Pengertian CSR
CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR adalah hasil dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat sekarang ini telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya. Ide mengenai Tanggunjawab Sosial Perusahaan ( TSP ) atau yang dikenal dengan Corporate SocialResponbility (CSR) kini semakin diterima secara luas.
Kelompok yang mendukung wacana TSP berpendapat bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para individu yang terlibat didalamnya, yakni pemilik dan karyawannya. Namun mereka tidak boleh hanya memikirkan keuntungan finansialnya saja, melainkan pula harus memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap publik.
Perkembangan bisnis dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan salah satu nilai yang membawa perubahan mendasar yaitu konsep corporate social responsibility (CSR), atau tanggung jawab sosial. Tanggung jawab yang dimaksud adalah perusahaan meluaskan perannya lebih dari sekedar menggunakan sumber-sumber dayanya dan terlibat dalam aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keuntungan sesuai dengan aturan main.
Lebih luas dan mendasar, perusahaan harus berperilaku mengarah pada etika serta berkontribusi terhadap kehidupan yang layak bagi masyarakat, sehingga diharapkan perusahaan dapat meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif dari kehadiran CSR (Kiroyan, 2006).
Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu :
- Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin;
- Posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya;
- Makin mengemukanya arti kesinambungan;
- Makin gencar sorotan kritis dan resistensi publik, bahkan bersifat anti perusahaan.
- Tren ke arah transparansi;
- Harapan terwujudnya kehidupan lebih baik dan manusiawi pada era millennium baru.
Sejarah CSR
Istilah CSR memang baru digunakan secara luas pada tahun 1960-an namun hakikat CSR mungkin adalah sama tuanya dengan bisnis itu sendiri, dan bahkan di beberapa masyarakat tertentu, seseorang tidak dapat melakukan bisnis tanpa bertanggung jawab secara sosial. Ada banyak ulasan mengenai sejarah CSR, antara lain adalah oleh J.J. Asongu yang membagi periode sejarah keberadaan konsep CSR menjadi 2 bagian, yaitu sebelum tahun 1900 dan sesudah tahun 1900.
Pada periode sebelum tahun 1900, J.J Asongu menelusuri sampai pada sekitar tahun 1700 SM pada masa pemerintahan Raja Hammurabbi di Kerajaan Mesopotamia kuno yang diketahui telah mengeluarkan sebuah peraturan yang memberikan ancaman hukuman mati terhadap para pembangun, pengurus penginapan dan petani apabila karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain, atau menyebabkan ketidaknyamanan yang sangat mengganggu bagi pihak lain.
Sejarah juga mencatat bagaimana pada tahun 1622 para pemegang saham dari Dutch East India Company mengeluarkan pamflet-pamflet yang berisikan keluhan mereka atas sikap pihak manajemen yang tidak transparan dan malah memperkaya diri sendiri. Setelah tahun 1900, khususnya pada awal tahun 1920-an, menurut J.J. Asongu, diskusi-diskusi mengenai tanggung jawab sosial dari suatu organisasi bisnis telah berkembang ke tahap gerakan CSR ‘modern’.
Tim Barnett menguraikan sejarah hadirnya konsep CSR dengan merujuk pada masa ketika Adam Smith memberikan pandangannya mengenai pentingnya interaksi yang bebas antara para pihak yang melakukan bisnis. Pandangan ini masih menjadi dasar dari ekonomi pasar bebas hingga sekitar 200 tahun yang lalu. Namun bagaimana pun juga, bahkan Smith melihat bahwa pasar bebas tidak selalu berjalan dengan baik dan bahwa para pelaku pasar bebas harus berlaku jujur dan adil terhadap satu dengan yang lainnya apabila kondisi atau tujuan ideal dari pasar bebas hendak dicapai.
Satu abad setelah masa Adam Smith, Revolusi Industri memberikan kontribusi besar dalam terjadinya suatu perubahan yang radikal, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat. Banyak yang menganut paham ‘social Darwinism’ , yaitu pemahaman bahwa seleksi alam dan ‘survival of the fittest’ adalah berlaku juga untuk dunia bisnis. Akibatnya, diberlakukanlah strategi kompetisi bisnis yang brutal dan tidak peduli terhadap karyawan, komunitas dan masyarakat luas.
