Pengertian Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu Negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi Negara tersebut. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu :
-
State Law dimana yang diutamakan adalah Hukum Negara
-
State Recht ( Belanda ) dimana State Recht dibedakan antara :
- Arti luas Staat Recht in Ruinenzin
- Arti sempit Staat Recht in Engeezin
-
Constitutional Law (Inggris) dimana hukum Tata Negara lebih menitikberatkan pada konstitusi atau hukum konstitusi
-
Droit Constitutional dan Droit Adminitrative (Perancis), dimana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Aministrasi
-
Verfassnugrecht dan Vervaltingrecht ( Jerman ) yang sama dengan di
-
Bagi Indonesia tentunya mempunyai hubungan dengan Hukum Tata Negara Belanda dengan istilah State Recht atau Hukum Negara/ Hukum Tata
Definisi Hukum Tata Negara
- Van Vallenhoven : Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing- masing itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya, dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.
- Scholten : Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi daripada Negara
- Van der Pot : Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, hubungannya dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu.
- Longemann : Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi- organisasi
- Apeldoorn : Hukum Negara dalam arti sempit menunjukkan organisasi-organisasi yang memegang kekuasaan pemerintahan dan batas-batas kekuasaannya., Hukum Negara dalama arti luas meliputi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
- Wade and Philips : Hukum Tata Negara mengatur alat-alat perlengkapan Negara, tugas, dan hubungannya antar perlengkapan Negara itu
- Paton : Hukum Tata Negara adalah hukum mengenai alat-alat, tugas dan wewenang alat-alat perlengkapan
- Kranenburg : Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan hukum dari Negara- terdapat dalam UUD.
- UTRECHT : Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial dan kekuasaan pejabat-pejabat
- Longemann, Prof., Dr., H.A.
Baca Juga : Contoh Hukum Perdata
Hukum Tata Negara yang dipelajari adalah :
- Jabatan-jabatan apa yang ada dalam suatu
- Siapa yang mengadakan jabatan-jabatan itu
- Bagaimana caranya melengkapi jabatan-jabatan itu
- Apa tugas jabatan itu
- Apa yang menjadi wewenangnya
- Bagaimana hubungan kekuasaan antara para pejabat
- Didalam batas-batas apa organisasi Negara menjalankan
- R. Stellinga :
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban- keawajiban alat-alat perlengkapan Negara, mengatur hak, dan kewajiban warga Negara.
- J. Apeldorn
Pengertian Negara mempunyai beberapa arti :
- Negara dalam arti penguasa, yaitu adanya orang-orang yang memegang kekuasaan dalam persekutuan rakyat yang mendiami suatu
- Negara dalam arti persekutuan rakyat yaitu adanya suatu bangsa yang hidup dalam satu daerah, dibawah kekuasaan menurut kaidah-kaidah hukum
- Negara dalam arti wilayat tertentu yaitu adanya suatu daerah tempat berdiamnya suatu bangsa dibawa
- Negara dalam arti Kas atau Fikus yaitu adanya harta kekayaan yang dipegang oleh penguasa untuk kepentingan umum.
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu-Ilmu lainnya
- Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat Ilmu Negara mempelajari :
- Negara dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat waktu dan tempat
- Ilmu Negara mempelajari konsep-konsep dan teori-teori mengenai Negara serta hakekat Negara,
Sedangkan Hukum Tata Negara mempelajari :
- Negara dalam keadaan konkrit artinya Negara yang sudah terikat waktu dan tempat.
- Hukum Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang berlaku dalam suatu Negara.
- Hukum Tata Negara mempelajari Negara dari segi
Dengan demikian hubungan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara adalah Ilmu Negara adalah dasar dalam penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam Hukum Tata Negara lebih lanjut dengan kata lain Ilmu Negara yang mempelajari konsep, teori tentang Negara merupakan dasar dalam mempelajari Hukum Tata Negara.
Baca Juga :Hukum Bisnis – Pengertian, Asas, Sumber, Tujuan dan Ruang Lingkup
- Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu
Hukum Tata Negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang mengatur organisasi kekuasaan Negara, sedangkan Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dilihat dari aspek perilaku kekuasaan tersebut.
