Pahlawan Nasional

Pahlawan – Pahlawan Nasional

Pahlawan Nasional adalah gelar penghargaan tingkat tertinggi di Indonesia. Gelar anumerta ini diberikan oleh Pemerintahan Indonesia atas tindakan yang dianggap heroik – didefinisikan sebagai “perbuatan nyata yang dapat dikenang dan diteladani sepanjang masa bagi warga masyarakat lainnya” – atau “berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara”

Pahlawan Nasional

Drs. H. Mohammad Hatta

  • Nama Saat Lahir : Muhammad Athar
  • Tempat Lahir : Kota Bukittinggi, Sumatera Barat
  • Tanggal Lahir : 12 Agustus 1902
  • Wafat : 14 Maret 1980 ( umur 77 ) di Jakarta
  • Agama : Islam

Bung Hatta merupakan nama yang populer untuk dirinya. Beliau adalah Wakil Presiden Indonesia pertama. Selain itu beliau merupakan negarawan, pejuang dan ekonom.Bung Hatta pun merupakan seseorang yang memiliki peranan penting dalam kemerdekan Indonesia dari penjajah Belanda saat itu. Dan juga sebagai proklamator pada tanggal 17 Agustus 1945.Selama hidupnya ia pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet RIS, Hatta I dan Hatta II. Setelah itu ia memilih untuk mundur sebagai Wakil Presiden Indonesia pada tahun 1956. Alasannya karena berselisih pendapat dengan Presiden Soekarno.


Bung Hatta pun terkenal dengan sebutan Bapak Koperasi Indonesia.Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya terhadap Bangsa Indonesia. Nama beliau dicantumkan sebagai nama bandar udara internasional yang terletak di Tangerang Banten yaitu Bandar Udara Soekarno Hatta.Selain itu nama beliau juga dijadikan nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Harlem yang terletak di Negara Belanda.Sekitar tahun 1980, beliau wafat dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Semenjak itu Bung Hatta ditetapkan sebagai pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 yang tercantum pada Keppres Nomor 081/TK/1986.


Dr. Ir. H. Soekarno

  • Nama Kelahiran : Kusno Sosrodiharjo
  • Tanggal Lahir : 6 Juni 1901
  • Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur
  • Wafat : 21 Juni 1970 ( umur 69 ) di Jakarta
  • Agama : Islam

Bung Karno merupakan Presiden Indonesia Pertama yang menjabat pada periode 1945 sampai 1966. Dan beliau itu memegang peranan penting dalam kemerdakaan Bangsa Indonesia. Beliau juga merupakan Proklamator Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.Bung Karno adalah orang yang pertama sebagai pencetus konsep Pancasila yang sekarang menjadi dasar negara Indonesia. Dan beliau pun yang menamainya dengan nama Pancasila. Beliau wafat dan dimakamkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970.


Ki Hadjar Dewantara

 

  • Nama Kelahiran : Ki Hadjar Dewantara
  • Tanggal Lahir : 2 Mei 1889
  • Tempat Lahir : Pakualaman, Yogyakarta
  • Wafat : 26 April 1959 ( umur 69 tahun ) di Yogyakarta
  • Agama : Islam

Beliau merupakan pelopor pendidikan, politisi dan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ki Hadjar Dewantara juga merupakan pendiri suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan untuk para pribumi jelata dalam menuntut ilmu seperti halnya priyayi ataupun orang-orang Belanda lainnya.Hari Pendidikan Nasional ditetapkan sesuai dengan tanggal kelahiran beliau untuk menghormati jasa-jasanya. Salah satu semboyan Ki Hadjar Dewantara pun dijadikan slogan untuk Kementrian Pendidikan Nasional Indonesia.


