Facility sustaining activity cost

3. Fase dukungan logistic

  • Biaya iklan (advertising expenses)
  • Biaya distribusi (distribution expenses)
  • Biaya garansi produk (product guarantee expenses)

Penerapan Activity Based Costing

Menurut Hansen dan Mowen ( 2003: 122-127 ) proses penerapan Activity Based Costing systems dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :


1. Tahap Pertama

Pada tahap pertama ini dalam penerapan Activity Based Costing systems ialah sebagai berikut :

  • Mengidentifikasi aktivitas.
  • Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas.
  • Aktivitas yang berkaitan dikelompokkan untuk membentuk kumpulan sejenis.
  • Biaya aktivitas yang dikelompokkan dijumlah untuk mendefinisikan kelompok biaya sejenis.
  • Menghitung tarif ( overhead ) kelompok.

2. Tahap Kedua

Dalam tahap ini biaya setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh masing-masing produk sehingga biaya aktivitas yang ada dibebankan kepada produk terhadap setiap aktivitas. Kemudian biaya overhead perunit diperoleh dengan menelusuri biaya-biaya overhead dari kelompok-kelompok tertentu pada produk. Total biaya tersebut kemudian dibagi dengan jumlah unit yang diproses dan akan menghasilkan biaya overhead perunit.


Cara Merancang Activity Based Costing

Menurut Blocher, Chen dan Lin ( 2003: 109 ) terdapat tiga langkah utama dalam merancang sebuah Activity Based Costing systems yaitu :

  • Mengidentifikasi biaya sumber daya dan aktivitas.
  • Membebankan biaya sumber daya ke aktivitas.
  • Membebankan biaya aktivitas ke objek biaya

Proses Penerapan Activity Based Costing

Menurut Garrison dan Norean ( 2003: 322 ) membagi proses penerapan Activity Based Costing Systems menjadi enam tahap yaitu :

  1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas.
  2. Bila mungkin menelusuri langsung ke aktivitas dan objek biaya.
  3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas.
  4. Menghitung tariff aktivitas.
  5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tariff aktivitas dan ukuran aktivitas.
  6. Menyusun laporan manajemen.

Manfaat Activity Based Costing

Manfaat sistem biaya Activity Based Costing ( ABC ) bagi pihak manajemen perusahaan ialah :

  • Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetatif. Sebagai hasilnya mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan focus pada pengurangan biaya yang memungkinan. Analisis biaya ini dapat menyeroti bagaimana mahalnya proses manufacturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya.
  • Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar.
  • Sistem baiaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan ( management decision making ) membuat-membeli yang manajemen harus lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka keputusan yang akan diambil oleh pihak manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini.
  • Mendukung perbaikan yang berkesinambungan ( continous improvement ) melalui analisa aktivitas sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan.
  • Memudahkan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan ( cost reduction ) pada sistem tradisional banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi.
  • Engan analisis biaya yang diperbaiki, pihak manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas ( break even ) atas produk yang bervolume rendah.

Klasifikasi Activity Based Costing

Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead costs) adalah biaya produksi yang tidak masuk dalam biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja langsung. Apabila suatu perusahaan juga memiliki departemen-departemen lain selain departemen produksi maka semua biaya yang terjadi di departemen pembantu tersebut (termasuk biaya tenaga kerjanya) dikategorikan sebagai biaya overhead pabrik.

Biaya overhead pabrik biasanya muncul dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk pemakaian bahan tambahan, biaya tenaga kerja tak langsung, pengawasan mesin produksi, pajak, asuransi, hingga fasilitas-fasilitas tambahan yang diperdalam ABC, proses identifikasi aktivitas merupakan salah satu bagian yang penting dari tahapan tahapan pembebanan biaya overhead pabrik. Tahap pertama pada identifikasi aktivitas, aktivitas yang luas dikelompokkan ke dalam 4 kategori aktivitas, yaitu :


1. Unit Level Activities (tingkat unit)

Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan sekali untuk setiap unit sehingga biaya produk yang berhubungan dengan aktivitas yang dibebankan berdasarkan jumlah unit yang diproduksi. Misalnya : jam tenaga kerja langsung. Semakin banyak jumlah unit yang diproduksi maka semakin banyak juga tenaga kerja langsung dibutuhkan.