Setiap produk Undang-Undang merupakan hasil dari proses politik atau keputusan politik karena setiap Undang-Undang pada hakekatnya disusun dan dibentuk oleh Lembaga-Lembaga politik, sedangkan Hukum Tata Negara melihat Undang-Undang adalah produk hukum yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan Negara yang diberi wewenang melalui prosedur dan tata cara yang sudah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.
Dengan kata lain Ilmu Politik melahirkan manusia-manusia Hukum Tata Negara sebaliknya Hukum Tata Negara merumuskan dasar dari perilaku politik/ kekuasaan.
Menurut Barrents, Hukum Tata Negara ibarat sebagai kerangka manusia, sedangkan Ilmu Politik diibaratkan sebagai daging yang membalut kerangka tersebut.
- Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara Hubungan Administrasi
Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Tata Negara dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit Hukum Administrasi Negara adalah sisanya setelah dikurangi oleh Hukum Tata Negara. Pemisahan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum administrasi Negara terdapat dua golongan pemdapat, yaitu :
- Golongan yang berpendapat ada perbedaan yuridis prinsip adalah :
- Oppen Heim ( Belanda )
Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan Negara dan memberikan kepadanya wewenang dan membagi-bagikan tugas pemerintahan dari tingkat tinggi sampai tingkat rendahan.
Jadi yang menjadi pokok bahasan dari Hukum Tata Negara adalah Negara dalam keadaan diam ( staat in rust ). Sedangkan Hukum Tata Pemerintahan adalah peraturan-peraturan hukum mengenai Negara dalam bergerak ( Staats in beweging ), yang merupakan aturan-aturan pelaksanaan tugas dari alat-alat perlengkapan Negara yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara.
- Van Vollen Hoven
Pada tahun 1933 memberikan pendapatnya adalah bahwa badan-badan pemerintah tanpa peraturan-peraturan Hukum Tata Negara akan lumpuh, karena badan-badan itu tidak mempunyai kekuasaan apa-apa.
Alat-alat perlengkapan Negara tanpa Hukum Tata Pemerintahan adalah bebas sama sekali. Kemudian Van Vollen Hoven mengubah pendapatnya yaitu bahwa Hukum Tata Pemerintahan adalah semua peraturan hukum setelah dikurangi Hukum Tata Negara materiil, hukum pidana, dan hukum perdata yang didalam sejarah hukum disatukan.
Baca Juga :Badan Hukum
- Romeyn berpendapat :
Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari Negara, sedangkan Hukum Tata Pemerintahan mengenai pelaksanaan teknis.
Jadi Hukum Tata Pemerintahan adalah hukum yang melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara.
- Donner mengatakan :
Hukum Tata Negara menetapkan tugfas dan wewenang Hukum Tata Pemerintahan melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara.
- Logemann mengatakan :
Hukum Tata Negara merupakan suatu pelajaran tentang kompetensi. Hukum Tata Pemerintahan merupakan suatu pelajaran tentang perhubungan-perhubungan hukum istimewa dari alat-alat perlengkapan Negara.
Hukum Tata Negara mempelajari :
- Jabatan-jabatan apa yang ada dalam susunan suatu Negara
- Siapa yang mengadakan jabatan itu
- Cara bagaimana jabatan-jabatan itu ditempati oleh pejabat
- Fungsi/ lapangan kerja jabatan-jabatan itu
- Kekuasaan hukum jabatan-jabatan itu
- Hubungan antara masing-masing jabata itu
- Dalam batas-batas mana alat-alat kenegaraan dapat melaksanakan tugasnya.
Hukum Tata Pemerintahan mempelajari sifat, bentuk, dan akibat hukum yang timbul karena perbuatan hukum istimewa yang dilakukan oleh para pejabat dalam melaksanakan tugasnya.
- Golongan yang berpendapat tidak ada perbedaan prinsip
- Kranenburg mengatakan :
Tidak ada perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Tata Pemerintahan, kalau ada perbedaan hanya pada praktek, perbedaan itu hanya karena untuk mencapai kemanfaatan saja.
Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang mengandung struktur umum dari suatu pemerintahan negara misalnya Undang-Undang Dasar, Undang-Undang organisk, Desentralisasi, otonomi dan lain- lainnya. Hukum Tata Pemerintahan yaitu peraturan-peraturan yang bersifat khusus misalnya tentang kepegawaian, wajib militer, perumahan dan lingkungan dan lain-lain.
- Prins mengatakan :
Hukum Tata Negara mempelajari yang fundamental yang merupakan dasar-dasar dari Negara dan menyangkut langsung tiap-tiap warga Negara. Hukum Tata Pemerintahan menitikberatkan kepada hal-hal yang teknis saja, yang selama ini kita tidak berkepentingan dan hanya penting bagi para spesialis saja.
Contoh : pertanyaan yang menyangkut susunan dan kekuasaan parlemenatau pertanyaan bagi rakyat untuk melakukan hak-hak asasi manusia termasuk dalam hukum tata Negara, sedangkan pertanyaan yang menyangkut besarnya pajak seseorang pada tahun yang lampau dan tahun yang sedang berjalan termasuk dalam hukum tata pemerintahan. Jadi tidak ada garis batas yang tajam atara Hukum Tata Negara dengan Hukum Tata Pemerintahan, sebab hal-hal yang sekarang dianggap teknis dapat berubah menjadi fundamental dikemudian hari.
Baca Juga :Hukum Permintaan
- Prajudi Atmosudirdjo berpendapat :
Tidak ada perbedaan-perbedaan yuridis prinsipil antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Tata Pemerintahan.
Perbedaan hanya terletak pada pembahasan.
Hukum Tata Negara menitikberatkan pada konstitusi sedangkan Hukum Tata Pemerintahan menitikberatkan pada Administrasi Negara. Dengan demikian Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan merupakan dua ilmu hukum yang dapat dibedakan akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Batasan antara keduanya kabur/ remang-remang tidak ada batasan yang tajam.
Ruang Lingkup Hukum Tata Negara
Persoalan/ masalah yang dibahas oleh Hukum Tata Negara.
- Struktur Umum dari Negara sebagai organisasi adalah :
- Bentuk Negara ( Kesatuan atau Federasi )
- Bentuk Pemerintahan ( Kerajaan atau Republik )
- Sistem Pemerintahan ( Presidentil, Parlementer, Monarki absolute)
- Corak Pemerintahan ( Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
- Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara ( Desentralisasi, meliputi jumlah, dasar, cara dan hubungan antara pusat dan daerah)
- Garis-garis besar tentang organisasi pelaksana ( peradilan, pemerintahan, perundangan)
- Wilayah Negara ( darat, laut, udara)
- Hubungan antara rakyat dengan Negara ( abdi Negara, hak dan kewajiban rakyat sebagai perorangan/ golongan, cara-cara pelaksanaan hak dan menjamin hak dan sebagainya)
- Cara-cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan ( hak politik, sistem perwakilan, Pemilihan Umum, referendum, sistem kepartaian/ penyampaian pendapat secara tertulis dan lisan)
- Dasar Negara ( arti Pancasila, hubungan Pancasila dengan kaidah-kaidah hukum, hubungan Pncasila dengan cara hidup mengatur masyarakat, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai paham yang ada dalam
- Ciri-ciri lahir dan kepribadian Negara ( Lagu Kebangsaan, Bahsa Nasional, Lambang, Bendera dan sebagainya )
- Badan-badan Ketatanegaraan yang mempunyai kedudukan dalam organisasi Negara ( MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA,MK,KY) yaitu menyangkut masalah :
- Cara pemnetukannya ( Pengangkatan, Pemilihan)
- Susunan masing-masing badan ( Jumlahjenis anggota dan pembagian tugas )
- Tugas dan wewenang masing-masing badan
- Cara kerjanya masing-masing
- Perhubungan kekuasaan antara badan
- Masa Jabatan
- Badan-badan lain
Baca Juga :Hukum Pajak
- Pengaturan Kehidupan Politik Rakyat
- Jenis, penggolongan dan jumlah partai politik didalam Negara dan ketentuan hukum yang
- Hubungan antara kekuatan-kekuatan politik dengan badan-badan ketatanegaraan.