Dewi Sartika

  • Nama Kelahiran : Raden Dewi Sartika
  • Tanggal Lahir : 4 Desemeber 1884
  • Tempat Lahir : Cicalengka, Bandung, Jawa Barat
  • Wafat : 11 Septembet 1947 ( umur 62 ) di Tasikmalaya, Jawa Barat

Ketika anak-anak beliau selalu memainkan peran sebagai seorang guru dengan teman-temannya setelah sekolah. Sepeninggalan ayahnya yang sudah meninggal. Beliau tinggal bersama pamannya. Saat itu beliau mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan budaya sunda. Sekitar tahun 1899, Dewi Sartika pindah ke kota Bandung. Dan pada tanggal 16 Januari 1904, beliau mendirikan sekolah yang diberi nama Sekolah Isteri di darah Pendopo Kabupaten Bandung. Setelah itu sekolah yang didirikannya itu berkembang menjadi 9 sekolah yang tersebar di seluruh Jawa Barat. Dan kemudian semakin berkembang menjadi satu sekolah di setiap kota maupun kabupaten pada tahun 1920. Kemudian pada bulan September 1929 berubah nama menjadi Sekolah Raden Dewi.


Thomas Matulessy Pattimura

 

  • Nama Populer : Pattimura
  • Tanggal Kelahiran : 08 Juni 1783
  • Tempat Kelahiran : Saparua, Maluku
  • Wafat : 16 Desember 1817 di Ambon, Maluku

Kapitan Pattimura merupakan pahlawan nasional yang berasal dari Maluku. Beliau pernah menjadi sersan Militer Inggris. Dan beliau pun pernah melakukan perlawanan terhadap VOC Belanda.Tahun 1816, Inggris memberikan kekuasaan terhadap Belanda. Setelah itu pihak Belanda melakukan kebijakan pajak atas tanah atau landrente, pemindahakan penduduk, pelayaran Hongi atau Hongi Tochten dan poltik monopoli.


Tahun 1817, rakyat maluku mengangkat senjata untuk bangkit melawan Belanda yang dipimpin langsung oleh Kapitan Pattimura. Maka pada saat itu terjadilah peperangan dengan penjajah Belanda.Sebagai panglima, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Dan juga berhasil mempersatukan Raja-raja Patihserta menggalang bantuan dari Kerajaan Jawa, Sulawesi, Bali, Tidore dan Ternate. Pertempuran itu pun berhasil menghancurkan pasukan penjajah Belanda.

 


Pangeran Diponegoro

 

  • Nama Asli : B.R.M Antawirya
  • Tanggal Lahir : 11 November 1785
  • Tempat Lahir : Ngayogyakarta Hadiningrat
  • Wafat : 8 Januari 1855 ( umur 69 tahun ) di Makassar, Sulawesi Selatan

Perang Diponegoro itu berawal dari pihak Belanda yang mematok tanah milik Diponegoro yang terletak di desa Tegalrejo. Ketika itu Pangeran Diponegoro sudah merasa muak atas kelakuan belanda yang tidak menghargai adat istiadat dan juga mengeksploitasi rakyat dengan beban pajak.Akhirnya Pangeran Diponegoro menentukan sikap untuk menentang Belanda secara terbuka.


Dan banyak dukungan yang dari rakyat terhadap beliau. Perang yang dibawanya ketika itu adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir.Selama perang sabil Belanda mengalami kerugian yang sangat besar. Berbagai cara Belanda upayakan untuk menangkap menangkap Pangeran Diponegoro. Bahkan sampai melakukan sayembara untuk mendapatkan Pangeran Diponegoro.


Tuanku Imam Bonjol

 

  • Nama Asli : Muhammad Shahab
  • Tahun Lahir : 1772, Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat
  • Wafat : 6 November 1864 di Minahasa
  • Agama : Islam

Tuanku Imam Bonjol terkenal dalam perang Padri ketika melawan penjajah Belanda. Perang Padri merupakan salah satu perang terlama karena berlangsung dari tahun 1803 sampai 1838. Perang tersebut melibatkan sesama orang Batak atau Mandailing dan orang Minang.Perang ini penyebabnya yaitu kaum Padri yang didominasi kaum ulama ingin menerapkan syariat islam.


