Pantun adalah – Pengertian, Ciri, Syarat, Struktur, Kaidah, Jenis & Contoh – Untuk pembahasan kali ini kami akan mengulas mengenai Pantun yang dimana dalam hal ini meliputi pengertian, ciri, struktur, kaidah jenis dan contoh, nah agar lebih dapat memahami dan mengerti simak ulasan selengkapnya dibawah ini.
Pengertian Pantun
Pantun adalah sebuah karya yang tidak hanya mempunyai rima dan irama yang indah, namun juga mempunyai makna yang sangat penting. Pantun ini awalnya merupakan karya sastra Indonesia lama yang diungkapkan secara lisan, namun seiring berkembangnya zaman sekarang pantun mulai diungkapkan secara tertulis.
Pengertian lain dar pantun adalah karya yang dapat menghibur sekaligus mendidik dan menegur. Pantun merupakan ungkapan perasaan dan pikiran, karena ungkapan tersebut disusun dengan kata-kata hingga sedemikian rupa sehingga sangat menarik untuk didengar atau dibaca. Pantun menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri untuk mendidik dan menyampaikan hal yang sangat bermanfaat.
Pengertian Pantun Menurut Para Ahli
Berikut ini terdapat beberapa pengertian pantun menurut para ahli, terdiri atas:
-
Menurut Waluyo
Pantun adalah salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat.
-
Menurut Surana
Pantun adalah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4 larik sebait berima silang (a b a b).
-
Kamus Istilah Sastra
Pantun adalah Puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan baris kedua biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan sebagainya).
Baca Juga Artikel Lainnya: Contoh Teks Deskripsi
Sejarah Pantun
Pada mulanya pantun adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan (Fang, 1993: 195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-hikayat popular yang sezaman dan disisipkan dalam syair-syair seperti Syair Ken Tambuhan. Pantun dianggap sebagai bentuk karma dari kata Jawa Parik yang berarti pari, artinya paribahasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu.
Arti ini juga berdekatan dengan umpama atau seloka yang berasal dari India. Dr. R. Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari akar kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa Pampanga, tuntun yang berarti teratur, dalam bahasa Tagalog ada tonton yang berarti bercakap menurut aturan tertentu; dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang berarti benang atau atuntun yang berarti teratur dan matuntun yang berarti memimpin; dalam bahasa Toba pula ada kata pantun yang berarti kesopanan, kehormatan.
Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari bahasa daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan daun-daun untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan. Menurut kebiasaan orang Melayu di Sibolga dijumpainya kebiasaan seorang suami memberikan ikan belanak kepada istrinya, dengan harapan agar istrinya itu beranak.
Sedangkan R. J. Wilkinson dan R. O. Winsted dalam Hamidy (1983:69) menyatakan keberatan mengenai asal mula pantun seperti dugaan Ophuysen itu. Dalam bukunya “Malay Literature” pertama terbit tahun 1907, Wilkinson malah balik bertanya, ‘tidakkah hal itu harus dianggap sebaliknya?’. Jadi bukan pantun yang berasal dari bahasa daun-daun, tetapi bahasa daun-daunlah yang berasal dari pantun.
Ciri-Ciri Pantun
Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri pantun, terdiri atas:
- Pantun memiliki bait, setiap bait pantun disusun oleh baris-baris. Satu bait terdiri dari 4 baris.
- Setiap baris terdiri dari 8 hingga 12 suku kata.
- Setiap baris terdiri dari 4 hingga 6 kata.
- Setiap bait pantun terdiri atas sampiran dan isi. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi. ( meskipun sampiran tidak berhubungan langsung dengan isi namun lebih baik bila kata-kata pada sampiran merupakan cerminan dari isi yang hendak disampaikan ).
- Pantun bersajak a-b-a-b atau a-a-a-a ( tidak boleh a-a-b-b atau sajak lain ).
Baca Juga Artikel Lainnya: Puisi adalah
Syarat-Syarat Pantun
Menurut Effendy (1983:28), syarat-syarat dalam pantun adalah:
- Tiap bait terdiri dari empat baris
- Tiap baris terdiri dari empat atau lima kata atau terdiri dari delapan atau sepuluh suku kata
- Sajaknya bersilih dua-dua: a-b-a-b. dapat juga bersajak a-a-a-a.
- Sajaknya dapat berupa sajak paruh atau sajak penuh
- Dua baris pertama tanpa isi disebut sampiran, dua baris terakhir merupakan isi dari pantun itu.
