Otonomi Daerah

Diposting pada

Otonomi Daerah – Hakikat, Tujuan, Prinsip, Asas & Dasar Hukum – Untuk pembahasan kali ini kami akan mengulas mengenai Otonomi Daerah yang dimana dalam hal ini meliputi hakikat, tujuan, prinsip, asas dan dasar hukum, nah agar dapat lebih memahami dan dimengerti simak ulasan selengkapnya dibawah ini.

Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengelola urusan dan kepentingan masyarakat daerah sendiri sesuai dengan undang-undang yang telah di buat. Otonomi daerah juga diadakan untuk daerah itu sendiri dan juga untuk kepentingan daerah itu sendiri.


Pengertian “otonom” secara bahasa adalah “berdiri sendiri” atau “dengan pemerintahan sendiri”. Sedangkan “daerah” adalah suatu “wilayah” atau “lingkungan pemerintah”. Dengan demikian pengertian secara istilah “otonomi daerah” adalah “wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri.”


Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Pengertian Dan Sejarah Masyarakat Madani Menurut Para Ahli


Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian otonomi daerah, macam-macam pendapat para ahli tersebut ialah sebagai berikut:


  1. Menurut F. Sugeng Istianto

Otonomi daerah adalah hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.


  1. Menurut Ateng Syarifuddin

Otonomi daerah adalah kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan.


  1. Menurut Syarif Saleh

Otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat.


  1. Menurut Benyamin Hoesein

Otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.


  1. Menurut Philip Mahwood

Otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda.


  1. Menurut Mariun

Otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang memungkinkan mereka untuk membuat inisiatif sendiri dalam rangka mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan kebebasan untuk dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.


  1. Menurut Vincent Lemius

Otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administasi sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah namun apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut senantiasa harus disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.


  1. Menurut UU No. 32 Tahun 2004

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Contoh HAK : Macam, Pengertian Umum dan Menurut Para Ahli


  1. Menurut Kamus Hukum Dan Glosarium

Otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


  1. Menurut Encyclopedia Of Social Scince

Otonomi daerah adalah hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya.


  1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya.


Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat it. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini :


  • UU No. 1 tahun 1945

Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.


  • UU No. 22 tahun 1948

Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat.


  • UU No. 1 tahun 1957

Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.


  • Penetapan Presiden No.6 tahun 1959

Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.


  • UU No. 18 tahun 1965

Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja.


  • UU No. 5 tahun 1974

Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Sejarah Gerakan 30 September (G 30 S PKI) Menurut Sejarawan


Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.


  • UU No. 22 tahun 1999

Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.


Hakikat Otonomi Daerah

Berdasarkan pengertian-pengertian otonomi daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat otonomi daerah ialah sebagai berikut:

  • Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri, baik, jumlah, macam, maupun bentuk pelayanan masyarakat yang sesuai kebutuhan daerah masing-masing.
  • Daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, baik kewenangan mengatur maupun mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Tujuan Otonomi Daerah

Maksud dan tujuan otonomi daerah ialah sebagai berikut:

  • Supaya tidak terjadi pemusatan dalam kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat sehingga jalannya pemerintahan dan pembangunan berjalan lancar.
  • Supaya pemerintah tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi daerah pun dapat diberi hak untuk mengurus sendiri kebutuhannya.
  • Supaya kepentingan umum suatu daerah dapat diurus lebih baik dengan memperhatikan sifat dan keadaan daerah yang mempunyai kekhususan sendiri.

Asas Otonomi Daerah

Pedoman pemerintahan diatur dalam pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004, penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang teradiri atas sebagai berikut:

  1. Asas kepastian hukum ialah asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
  2. Asas tertip penyelenggara ialah asas menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
  3. Asas kepentingan umum ialah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
  4. Asas keterbukaan ialah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informas yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
  5. Asas proporsinalitas ialah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  6. Asas profesionalitas ialah asas yang mengutamakan keadilan yang berlandasan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  7. Asas akuntabilitas ialah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  8. Asas efisiensi dan efektifitas ialah asas yang menjamin terselenggaranya kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya tersedia secara optimal dan bertanggung jawab “efisiensi = ketepatgunaan, kedayagunaan, efektivitas = berhasil guna”.
    Adapun penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan tiga asas antara lain sebagai berikut:
  9. Asas desentralisasi ialah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI.
  10. Asas dekosentrasi ialah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat daerah.
  11. Asas tugas pembantuan ialah penugasan dari pemerintahan kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan :  Contoh Kewajiban Pengertian, Perbedaan, Karateristik dan Jenis