Meski ada pengusaha-pengusaha yang memberikan banyak sumbangan, namun itu adalah sebagai pribadi dan bukan atas nama perusahaan. Perusahaan-perusahaan saat itu malah mempraktekkan suatu metode yang sangat eksploitatif terhadap para pekerjanya.
Sekitar permulaan abad ke-20, reaksi keras terhadap perusahaan-perusahaan besar mulai mendapatkan momentumnya. Usaha-usaha besar dikritik terlalu berkuasa dan telah mempraktikkan bisnis yang antisosial dan anti persaingan. Maka muncullah peraturan seperti Sherman Antitrust Act yang bertujuan mengontrol perusahan-perusahaan besar dan melindungi pekerja, konsumen, dan masyarakat luas.
Juga semakin banyak yang menyuarakan dan meminta kepedulian yang lebih besar terhadap kelas pekerja dan orang miskin. Gerakan buruh juga meminta pelaku bisnis untuk memiliki kepedulian sosial yang lebih besar. Antara tahun 1900 dan 1960 dunia bisnis secara perlahan-lahan mulai menerima tanggung jawab tambahan selain semata-mata mendapatkan laba dan menaati hukum.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, gerakan hak-hak masyarakat dan para aktivis lingkungan mempengaruhi harapan-harapan masyarakat dari dunia bisnis. Berdasarkan asumsi umum bahwa mereka yang memiliki kekuasaan yang besar juga memiliki tanggung jawab yang besar, maka banyak yang menyuarakan agar dunia bisnis menjadi lebih proaktif dalam menghentikan aktifitas-aktifitas yang mengakibatkan terjadinya masalah sosial dan mulai berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial.
Wacana mengenai konsep ini terus berkembang sampai KTT Bumi pada tahun 1992 di Rio menegaskan konsep sustainability development (pembangunan berkelanjutan) yang tidak hanya menjadi tanggung jawab Negara, namun terlebih lagi perusahaan yang kekuasaannya makin menggurita. Hasil KTT Bumi di atas makin dipertegas melalui riset yang dilakukan oleh James Colins dan Jerry Porras, ditunjukan bahwa perusahaan-perusahaan yang bertahan lama bukanlah perusahaan yang hanya mengejar profit semata.
Selanjutnya, pertemuan di Johannesburg pada tahun 2002 yang dihadiri oleh para pemimpin dunia memunculkan konsep social responsibility, yang mengikuti dua konsep yang telah muncul sebelumnya yaitu economic dan environmental sustainability yang kemudian menjadi dasar bagi perusahaan di atas dalam melakukan tanggung jawab sosialnya (CSR).
Terakhir pada pertengahan tahun 2007 yang lalu, pada UN Global Compact yang dibuka oleh SekJen PBB, pertemuan tersebut meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan prilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Hingga saat ini, konsep corporate social responsibility telah menjadi paham yang diterima secara umum untuk diterapkan oleh dunia usaha.
Konsep CSR
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas The World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Definisi yang diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya.
Dari definisi ini kita melihat pentingnya ‘sustainability’ (berkesinambungan / berkelanjutan), yaitu dilakukan secara terus menerus untuk efek jangka panjang dan bukan hanya dilakukan sekali-sekali saja. Konsep CSR memang sangat berkaitan erat dengan konsep sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan).
Konsep CSR dengan demikian memiliki arti bahwa selain memiliki tanggung jawab untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang saham dan untuk menjalankan bisnisnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku, suatu perusahaan juga memiliki tanggung jawab moral, etika, dan filantropik. Pandangan tradisional mengenai perusahaan melihat bahwa tanggung jawab utama (jika bukan satu-satunya) perusahaan adalah semata-mata terhadap pemiliknya, atau para pemegang saham.
Adanya konsep CSR mewajibkan perusahaan untuk memiliki. pandangan yang lebih luas yaitu bahwa perusahaan juga memiliki tanggung jawab terhadap pihak-pihak lain seperti karyawan, supplier, konsumen, komunitas setempat, masyarakat secara luas, pemerintah, dan kelompok – kelompok lainnya. Dalam hal ini, jika sebelumnya pijakan tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada sisi finansial saja (single bottom line), kini dikenal konsep ‘triple bottom line’, yaitu bahwa tanggung jawab perusahaan berpijak pada 3 dasar, yaitu : finansial, sosial dan lingkungan atau yang juga dikenal dengan 3P (profit, people, planet).