- Kekuatan politik dan pemilihan umum
- Arti dan kedudukan golongan kepentingan
- Arti kedudukan dan peranan golongan
- Pencerminan pendapat ( perbedaan pendapat dalam masyarakat, ajaran politik, perbedaan pendapat didalam badan-badan ketatanegaraan)
- Cara kerjasama antara kekuatan-kekuatan politik ( koalisi, oposisis, kerjasama atas dasar kerukunan).
- Sejarah perkembangan ketatanegaraan sebagai latar belakang dari keadaan yang berlaku dan hubungannya dengan suatu tingkat dengan keadaan yang berlaku, seperti :
- Masa Penjajahan Belanda
Hubungan Indonesia dengan Negeri Belanda, susunan organisasi Hindia Belanda, sistem sosial yang berlaku pada zaman Hindia Belanda.
- Masa penjajahan Jepang : Indonesia pada pendudukan tentara Jepang, susunan organisasi kekuasaan Jepang, hubungan antara penduduk dengan organisasi kekuasaan Jepang, sistem sosisla dimasa pendudukan
- Masa 17 Agustus 945 sampai dengan 27 Desember 1949
Arti Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945 seperti Revolusi Indonesia, struktur ketatanegaraan menurut UUD 45, pelaksanaan UUD 45 sampai dengan 27 Desember 1949, struktur sosial masyarakat dan kekuatan-kekuatan pendukung, sistem kepartaian dan sistem pemerintahan yang berlaku.
Hubungan Indonesia Belanda dan Negara-negara lain, pemerintahan darurat (pemerintahan geriliya dan campur tangan PBB, KMB).
- Masa 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950
- Struktur ketatanegaraan menurut konstitusi RIS
- Pelaksanaan hasil KMB, jaminan golongan kecil, wilayah sengketa Irian Barat, Perubahan Konstitusi RIS menjadi Negara Kesatuan
- Masa 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 Struktur ketatanegaraan menurut UUDS 50 Sistem Pemerintahan menurut UUDS 50 Kehidupan politik yang berlaku
- Konstituante dan pekerjaannya, Pemberontakan DI, PRRI Permesta dan Gagasan Demokrasi Terpimpin.
- Masa 5 Juli 1959 sampai dengan masa Orde Baru Pegertian Dekrit
- Masa Pemerintahan Soeharto ( Orde Baru, 1966-1998)
- Masa Reformasi 1998 hingga sekarang Arti Demokrasi
Kajian Hukum Tata Negara
Obyek kajian ilmu hukum tata negara adalah negara. Dimana negara dipandang dari sifatnya atau pengertiannya yang konkrit. Artinya obyeknya terikat pada tempat, keadaan dan waktu tertentu. Hukum tata negara merupakan cabang ilmu hukum yang membahas tatanan, struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antara struktur organ atau struktur kenegaraan serta mekanisme hubungan antara struktur negara dan warga negara.
Hukum Tata Negara adalah struktur umum dari negara sebagai organisasi, yaitu:
-
Bentuk Negara (Kesatuan atau Federasi)
-
Bentuk Pemerintahan (Kerajaan atau Republik)
-
Sistem Pemerintahan (Presidentil, Parlementer, Monarki absolute)
-
Corak Pemerintahan (Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
-
Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara (Desentralisasi, meliputi jumlah dasar, cara dan hubungan antara pusat dan daerah)
-
Garis-garis besar tentang organisasi pelaksana (peradilan, pemerintahan,perundangan)
-
Wilayah Negara (darat, laut, udara)
-
Hubungan antara rakyat dengan Negara (abdi Negara, hak dan kewajibanrakyat sebagai perorangan/golongan, cara-cara pelaksanaan hak danmenjamin hak dan sebagainya)
-
Cara-cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan (hak politik, sistem, perwakilan, Pemilihan Umum, referendum, sistem kepartaian/penyampaian pendapat secara tertulis dan lisan)
-
Dasar Negara (arti Pancasila, hubungan Pancasila dengan kaidah-kaidahhukum, hubungan Pancasila dengan cara hidup mengatur masyarakat, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai paham yang ada dalam masyarakat)
-
Ciri-ciri lahir dan kepribadian Negara (Lagu Kebangsaan, Bahasa Nasional, Lambang, Bendera, dan sebagainya)
Baca Juga :61 Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Terlengkap
Penafsiran Hukum Tata Negara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “penafsiran” diartikan sebagai: pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu; tafsir. Pandangan kata dari penafsiran adalah interpretasi. Bila dikaitkan dengan ilmu hukum, maka penafsiran hukum merupakan kegiatan yang dilakukan oleh ahli hukum atau pengadilan dalam memberikan kesan atau makna dari suatu norma hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo, penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.