Manfaat Otonomi Daerah

Adapun manfaat-manfaat yang diberlakukannya otonomi daerah yang diantaranya yaitu:

  • Otonomi daerah dapat dilaksanakan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Oleh karenanya diharapkan otonomi daerah dapat menjadi media agar rakyat mampu menyalurkan partisipasinya dalam mewujudkan kesejahteraan daerah.
  • Memangkas prosedur birokasi yang rumit dan sangat terstruktur dari pemerintah pusat.
  • Penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih efisien sebab para pejabat pemerintah pusat tidak lagi diwajibkan untuk turun ke daerah tiap bulannya untuk memantau jalannya pemerintahan di daerah.
  • Pemerintah pusat dapat memantau kegiatan yang dilakukan para pejabat di daerah yang kurang menunjukkan keseriusannya sebagai wakil pemerintah di daerah.
  • Kewajiban pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan daerah menjadi lebih ringan sebab kewajiban tersebut sudah dilimpahkan pada pemerintah daerah.

Dasar Hukum Otonomi Daerah

Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni :

  1. Undang-undang Dasar Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.

  2. Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  3. Undang-Undang
    Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.


Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah

Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

  1. Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
  3. Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
  4. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : 15 Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


Prinsip Otonomi Daerah

Berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut :

  1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
  2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
  3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi Terbatas.
  4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
  5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
  6. Kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan Otorita, Kawasan Pelabuhan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom.
  7. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
  8. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
  9. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Daftar Pustaka:

  1. Akbar, Rusdi, 2007, “Indikator Kinerja dengan Model Matriks Kinerja”, dipresentasikan dalam Pelatihan Pengelolaan Keuangan Daerah, World Bank Institute, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (PPE-FEUGM), dan Politik Lokal dan Otonomi Daerah (PLOD), Yogyakarta, 26-27 Januari.
  2. Asian Development Bank, 2005, “Capacity Building to Support Decentralization in Indonesia”, Technical Assistance Performance Evaluation Report.
  3. Benu, Fredrik, 2006, “Anggaran Berbasis Kinerja”, dipresentasikan dalam Financial Management Training in Indonesia, Balikpapan, Departemen Keuangan RI, Bundesministerium für wirtschaftliche Zusammenarbeit und Entwicklung, GTZ, InWEnt, dan PPE-FE-UGM.
  4. Campos, Jose Edgardo dan Joel S. Hellman, 2005, “Governance Gone Local: Does Decentalization Improve Accountability?”, East Asia Decentralized, Bank Dunia, Washington D.C.
  5. Departemen Keuangan RI, 2006, Penjelasan Umum tentang Standar Biaya Tahun 2007, Disampaikan dalam Sosialisasi Standar Biaya Tahun 2007 kepada Unit Eselon I Kementerian/Lembaga, Jakarta, 2 November.
  6. Kadjatmiko, 2006, Local Fiscal Policy”, Budget Performance: Capacity Building for Effective Public Finance, Departemen Keuangan RI, Bundesministerium für wirtschaftliche Zusammenarbeit und Entwicklung, GTZ, InWEnt, dan PPE-FE-UGM.
  7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.
  8. Kristiadi, J.B., 2006, Preface”, Budget Performance: Capacity Building for Effective Public Finance, Departemen Keuangan RI, Bundesministerium für wirtschaftliche Zusammenarbeit und Entwicklung, GTZ, InWEnt, dan PPE-FE-UGM.
  9. Pakpahan, Arlen T., 2006, “Local Financial and Business Climate”, Budget Accountability, Reporting, and Auditing, Departemen Keuangan RI, Bundesministerium für wirtschaftliche Zusammenarbeit und Entwicklung, GTZ, InWEnt, dan PPE-FE-UGM, 8-11 Mei 2006, Yogyakarta.
  10. Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Universitas Gadjah Mada, 2005, “Strengthening Core Local Government Competencies”, Modul Pelatihan.
  11. Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Universitas Gadjah Mada, 2006, “District and Provincial Economic Development Training”, Modul Pelatihan.
  12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
  13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK. 02/2006 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2007
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
  15. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
  16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
  17. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Penyusunan dan Penerapan Standar
  18. Pelayanan Minimal

Demikianlah pembahasan mengenai Otonomi Daerah – Hakikat, Tujuan, Prinsip, Asas & Dasar Hukum semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