Ciri-Ciri CSR
Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri csr, terdiri atas:
- CSR harus merupakan kegiatan yang melebihi kepatuhan kepada hukum dan peraturan yang berlaku.
- CSR harus bisa menciptakan dampak jangka panjang bagi perusahaan dan masyarakat.
- CSR harus mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan pemangku-kepentingan di dalam dan di luar perusahaan.
- CSR harus mengandung sistem govermance yang baik, diantaranya memiliki transparasi dan akuntabilitas.
- CSR sebaiknya mengikuti panduan ISO 26000.
Fungsi CSR
Berikut ini terdapat beberapa fungsi csr, terdiri atas:
1. Sosial Licence to Operate (Izin Sosial untuk Beroprasi)
Bagi perusahaan, masyarakat yaitu salah satu faktor yang menciptakan perusahaan bergerak atau malah sebaliknya. Dengan adanya CSR, masyarakat sekitar akan mendapat manfaat dari adanya perusahaan dilingkungan mereka maka dengan sendirinya masyarakat akan merasa diuntungkan dan usang kelamaan akan merasa mempunyai perusahaan. Jika sudah menyerupai itu perusahaan akan lebih leluasa untuk menjalankan kegiatan usahanya di kawasan tersebut.
2. Mereduksi Risiko Bisnis Perusahaan
CSR akan menciptakan relasi antara perusahaan dengan pihak-pihak yang terlibat menjadi semakin baik, sehingga risiko-risiko bisnis menyerupai adanya kerusuhan menentang berdirinya perusahaan sanggup berkurang. Jika menyerupai itu maka biaya-biaya pengalihan risiko sanggup dipakai untuk sesuatu yang lebih bermanfaat bagi perusahaan maupun masyarakat.
3. Melebarkan Akses Sumber Daya
Corporate Social Responsibility (CSR) jikalau dikelola dengan baik akan menjadi sebuah keunggulan bersaing bagi perusahaan yang nantinya sanggup membantu perusahaan dalam memuluskan jalan untuk mendapat sumber daya yang diperlukan perusahaan.
4. Melebarkan Akses Menuju Market
Seluruh investasi serta biaya yang dikeluarkan untuk acara CSR bekerjsama sanggup menjadi sebuah peluang bagi perusahaan untuk mendapat market yang lebih besar. Termasuk juga di dalamnya sanggup membangun loyalitas konsumen serta menembus pangsa pasar baru. Hal ini dikarnakan acara CSR sanggup menciptakan nama perusahaan menjadi lebih populer dan dikagumi oleh masyarakat.
5. Mereduksi Biaya
Program CSR juga sanggup menghemat biaya perusahaan menyerupai contohnya melaksanakan acara CSR yang berkaitan dengan lingkungan dengan menerapkan konsep daur ulang dalam perusahaan, sehingga limah perusahaan akan berkurang dan biaya untuk produksi juga akan lebih berkurang.
6. Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder
Pelaksanaan acara Corporate Social Responsibility (CSR) sanggup membantu komunikasi dengan stakeholder menjadi lebih sering dan erat, dimana hal tersebut akan menambah kepercayaan stakeholders kepada perusahaan.
7. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator
Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility pada umumnya akan turut meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Dimana pemerintahlah yang bekerjsama mampunyai bertanggung jawab yang besar terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakatnya.
8. Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan
Reputasi perusahaan yang baik dan kontribusi besar yang diberikan perusahaan kepada stakeholders, masyarakat dan lingkungan, akan menambah kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja di perusahaan dimana hal tersebut sanggup berdampak pada peningkatkan motivasi dan produktivitas kerja karyawan.
9. Peluang Mendapatkan Penghargaan
Perusahaan yang menawarkan kontribusi yang besar bagi masyarakat dan lingkungan melalui acara corporate social responsibility akan berpeluang untuk mendapat kesempatan mendapat penghargaan. Tentu sebuah penghargaan akan menjadi pujian tersendiri bagi perusahaan.
Manfaat CSR
Berikut ini terdapat beberapa manfaat csr, terdiri atas:
1. Manfaat Bagi Masyarakat
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat, ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia (Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSR meliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial.
Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten.
Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.
Intinya manfaat CSR bagi masyarakat yaitu dapat mengembangkan diri dan usahanya sehingga sasaran untuk mencapai kesejahteraan tercapai.
2. Manfaat Bagi Perusahaan
Terdiri atas:
- Meningkatkan Citra Perusahaan
Dengan melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat lebih mengenal perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik bagi masyarakat.
- Memperkuat “Brand” Perusahaan
Melalui kegiatan memberikan product knowledge kepada konsumen dengan cara membagikan produk secara gratis, dapat menimbulkan kesadaran konsumen akan keberadaan produk perusahaan sehingga dapat meningkatkan posisi brand perusahaan.
- Mengembangkan Kerja Sama dengan Para Pemangku Kepentingan
Dalam melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal. Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku kepentingan tersebut.
- Membedakan Perusahaan dengan Pesaingnya
Jika CSR dilakukan sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang sama.
- Menghasilkan Inovasi dan Pembelajaran untuk Meningkatkan Pengaruh Perusahaan
Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global.
Contoh CSR
Program tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate sosial responsibility(CSR) perlu pula menyentuh pengembangan teknologi. Hal ini diharapkan mampu mendorong kerja sama yang lebih intensif lagi antara peneliti, swasta dan akhirnya menciptakan produk-produk karya anak bangsa.
Disadari, untuk menjadikan produk-produk hasil karya anak bangsa di negerinya sendiri memang tidak mudah. Muncul beragam wacana untuk mendongkraknya. Selain wacana pemberian insentif bagi perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan, juga muncul ide agar perusahaan juga mengalokasikan CSR-nya untuk pengembangan teknologi.
Kepala Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto mengatakan jika selama ini CSR lebih banyak untuk kegiatan sosial, CSR BUMN atau perusahaan swasta juga bisa ditujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
CSR tersebut tentunya untuk kepentingan mereka sendiri. CSR ini akan menumbuhkan industri-industri baru yang menggembangkan hasil penelitian anak bangsa.
Bambang berharap partisipasi pihak swasta untuk membiayai pengembangan teknologi yang dihasilkan oleh anak-anak bangsa. Sebab menurutnya, banyak hasil penelitian yang tidur atau tidak dikembangkan lebih lanjut. Diakuinya, untuk menjadikan sebuah hasil penelitian menjadi mass product atau diproduksi massal membutuhkan partner, karena pengembangannya membutuhkan dana yang besar. Ia melanjutkan, LIPI pada 2014 akan terus meningkatkan inovasi baru dan melanjutkan inovasi 2013 lalu. “Tahun 2014 LIPI menggagas mass product nanomaterial untuk bahan cat,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bambang menyatakan saat ini LIPI sudah punya 10 paten dari penerapan nanoteknologi. Sedangkan material-material yang sudah terbentuk dari nanoteknologi sudah ada 25 jenis. “Pengembangan nanoteknologi tetap konsisten, LIPI terus mendanainya setiap tahun. Dari semua ilmu pengetahuan LIPI mulai dari fisika, kimia, studi material, dan metatronika, semua akan kita gabung untuk tetap memiliki program yang kompetitif mengenai penciptaan material yang berdasar pada nanoteknologi,” paparnya.
Setiap tahun, lanjut Bambang, LIPI telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 miliar untuk pengembangan nanoteknologi. Dana itu memang sangat kecil, tapi akan tetap berusaha memaksimalkan mengembangkan teknologi ini. “Kami sebagai peneliti berharap untuk mengembangkan nanoteknologi sampai bisa diaplikasikan ke industri-industri,” ucapnya.
Saat ini nanoteknologi banyak digunakan pada produk herbal dan pabrik cat. LIPI pun bekerja sama dengan PT Sigma mengembangkan dan menciptakan cat yang anti karat dari penggunaan nanoteknologi. Ia menekankan penelitian LIPI tidak hanya berhenti sampai dipaten, LIPI juga mencoba mengaplikasikan nanoteknologi sampai ke industri.
Demikianlah pembahasan mengenai Merchandise adalah – Pengertian, Fungsi, Tujuan, Manfaat, Jenis & Contoh semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂
Baca Juga :