Penafsiran merupakan kegiatan penting dalam hukum dan ilmu hukum. Penafsiran merupakan metode untuk memahami makna yang terkandung di dalam teks-teks hukum untuk dipakai menyelesaikan kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal-hal yang dihadapi secara konkret. Disamping itu, dalam bidang hukum tata negara, penafsiran judical interpretation (penafsiran oleh hakim), dapat berfungsi sebagai metode perubahan konstitusi dalam arti menambah, mengurangi, atau memberbaiki makna yang terdapat dalam suatu teks undang-undang dasar.
Dalam ilmu hukum dan praktik peradilan, dikenal beberapa macam metode penafsiran, yang paling sering ditemui adalah metode-metode yang dikemukakan Utrecht, penafsiran undang-undang dapat dilakukan dengan 5 (lima) metode penafsiran, yang terdiri dari:
- Penafsiran menurut arti kata atau istilah (taalkundige interpretasi)
Penafsiran yang menekankan kepada arti atau makna kata-kata yang tertulis (word). Utrecht memberikan penjelasan tentang penafsiran menurut kata atau istilah (taalkundige interpretasi) ini, yaitu kewajiban dari hakim untuk mencari arti kata dalam undang-undang dengan cara membuka kamus bahasa atau meminta keterangan ahli bahasa.
Kalaupun belum cukup, hakim harus mempelajari kata tersebut dalam susunan kata-kata kalimat atau hubungannya dengan peraturan-peraturan lainnya. Cara penafsiran ini, menurut Utrecht, merupakan penafsiran pertama yang ditempuh atau usaha permulaan untuk menafsirkan. Penafsiran yang demikian ini sama dengan penafsiran gramatikal yang melakukan penafsiran berdasarkan bahasa.
- Penafsiran historis (historische interpretatie)
Metode penafsiran dengan sejarah hukum menurut pendapat Utrecht, mencakup dua pengertian, yaitu (i) penafsiran sejarah perumusan undang-undang dan (ii) penafsiran sejarah hukum itu sendiri, yaitu melalui penafsiran sejarah hukum yang bertujuan mencari makna yang dikaitkan dengan konteks kemasyarakatan masa lampau.
Dalam arti sempit, yaitu penafsiran sejarah undang-undang adalah penafsiran yang ditarik dari risalah-risalah sidang dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pembahasan suatu peraturan perundang-undangan. Sedangkan pada bagian ini diuraikan mengenai metode penafsiran historis dalam arti luas. Dalam hal ini, untuk mencari dan menemukan makna historis suatu pengertian normatif dalam undang-undang, penafsiran juga harus merujuk pendapat-pendapat pakar dari masa lampau.
Termasuk pula merujuk kepada hukum-hukum masa lalu yang relevan. Menurut Utrecht, penafsiran dengan cara demikian dilakukan dengan cara menafsirkan suatu naskah menurut sejarah hukum (rechtisstorische interpretatie). Penafsiran historis demikian itu dilakukan pula dengan menyelidiki asal usul naskah dari sistem hukum yang pernah berlaku, termasuk pula meneliti asal naskah dari sistem hukum lain yang masih diberlakukan di negara lain.