Namun kaum yang memegang adat istiadat masih berpegang teguh dengan pendiriannya. Sehingga terjadinya perpecahan antar saudara.Kaum adat yang sudah terdesak meminta bantuan Belanda. Ikut campurnya Belanda dalam perang saudara ini membuat situasi semakin kacau. Walaupun Belanda ikut campur dalam perang Padri, tetapi pihak Belanda cukup kesulitan melawan Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol.


Dan pada akhirnya Kaum Adat dan Kaum Padri bersatu melawan Belanda. Karena campur tangannya Belanda dalam perang ini malah menambah kesengsaran masyarakat Minangkabau.Belanda yang tidak menyerah dalam perang ini melakukan pengepungan dan penyerangan ke Benteng Kaum Padri. Penyerangan dan pengepungan itu dilakukan selama 6 bulan.Akhirnya pada tanggal 16 Agustus 1837, Benteng Kaum Padri dapat ditembus setelah sekian lamanya. Tuan Imam Bonjol yang ditangkap oleh Belanda dan kemudian diasingkan ke Cianjur. Selanjutnya dibawa ke Ambon, dipindahkan kembali di Lotak, Minahasa, dekat Manado.


Cut Nyak Dhien

 

  • Nama Asli : Cut Nyak Dhien
  • Tahun Lahir : 1848
  • Tempat Lahir : Lampadang, Aceh
  • Wafat : 6 November 1908 di Sumedang, Jawa Barat
  • Agama : Islam

Cut Nyak Dhien merupakan seorang pahlawan wanita yang berasa dari Aceh yang melawan penjajah Belanda ketika masa Perang Aceh. Pada saati itu suaminya Ibrahim Lamnga meninggal di medang perang sekitar tanggal 29 Juni 1878. Sehingga Cut Nyak Dhien bersumpah untuk menghancurkan Belanda.Teukur Umar yang merupakah salah satu tokoh dari Aceh yang melawan Belanda itu melamar Cut Nyak Dhien. Awalnya Cut Nyak Dhien menolak, akan tetapi Teuku Umar tidak melarang ia untuk pergi perang. Sehingga lamarannya diterima oleh Cut Nyak Dhien.Setelah pernikahannya dan dikarunai anak yang diberi nama Cut Gambang.


Mereka bertempur bersama melawan penjajah Belanda. Tetapi, Teuku Umar gugur di medan perang saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899.Sehingga Cut Nyak Dhien harus berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh dengan pasukan yang terbilang cukup kecil. Saat itu ia sudah tua dan mempunyai berbagai penyakit seperti rabun dan encok.Salah satu dari pasukannya melaporkan keberadaannya karena merasa iba dengan keadaannya. Dan akhirnya ia ditangkap dan dirawat sampai membaik. Karena ia masih berkomunikasi dengan par pejuang Aceh. Berakibat diasingkannya beliau ke Sumedang.


Pangeran Antasari

 

  • Nama Asli : Gusti Inu Kartapati
  • Tahun Lahir : 1797
  • Tempat Lahir : Kesultanan Banjar
  • Wafat : 11 Oktober 1862 di Bayan Begok ( Umur 53 tahun )

Pangeran Antasari merupakan seorang Sultan Banjar. Beliau dinobatkan sebagai pemimpin tertinggi di Kesultanan Banjar. Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin adalah gelar yang diberikan kepada Pangeran Antasari.Pangeran Antasari terkenal dalam Perang Banjar. Perang ini terjadi saat Pangeran Antasari bersama 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara yang dimiliki oleh Belanda di daerah Pengaron pada tanggal 25 April 1859.Kemudian peperangan demi peperangan dipimpin oleh Pangeran Antasari di seluruh Wilayah Kerajaan Banjar.