2. Bacth Level Activity (tingkat bacth)

Yaitu berupa ativitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mendukung produksi sejumlah order tertentu (batch). Aktivitas ini dilakukan sekali untuk setiap batch sehingga biaya produksi yang berhubungan dengan aktivitas ini dibebankan berdasarkan jumlah batch yang diproduksi misalnya : biaya set-up mesin. Semakin banyak unit yang diproduksi tidak mempengaruhi biaya pada aktivitas set-up, tetapi semakin sering set-up dilakukan maka semakin besar pula biaya set-up mesin.


3. Product Sustaining Activities

Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi suatu produk, pemeliharaan produk, pengembangan produkdan inovasi produk.Beban biaya yang terjadi pada aktivitas ini dapat ditelusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan, tetapi sumber daya yang dikonsumsi tidak tergantung pada jumlah unit ataupun batch dari produk yang dihasilkan perusahaan. Semakin banyak jenis produk yang dihasilkan maka semakin sering aktivitas ini dilakukan sehingga semakin besar biaya yang dibutuhkannya.


4. Facility Sustaining Activities.

Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan, seperti pemasaran, sumber daya manusia, pengembangan sistem, pemeliharaan fasilitas dan lain-lain. Tetapi aktivitas ini tidak berhubungan dengan jumlah produk, batch maupun jenis produk.

Sedangkan pada saat melakukan pembebanan biaya dari tiap kelompok tersebut, biaya yang muncul tersebut diklasifikasikan sesuai dengan kelompok aktivitasnya, sehingga dalam membebankan biaya sistem ABC dapat digambarkan dengan dua tahapan, yaitu :

  • Aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi keinginan customer mengkonsumsi sumber daya dalam sejumlah uang tertentu.
  • Biaya setiap sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas harus dibebankan objek biaya atas dasar unit aktivitas yang dikonsumsi oleh objek biaya itu sendiri bukan dalam proses produksi.

Kelebihan Sistem Activity Based Costing

Nurhayati (2004) menjelaskan beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity based Costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut:

  • Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya.
  • Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modern, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisis system biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
  • Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
  • Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
  • Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modem dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple Cost Drivers), banyak dari pemicu biaya tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
  • Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run variabel product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.
  • Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk. Sistem ABC ini akan menghilangkan aktivitas-aktivitas dan waktu yang tidak memiliki nilai tambah pada proses pembuatan suatu produk. Waktu yang tidak bernilai tambah tersebut adalah waktu pindah, waktu inspeksi, dan waktu tunggu.

Kekurangan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Hal-hal yang tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada manajemen banyak sekali. Akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide kepada manajemen pada saat harus mengurangi pengeluaran pada waktu yang mendesak. Sistem tersebut hanya memberikan laporan manajemen dengan menunjukkan dimana biaya dikeluarkan dan tidak ada indikasi apa-apa yang menimbulkan biaya.

Sistem biaya tradisional memang memeperhatikan biaya total perusahaan, akan tetapi mereka mengabaikan “below the line expenses”, seperti penjualan, distribusi, riset, dan pengembangan serta biaya administrasi. Biaya-biaya ini tidak dibebankan kepasar, pelanggan, saluran distribusi, atau bahkan produk yang berbeda. Banyak manajer yang percaya bahwa biaya-biaya ini adalah tetap. Oleh sebab itu, biaya-biaya “below the line” ini diperlakukan secara sama dengan mendistribusikannya kepada pelanggan. Padahal, sekarang ini beberapa pelanggan jauh lebih mahal untuk dilayani dibandingkan dengan yang lain dan sebenarnya beberapa biaya tersebut adalah biaya variabel. (Amin, 1992: 22).