- Penafsiran sistematis
Metode ini menafsirkan menurut sistem yang ada dalam hukum (systematische interpretatie, dogmatische interpretatie) itu sendiri. Artinya menafsirkan dengan memperhatikan naskah-naskah hukum lain. Jika yang ditafsirkan adalah pasal dari suatu undang-undang, maka ketentuan-ketentuan yang sama apalagi satu asas dalam peraturan lainnya juga harus dijadikan acuan. Dalam penafsiran ini, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, makna formulasi sebuah kaidah hukum atau makna dari sebuah istilah yang ada di dalamnya ditetapkan lebih jauh dengan mengacu pada hukum sebagai sistem.
- Penafsiran sosiologis/teleologis
Konteks sosial ketika suatu naskah dirumuskan dapat dijadikan perhatian untuk menafsirkan naskah yang bersangkutan. Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat acapkali mempengaruhi legislator ketika naskah hukum itu dirumuskan. contohnya pada kalimat “dipilih secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”
Metode penafsiran teleologis memusatkan perhatian pada persoalan, apa tujuan yang hendak dicapai oleh norma hukum yang ditentukan dalam teks (what does the articles would like to achieve). Penafsiran ini difokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah hhukum menurut tujuan atau jangkauannya. Tekanan tafsiran pada fakta bahwa pada kaidah hukum terkandung tujuan atau asas sebagai landasan dan bahwa tujuan dan atau asas tersebut mempengaruhi interpretasi. Dalam penafsiran yang demikian ini juga diperhitungkan konteks kenyataan kemasyarakatan actual.
Baca Juga :Sumber Hukum
- Penafsiran otentik atau resmi (authentieke atau officiele interpretatie)
Penafsiran otentik atau resmi (authentieke atau officiele interpretatie) menurut Utrecht, merupakan penafsiran sesuai dengan tafsiran yang dinyatakan oleh pembuat undang-undang (legislator) dalam undang-undang itu sendiri. Misalnya, arti kata yang dijelaskan dalam pasal atau dalam penjelasannya. Menurut Sudikno dan Pitlo, penafsiran yang demikian hanya boleh dilakukan berdasarkan makna yang sudah jelas dalam undang-undang.
Jazim Hamidi, dengan mengutip pendapat Sudikno Mertokusumo, A. Pitlo, Achmad Ali, dan Yudha Bhakti, mencatat sebelas macam metode penafsiran hukum, yaitu:
-
Interpretasi Gramatikal, menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa.
-
Interpretasi Historis, yaitu penafsiran sejarah undang-undang dan sejarah hukum.
-
Interpretasi Sistematis, menafsirkan undang0undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan.
-
Interpretasi Sosiologis atau Teleologis, makna undang-undang dilihat berdasarkan tujuan kemasyarakatannya ssehingga penafsiran dapat mengurangi kesenjangan antara sifat positif hukum dengan kenyataan hukum.
-
Interpretasi Komparatif, menafsirkan dengan cara membandingkan sebagai sistem hukum.
-
Interpretasi Futuristik, menafsirkan undang-undang dengan cara melihat pula RUU yang sedang dalam proses pembahasan.
-
Interpretasi Restriktif, membatasi penafsiran berdasarkan kata yang maknanya sudah tertentu.
-
Interpretasi Ekstensif, menafsirkan dengan melebihi batas hasil penafsiran gramatikal.
-
Interpretasi Autentik, penafsiran yang hanya boleh dilakukan berdasarkan makna yang sudah jelas dalam undang-undang.Interpretasi Interdisipliner, menggunakan logika penafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum.
-
Interpretasi Multidisipliner, menafsirkan dengan menggunakan tafsir ilmu lain diluar ilmu hukum.
Sumber Hukum Tata Negara Indonesia
Setelah kita mengetahui bersama pengertian dari hukum tata negara sekarang kita akan membahas tentang hal yang menyebabkan hukum tata negara tersebut ada yang sering disebut dengan sumber hukum tata negara.
Sumber hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang kalau dilanggarakan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Secara umum, sumber hukum tata negara adalah sumber materiil, sumber formil, konvensi, dan traktat. Sedangkan di Indonesia memiliki sumber hukum yang akan dijabarkan lebih spesifik dalam uraian berikut ini.