Pasukan Belanda yang dibantu Batavia dan persenjataan Modern berhasil mendesak pasukan Pangeran Antasari.Pangeran Antasari pun memindahkan benteng pertahanannya. Banyak cara yang dilakukan oleh pihak Belanda untuk merayu Pangeran Antasari agar menyerah. Namun Pangeran Antasari masih tetap kepada pendiriannya.Menjelang wafatnya, beliau terkena penyakit cacar dan paru-paru akibat peperangan di bawah kaki Bukit Bagantung. Akhirnya perjuangannya diteruskan oleh anaknya yaitu Muhammad Seman.


Teuku Umar

 

  • Nama Asli : Teuku Umar
  • Tahun Lahir : 1854
  • Tempat Lahir : Meulaboh, Aceh
  • Wafat : 1899 ( sekitar umur 44-45 tahun ) di Meulaboh, Kesultanan Aceh
  • Agama : Islam

Dalam perjuangannya Teuku Umar berpura-pura berkerjasama dengan Belanda. Strategi ini beliau lakukan untuk bisa mendapatkan senjata dari pihak Belanda. Tahun 1883 Belanda melakukan perdamaian dengan pasukan Teuku Umar.Lain halnya dengan Belanda yang bermaksud mengangkat Teuku Umar masuk dinas militer untuk merebut hari rakyat Aceh. Agar meyakinkan Belanda, Teuku Umar melakukan penyerangan terhadap pos-pos pertahanan Aceh.Setelah mendapatkan senjata dan uang yang cukup banyak. Teuku Umar kembali berpihak untuk bersama melawan penjajah Belanda.


Dan beliau pun mengajak seluruh Uleebalang untuk memerangi Belanda. Pada tahun 1896 perang Aceh di bawah komando Teuku Umar. Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapatkan informasi dari mata-matanya tentang keberadaan Teuku Umar di Meulaboh dan dengan cepat dia menaruh pasukan yang cukup kuat di Meulaboh untuk melawan Teuku Umar.Ketika pasukan Teuku Umar datang di Meulaboh. Betapa kagetnya, ternyata sudah ada pasukan Belanda yang telah mencegat. Saat itu posisi pasukan tidak menguntungkan. Sehingga pilihan satu-satunya adalah berperang melawan Belanda. Dan pada akhirnya Teuku Umar gugur setelah tertembak peluru yang menembus dadanya.


Bung Tomo

 

  • Nama Asli : Sutomo
  • Tahun Lahir : 1920
  • Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur
  • Wafat : 1981 ( sekitar umur 61 tahun ) di Padang Arafah, Arab Saudi
  • Agama : Islam

(Lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920 – meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun). Sutomo adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah.


Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.dan batak Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.


Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto

 

  • Nama Kelahiran : Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto
  • Tempat Lahir : Ponorogo, Jawa Timur
  • Tanggal Lahir : 16 Agustus 1882
  • Wafat : 17 Desember 1934 ( umur 77 ) di Yogyakarta
  • Agama : Islam

(Lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun) bernama lengkap Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pahlawan nasional sekarang lebih dikenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto, lahir Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882. Ia merupakan seorang pemimpin salah satu organisasi yaitu Sarekat Islam (SI). Ia kemudian meninggal pada umur 52 tahun yaitu tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.


De Ongekroonde van Java atau “Raja Jawa Tanpa Mahkota” bernama Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di indonesia, berangkat dari pemikiran ialah yang melahirkan berbagai macam ideologi bangsa indonesia pada saat itu, rumah ia sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimbah ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka pernah berguru padanya, ia adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda, setelah ia meninggal lahirlah warna-warni pergerakan indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya, yakni kaum sosialis/komunis yang dianut oleh Semaoen, Muso, Alimin, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang islam merangkap sebagai sekretaris pribadi.