Dengan berkembangnya dunia teknologi, sistem biaya tradisional mulai dirasakan tidak mampu menghasilkan produk yang akurat lagi. Hal ini disebabkan karena lingkungan global menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab sistem akuntansi biaya tradisional, antara lain:

  1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuan harga pokok produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya menyediakan informasi yang relatif sangat sedikit untuk mencapai keunggulan dalam persaingan global.
  2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan pada distribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha keras untuk mengurangi pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.
  3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena seringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor tunggal misalnya volume produk atau jam kerja langsung.
  4. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan konflik dengan keunggulan perusahaan.
  5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidak langsung serta biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor penyebab tunggal misalnya volume produk, padahal dalam lingkungan teknologi maju cara penggolongan tersebut menjadi kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas.
  6. Sistem akuntansi biayaa tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalam pusat-pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja jangka pendek.
  7. Sistem akuntansi biaya tradisional memusatkan perhatian kepada perhitungan selisih biaya pusat-pusat pertanggngjawaban tertantu dengan menggunakan standar.
  8. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak banyak memerlukan alatalat dan teknik-teknik yang canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada lingkungan teknologi maju.
  9. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidup produk. Hal ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadap biaya aktivitas-aktivitas perekayasaan, penelitian dan pengembangan. Biay-biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periode sehingga menyebabkan terjadinya distorsi harga pokok daur hidup produk.

Contoh Activity Based Costing

PT Baju memproduksi 2 produk yaitu produk polos dan produk bercorak. Produk PT Baju yang bercorak diproduksi dalam jumlah yang sama dan biaya yang sama dengan produk polos. Kedua-duanya bervolume tinggi. PT Baju melakukan :

  1. 40 persiapan untuk setiap produk dan mengeluarkan biaya persiapan sebesar Rp. 900.000 dengan rata-rata sebesar Rp 22.500/persiapan
  2. 20 perubahan desain untuk setiap produk dan menegluarkan biaya perubahan desain sebesar Rp.700.000 dengan rata-rata sebesar Rp.35.000
  3. Menggunakan 160.000 jam tenaga kerja langsung dan mengeluarkan biaya overhead lain-lain sebesar Rp.3.200.000 dengan rata-rata sebesar 20 jam tenaga kerja langsung.

Jawab :

Data produksi terakhir PT Baju :

PT BAJU

Ikhtisar dari Produksi Tahun Terakhir

Polos

Bercorak

Total

Unit yang diproduksi

100.000

50.000

Biaya bahan baku langsung

Per Unit

Rp 10

Rp 15

Total

Rp 1.000.000

Rp 750.000

Rp 1.750.000

Tenaga Kerja Langsung

Jam Per unit

1

2

Total Jam

80.000

80.000

Total Biaya

Rp. 1.600.000

Rp 1.600.000

Rp 1.750.000

Persiapan

20

20

Perubahan desain

10

10

Overhead

Biaya Tingkat Batch

Rp. 900.000

Biaya Tingkat Produk

Rp.700.000

Overhead lain-lain

Rp. 3.200.000

Total Overhead

Rp. 4.800.000

Rp. 9.750.000

Berdasarkan data diatas, direktur PT BAJU meminta manajer akuntansinya untuk menghitung berapa biaya per unit berdasarkan perhitungan system ABC !

PERHITUNGAN :

PERHITUNGAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS (ABC)

PT BAJU

PERHITUNGAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS

Tarif Overhead:

Biaya persiapan tingkat batch                              Rp. 900.000:40=Rp. 22.500/persiapan

Biaya per kali perubahan-tingkat produk           Rp. 700.000:20=Rp. 35.000/perubahan

Overhead lain-lain                                                  Rp. 3.200.000:160.000=Rp. 20/jam TKL

polos

Bercorak

Total

Bahan baku langsung

Rp. 1000.000

Rp. 750.000

Rp. 1.750.000

Tenaga Kerja Langsung

1.600.000

1.600.000

3.200.000

Overhead :

Persiapan : Rp.22.500×20

450.000

Persiapan: Rp.22.500×20

450.000

900.000

Perubahan desain Rp.35.000×10

350.000

Perubahan desain Rp35.000×10

350.000

700.000

TKL Rp.20×80.000 jam

1.600.000

TKL Rp.20×80.000 jam

1.600.000

3.200.000

Total biaya

Rp. 5.000.000

Rp. 4.750.000

Rp. 9.750.000

Unit yang diproduksi

100.000

50.000

Biaya per unit

Rp. 50

Rp. 95


Demikianlah pembahasan mengenai Activity Based Costing: Pengertian, Klasifikasi, Proses, Tujuan, Penerapan, Kelebihan, Kelemahan, Manfaat semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua. 🙂 🙂 🙂