Sumber hukum tata negara indonesia tidaklah berbeda dengan sumber hukum tata negara secara umumnya. Dalam hukum tata negara di Indonesia juga bersumber pada sumber hukum materiil, formiil, konvensi dan traktat. Berikut akan dijelaskan apa yang ada didalam sumber hukum tersebut di Indonesia.
- Sumber Materiil
Seperti yang kita ketahui bersama segala sesuatu yang ada di Indonesia haruslah berasal dan bersumber dari pancasila. Pancasila merupakan sumber hukum materiil bagi semua hukum yang ada di Indonesia. Begitu juga dengan sumber hukum tata negara Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila Menjadi Inspirasi sekaligus Bahan (Materi) dalam Menyusun Semua Peraturan Hukum Tatanegara. Pancasila sekaligus sebagai Alat Penguji Setiap Peraturan Hukum Tatanegara yang Berlaku, Apakah Bertentangan atau Tidak dengan Nilai-nilai Pancasilaseperti yang tercantum dalam ketetapan MPR No. III/2000 Pasal 1, 2, 3, Serta UU. No. 12Tahun 2012 Pasal 2.
- Sumber Formil
Sumber Formil hukum di Indonesia adalah UUD 1945. UUD 1945 Sebagai Hukum Dasar Tertulis Merupakan Bentuk Peraturan Perundang-undangan Tertinggi yang Menjadi Dasar dan Sumber (Formil) Bagi Semua Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Ketatanegaraan Indonesia seperti yang tercantum dalam Ketetapan MPR No. III/2000 Pasal 3, Serta UU. No. 12 Tahun 2011 Pasal 3. Bentuk & Tata Urutan Perundangan Sebagai Bagian Dari Sumber Formil Htn Indonesia (UU. No. 12 tahun 2011 pasal 7) antara lain:
- Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
- Ketetapan MPR (TAP MPR)
- Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU).
- Peraturan Pemerintah (PP).
- Peraturan Presiden (PERPRES).
- Peraturan Daerah (PERDA).
- PERDA provinsi
- PERDA Kota/Kabupaten
- Peraturan Desa.
- Konvensi
Setelah sumber hukum formil dan materiil dari hukum tata negara Indonesia. Di Indonesia hukum tata negara juga bersumber dari konvensi. Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan merupakan sumber dari hukum tata negara Indonesia. Kebiasaan dalam Praktek Ketatanegaraan yang Dilakukan Berulang-ulang, sehingga Mempunyai Kekuatan yang Sama dengan Undang-undang. Karena Diterima dan Dijalankan, Tidak Jarang Dapat Menggeser Peraturan Hukum Tertulis.
Contoh :
- Pidato Presiden Setiap Tanggal 17 Agustus
- Pidato Presiden Setiap Awal Tahun Minggu Pertama Bulan Januari.
- TRAKTAT
Yang terakhir menjadi sumber dari hukum tata negara adalah traktat atau perjanjian internasional. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang Terkait dengan Hukum Tatanegara Suatu Negara. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang Terkait dengan Hukum Tatanegara Indonesia. Misalnya : Traktat Asean, UDHR PBB.
Contoh Hukum Tata Negara
Berikut ini ada beberapa Contoh Hukum Tata Negara yang ada di Indonesia.
-
Undang-Undang Dasar (UUD 1945).
Dalam Penjelasan umum di dalam UUD 1945 angka (I) dinyatakan bahwa: “Undang-undang Dasar suatu negara merupakan sebagian dari hukum dasar Negara. UUD merupakan hukum dasar yang tertulis, dan hukum tidak tertulis, dan merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara.
- MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan perwakilan rakyat, DPD (Dewan perwakilan).
Ketiga lembaga ini merupakan lembaga negara perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara dan ketiga lembaga ini memiliki kewenangan yang berbeda-beda.
Sekian penjelasan artikel diatas tentang Contoh Hukum Tata Negara semoga bermanfaat bagi pembaca setia kami