Namun, ketiga muridnya itu saling berselisih menurut paham masing-masing. Pengaruh kekuatan politik pada saat itu memungkinkan para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan hingga terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan Partai komunis Indonesia karena memproklamasikan “Republik Soviet Indonesia” yang dipimpin Muso dan dengan terpaksa presiden Soekarno mengirimkan pasukan elite TNI yakni Divisi Siliwangi yang mengakibatkan “abang” sapaan akrab Soekarno kepada Muso pemimpin Partai komunis pada saat itu tertembak mati 31 Oktober, dan dilanjutkan pemberontakan oleh Negara Islam Indonesia(NII) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati yang dijatuhkan oleh Soekarno kepada kawannya Kartosuwiryo pada 12 September 1962. Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua.


Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin. Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan. Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno.


Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah “jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator” perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya yaitu Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangung dan tertawa menyaksikannya.


Martha Christina Tiahahu

 

(lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.


Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya. Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua.


Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang. Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat.


Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.


Cut Nyak Dhien

 

(ejaan lama: Tjoet Nja’ Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.


Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.


Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.


dr. Tjipto Mangoenkoesoemo

 

(EYD: Cipto Mangunkusumo) (Pecangakan, Ambarawa, Semarang, 1886 – Jakarta, 8 Maret 1943) adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia dikenal sebagai “Tiga Serangkai” yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917.


Dokter Cipto menikah dengan seorang Indo pengusaha batik, sesama anggota organisasi Insulinde, bernama Marie Vogel pada tahun 1920. Berbeda dengan kedua rekannya dalam “Tiga Serangkai” yang kemudian mengambil jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi anggota Volksraad. Karena sikap radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan ke Banda. Ia wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa.


Sultan Hasanuddin

 

(lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepesebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Muhammad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin.


Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. == Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.


Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai

 

(lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 – meninggal di Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali. Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama “TOKRING” KOTOK GARING melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti “habis-habisan”, sedangkan Margarana berarti “Pertempuran di Marga”; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali)


Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa buku, seperti “Bergerilya Bersama Ngurah Rai” (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih “Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993”, buku “Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai” (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku “Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946” yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990). Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.


Jenderal Besar Raden Soedirman

 

(EYD: Sudirman; lahir 24 Januari 1916 – meninggal 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun) adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia secara luas terus dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi. Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah.


Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah; ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.


Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff.


Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati –yang turut disusun oleh Soedirman – dan kemudian Perjanjian Renville –yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.


Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Di saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu.


Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.


Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman. Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan gerilyanya ditetapkan sebagai sarana pengembangan esprit de corps bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100-kilometer (62 mil) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi Militer. Soedirman ditampilkan dalam uang kertas rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan menjadi nama sejumlah jalan, universitas, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.


Raden Mas Soewardi Soerjaningrat

 

(EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun; selanjutnya disingkat sebagai “Soewardi” atau “KHD”) adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.


Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).


Raden Adjeng Kartini

 

(lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.


Sisingamangaraja XII

 

(lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.


Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.


dr. Wahidin Sudirohusodo

 

(lahir di Mlati, Sleman, Yogyakarta, 7 Januari 1852 – meninggal di Yogyakarta, 26 Mei 1917 pada umur 65 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia. Namanya selalu dikaitkan dengan Budi Utomo karena walaupun ia bukan pendiri organisasi kebangkitan nasional itu, dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen Jakarta itu.


Untung Suropati

 

Untung Surapati (Bahasa Jawa: Untung Suropati) terlahir Surawiroaji, lahir di Bali, 1660 – meninggal dunia di Bangil, Jawa Timur, 5 Desember 1706 pada umur 45/46 tahun) adalah seorang tokoh dalam sejarah Nusantara yang dicatat dalam Babad Tanah Jawi. Kisahnya menjadi legendaris karena mengisahkan seorang anak rakyat jelata dan budak VOC yang menjadi seorang bangsawan dan Tumenggung (Bupati) Pasuruan.


Kisah Untung Surapati yang legendaris dan perjuangannya melawan kolonialisme VOC di Pulau Jawa membuatnya dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.


Demikian penjelasan artikel diatas tentang Pahlawan Nasional – Biografi, Nama, Pahlawan, Profil Dan Gambar semoga dapat bermanfaat bagi pembaca setia DosenPendidikan.Co.Id