Struktur Pantun
Berikut ini terdapat beberapa struktur pantun, terdiri atas:
- Bait, Bait (dibaca “ba-it”), adalah banyaknya baris dalam sebuah pantun, misalnya (2 Baris, 4 Baris, 6 Baris, 8Baris, dst).
- Baris/Larik, Baris atau Larik adalah kumpulan beberapa kata yang memiliki arti dan bisa membentuk sampiran atau isi dalam sebuah pantun.
- Kata, Kata adalah gabungan dari suku kata yang memiliki arti, meski begitu, ada kata-kata tertentu yang hanya terdiri dari satu suku kata seperti yang, byur, dan, ke. Sedangkan kata yang terdiri dari dua suku kata atau lebih contohnya suka, rumah, pohon, awan, dll.
- Suku Kata, Suku kata adalah penggalan-penggalan bunyi dari kata dalam satu ketukan atau satu hembusan nafas. Kata rumah akan diucapkan ru dan mah , kata berenang akan diucapkan be,re,nang jika kedua kata itu diucapkan dengan cara sepenggal-sepenggal.
- Rima, Rima adalah Pola akhiran atau huruf vocal terakhir yang ada pada pantun.
- Sampiran, sampiran adalah bagian pantun yang terletak pada baris 1-2 yang merupakan awal dari sebuah pantun atau sampiran merupakan unsur/sketsa/pembayang suasana yang mengantarkan menuju isi atau maksud pantun tersebut.
- Isi, Isi adalah bagian pantun yang terletak pada baris 3-4 yang merupakan isi kandungan/pokok atau tujuan dari pantun tersebut.
Kaidah Kebahasaan Pantun
Berikut ini terdapat beberapa kaidah kebahasaan pantun, terdiri atas:
1. Diksi
Diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Akan tetapi, diksi yang digunakan berbeda dengan pantun yang lahir pada zaman modern. Kata yang digunakan seringkali dihubungkan dengan berbagai sarana dan prasarana mutakhir. Berikut salah satu contohnya: Jalan-jalan ke pasar unik, Membeli baju dan handphone baru. Siapa gerangan wanita cantik, Yang tersenyum di hadapanku.
2. Bahasa Kiasan
Bahasa Kiasan yaitu bahasa yang digunakan pelantun untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yang secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa kiasan di sini bisa berupa peribahasa atau ungkapan tertentu dalam menyampaikan maksud berpantun.
Baca Juga Artikel Lainnya: Syair – Pengertian, Contoh, Ciri, Struktur, Isi Dan Jenisnya
3. Imaji
Imaji atau citraan yang dihasilkan dari diksi dan bahasa kiasan dalam pembuatan teks pantun. Pengimajian akan menghasilkan gambaran yang diciptakan secara tidak langsung oleh pelantun pantun. Oleh sebab itu, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imajinasi secara visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).
Salah satu contohnya: Kalau pedada tidak berdaun Tandanya ulat memakan akar Kalau tak ada tukang pantun Duduk musyawarah terasa hambar Imaji yang dilukiskan pada pantun tersebut adalah imaji visual (melihat) dan imaji taktil (merasakan).
Imaji visual dapat dilihat pada baris pertama /Kalau pedada tidak berdaun//Tandanya ulat memakan akar/, seolah-olah pendengar melihat ulat memakan akar karena sudah tidak ada daun yang bisa dimakan pada tumbuhan pedada. Sementara itu, imaji taktil tergambar pada bagian isi /Kalau tak ada tukang pantun//Duduk musyawarah terasa hambar/. Hal ini membuat pendengar seolah-olah merasakan kehambaran dalam musyawarah tersebut karena tidak ada tukang pantun yang ber pantun.
4. Bunyi (Rima dan Irama)
Rima merupakan unsur pengulangan bunyi pada pantun, sedangkan irama adalah turun naiknya suara secara teratur. Selain untuk memperindah bunyi pantun, bebunyian diciptakan juga agar penutur (pelantun) dan pendengar lebih mudah mengingat serta mengaplikasikan pesan moral dan spiritual yang terdapat dalam teks pantun jenis apapun.
Pemilihan dan susunan katanya ditempatkan sedemikian rupa, sehingga kata dalam pantun tidak dapat dipertukarkan letaknya atau diganti dengan kata lain yang memiliki makna yang sama. Selanjutnya adalah menyusun larik-larik yang sengaja diacak dan menentukan sampiran dan juga isi.
Jenis-Jenis Pantun
Suroto (1989:44-45) membagi pantun menjadi dua bagian yaitu:
1. Berdasarkan Isinya
Berdasarkan isinya, terdapat terbagi 5 jenis, antara lain:
- Pantun Jenaka
Pantun yang berisikan tentang hal-hal lucu dan menarik. - Pantun Nasihat
Pantun yang berisikan tentang nasihat, bertujuan untuk mendidik dengan memberikan nasihat tentang moral, budi pekerti dan lain-lain. - Pantun Teka-Teki
Pantun yang berisikan teka-teki dan biasanya pendengar atau pembaca diberi kesempatan untuk menerka teka-teki pantun tersebut. - Pantun Kiasan
Pantun yang berisikan tentang kiasan yang biasanya untuk menyampaikan suatu hal secara tersirat.
2. Berdasarkan Bentuknya
Berdasarkan bentuknya, terbagi 2 jenis, antara lain:
- Pantun Berkait, yaitu pantun yang selalu berkaitan antara bait satu dengan bait kedua, bait kedua dengan bait ketiga dan seterusnya. Adapun susunan kaitannya adalah baris kedua bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris keempat bait pertama dijadikan baris ketiga pada bait kedua dan seterusnya.
- Pantun Kilat, sering disebut juga karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris, baris pertama merupakan sampiran sedang baris kedua merupakan isi. Sebenarnya asal mula pantun ini juga terdiri atas empat baris, tetapi karena barisnya pendek-pendek maka seolah-olah kedua baris pertama diucapkan sebagai sebuah kalimat, demikian pula kedua baris yang terakhir.
3. Berdasarkan Siklus Kehidupan (Usia)
Berdasarkan siklus kehidupan (usia), terbagi 3 jenis, antara lain:
- Pantun anak-anak
Pantun ini berhubungan dengan kehidupan pada masa kanak-kanak. Pantun ini dapat menggambarkan makna suka cita maupun duka cita. - Pantun orang muda
Pantun ini berhubungan dengan kehidupan pada masa muda. Pantun ini biasanya bermakna tentang perkenalan, hubungan asmara dan rumah tangga, perasaan ( kasih saying, iba, iri dan lain-lain ) dan nasib. - Pantun orang tua
Pantun yang berhubungan dengan orang tua, biasanya tentang adat budaya, agama. Nasihat dan lain-lain.
Baca Juga Artikel Lainnya: Gurindam – Pengertian, Ciri, Jenis, Nilai, Cara dan Contoh
Contoh Pantun
Berikut ini terdapat beberapa contoh pantun, terdiri atas:
- Pantun Adat
Menanam kelapa di pulau Bukum Tinggi
sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah
Ikan berenang didalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang dibuku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh
Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja
-
Pantun Agama
Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Tuhan Yang Esa
Daun terap diatas dulang
Anak udang mati dituba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba
Bunga kenanga diatas kubur
Pucuk sari pandan Jawa
Apa guna sombong dan takabur
Rusak hati badan binasa
Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat dipintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
-
Pantun Budi
Bunga cina diatas batu
Daunnya lepas kedalam ruang
Adat budaya tidak berlaku
Sebabnya emas budi terbuang
Diantara padi dengan selasih
Yang mana satu tuan luruhkan
Diantara budi dengan kasih
Yang mana satu tuan turutkan
Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristeri cantik
Kalau tidak dengan budinya
Sarat perahu muat pinang
Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenang
Inikan pula budi yang baik
Anak angsa mati lemas
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin
Biarlah orang bertanam buluh
Mari kita bertanam padi
Biarlah orang bertanam musuh
Mari kita menanam budi
Ayam jantan si ayam jalak
Jaguh siantan nama diberi
Rezeki tidak saya tolak
Musuh tidak saya cari
Jikalau kita bertanam padi
Senanglah makan adik-beradik
Jikalau kita bertanam budi
Orang yang jahat menjadi baik
Kalau keladi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas
Kalau budi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas
-
Pantun Jenaka
Dimana kuang hendak bertelur
Diatas lata dirongga batu
Dimana tuan hendak tidur
Diatas dada dirongga susu
Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat
Sakit kaki ditikam jeruju
Jeruju ada didalam paya
Sakit hati memandang susu
Susu ada dalam kebaya
Naik kebukit membeli lada
Lada sebiji dibelah tujuh
Apanya sakit berbini janda
Anak tiri boleh disuruh
Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya
Jalan-jalan ke rawa-rawa
Jika capai duduk di pohon palm
Geli hati menahan tawa
Melihat katak memakai helm
Limau purut di tepi rawa,
buah dilanting belum masak
Sakit perut sebab tertawa,
melihat kucing duduk berbedak
Baca Juga Artikel Lainnya: Seloka : Pengertian Menurut Para Ahli, Ciri, Fungsi, Jenis Dan Contohnya
-
Pantun Kepahlawanan
Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa
Hang Jebat Hang Kesturi
Budak-budak raja Melaka
Jika hendak jangan dicuri
Mari kita bertentang mata
Kalau orang menjaring ungka
Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka
Ujung keris akan penghapusnya
Redup bintang haripun subuh
Subuh tiba bintang tak nampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak
Esa elang kedua belalang
Takkan kayu berbatang jerami
Esa hilang dua terbilang
Takkan Melayu hilang dibumi
-
Pantun Kias
Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga
Berburu kepadang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi
Anak Madras menggetah punai
Punai terbang mengirap bulu
Berapa deras arus sungai
Ditolak pasang balik kehulu
Kayu tempinis dari kuala
Dibawa orang pergi Melaka
Berapa manis bernama nira
Simpan lama menjadi cuka
Disangka nenas ditengah padang
Rupanya urat jawi-jawi
Disangka panas hingga petang
Kiranya hujan tengah hari
- Pantun Nasihat
Kayu cendana diatas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Kemuning ditengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri
Parang ditetak kebatang sena
Belah buluh taruhlah temu
Barang dikerja takkan sempurna
Bila tak penuh menaruh ilmu
Padang temu padang baiduri
Tempat raja membangun kota
Bijak bertemu dengan jauhari
Bagaikan cincin dengan permata
Ngun Syah Betara Sakti
Panahnya bernama Nila Gandi
Bilanya emas banyak dipeti
Sembarang kerja boleh menjadi
Jalan-jalan ke kota Blitar
jangan lupa beli sukun
Jika kamu ingin pintar
belajarlah dengam tekun
-
Pantun Percintaan
Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta
Limau purut lebat dipangkal
Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal
Hati yang kasih apa obatnya
Ikan belanak hilir berenang
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak tenang
Hanya teringat dinda seorang
Anak kera diatas bukit
Dipanah oleh Indera Sakti
Dipandang muka senyum sedikit
Karena sama menaruh hati
Ikan sepat dimasak berlada
Kutunggu di gulai anak seberang
Jika tak dapat di masa muda
Kutunggu sampai beranak seorang
Kalau tuan pergi ke Tanjung
Kirim saya sehelai baju
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi ranting kayu.
Kalau tuan pergi ke Tanjung
Belikan sahaya pisau lipat
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi benang pengikat
Kalau tuan mencari buah
Sahaya pun mencari pandan
Jikalau tuan menjadi nyawa
Sahaya pun menjadi badan.
-
Pantun Peribahasa
Berakit-rakit kehulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Kehulu memotong pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian
Kerat kerat kayu diladang
Hendak dibuat hulu cangkul
Berapa berat mata memandang
Barat lagi bahu memikul
Harapkan untung menggamit
Kain dibadan didedahkan
Harapkan guruh dilangit
Air tempayan dicurahkan
Pohon pepaya didalam semak
Pohon manggis sebasar lengan
Kawan tertawa memang banyak
Kawan menangis diharap jangan
-
Pantun Perpisahan
Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang ditapak tangan
Biar jauh dinegeri satu
Hilang dimata dihati jangan
Bagaimana tidak dikenang
Pucuknya pauh selasih Jambi
Bagaimana tidak terkenang
Dagang yang jauh kekasih hati
Duhai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan
Batang selasih mainan budak
Berdaun sehelai dimakan kuda
Bercerai kasih bertalak tidak
Seribu tahun kembali juga
Bunga Cina bunga karangan
Tanamlah rapat tepi perigi
Adik dimana abang gerangan
Bilalah dapat bertemu lagi
Kalau ada sumur di ladang
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Bolehlah kita bertemu lagi
-
Pantun Teka-teki
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk dihidung ?
Beras ladang sulung tahun
Malam malam memasak nasi
Dalam batang ada daun
Dalam daun ada isi
Terendak bentan lalu dibeli
Untuk pakaian saya turun kesawah
Kalaulah tuan bijak bestari
Apa binatang kepala dibawah ?
Kalau tuan muda teruna
Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji diluar apa buahnya
Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya ?
Demikianlah pembahasan mengenai Pantun adalah – Pengertian, Ciri, Struktur, Jenis & Contoh semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