Kerajaan Kediri adalah salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.
Kemudian pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta kerajaan sehingga dengan terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi dua. Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri Samarawijaya yang pusatnya di Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan yang berpusat di Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji Garasakan(1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.
Peninggalan Kerajaan Kediri
Berikut ini terdapat beberapa peninggalan kerajaan kediri berupa, prasasti, candi dan kitab, terdiri atas:
-
Prasasti Peninggalan Kerajaan Kediri
Berikut ini terdapat 10 prasasti peninggalan kerajaan kediri, terdiri atas:
- Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ditemukan di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, yang dibuat pada 1194 AD atau 1116 Saka pada masa pemerintahan Raja Kertajaya. Prasasti Kamulan ini berisi informasi tentang pembangunan Kabupaten Trenggalek pada hari Rabu, 31 Agustus 1194 di Kliwon.
Dalam prasasti ini berdiri nama Kediri, yang diserang oleh Raja Timur, dan tanggal yang diberikan dalam prasasti adalah 31 Agustus 1191. Ukiran pada prasasti ini masih terlihat jelas dan Anda dapat Mengunjungi prasasti Kamulan secara langsung .
- Prasasti Galunggung
Ahli waris selanjutnya untuk Kerajaan Kediri adalah prasasti Galunggung. Prasasti Galunggung ditemukan di Rejotangan, Tulungagung dengan ukuran 160 x 80 x 75 cm menggunakan huruf Jawa Kuno dengan 20 baris. Tulisan suci yang terkandung dalam prasasti ini tidak terlalu jelas untuk dibaca, karena sudah ada bagian yang rusak, tetapi hanya sebagian tahun, yang masih jelas dibaca, yaitu tahun 1123 Saka. Di bagian bawah tulisan ini ada ikon lingkaran dan di tengah-tengah lingkaran ada gambar persegi panjang serta beberapa logo atau gambar.
- Prasasti Jaring
Prasasti Jaring dibuat pada tanggal 19 November 1181, dengan konten yang menjelaskan permintaan penduduk dukuh web oleh sarapati Sarwajala, sebuah harapan yang tidak dapat dipenuhi oleh raja sebelumnya. Prasasti internet ini menyebutkan bahwa para pejabat Kediri memiliki gelar atau nama yang menggunakan nama-nama binatang seperti Menjangan Puguh, Agra Ox, dan Yellow Tiger.
- Prasasti Panumbangan
Prasasti Panumbangan diterbitkan pada 2 Agustus 1120 oleh Maharaja Bameswara, dengan sebutan Desa Panumbangan sebagai Sima Swatantra atau Desa Bebas Pajak.
- Prasasti Talan
Prasasti Talan ditemukan di desa Gurit, Blitar, Jawa Timur, yang dibuat pada 1136 M atau 1058 di Saka. Isi prasasti ini adalah tentang masuknya desa Talan ke wilayah bebas pajak Panumbang. Prasasti ini menampilkan ukiran Garudhamukalanca, patung dalam bentuk tubuh manusia dengan sayap dan kepala elang.
- Prasasti Sirah Keting
Berisi pemberian tanah dari Raja Jayawarsa kepada masyarakat Desa Sirah Keting berkat pengabdiannya pada Kerajaan Kediri.
- Prasasti Kertosono
Berisi tema-tema agama dari pemerintahan Raja Kameshwara.
- Prasasti Ngantang
Berisi pemberian tanah bebas pajak oleh Jayabaya untuk desa Ngantang, terima kasih atas jasanya kepada Kerajaan Kediri. Prasasti ini berasal dari tahun 1057 Saka atau 1135 M, ditemukan di desa Ngantang di Malang dan sekarang merupakan koleksi Museum Nasional.
Ketika penduduk Hantang dan juga 12 desa memasuki wilayah itu di bawah arahan Raja-guru Mpungku Naiyayikarsana, prasasti-prasasti tersebut dikirim ke Gajapada dan Nagapuspa, ditulis di atas daun palem dan kemudian dipindahkan ke batu dan ditambahkan ke hadiah Raja Jayabhaya sendiri.
Permintaan itu kemudian dikabulkan oleh raja karena orang-orang Hantang telah menunjukkan pengabdian mereka yang sebenarnya kepada raja dengan mendistribusikan Cancu Tan Pamusuh dan Cancu Ragadaha. Meskipun ada tindakan untuk berpisah, mereka tetap setia dengan selalu mengadvokasi Raja Jayabhaya.
- Prasasti Padelegan
Berisi pengabdian para Padegel untuk Raja Kameshwara. Prasasti Padelegan ini memiliki bentuk Stella dengan ujung melengkung 145 cm, lebar atas 81 cml, lebar bawah 70 cm dan ketebalan 18 cm. Aksara Jawa kuno yang terkandung dalam prasasti ini banyak dipakai tetapi berhasil dibaca oleh Oud Javan Oorkonde. Dalam prasasti ini, tanggal dengan nomor 1038 Saka atau 11 Januari 1117 M diberikan.
Prasasti ini adalah prasasti pertama yang dikeluarkan oleh Raja Bameswara, yang memerintah setelah periode kelam Raja Samarawijaya, yang memerintah hingga 1044 M pada 1042 M dan memerintah setelah pembagian kerajaan oleh Raja Airlangga di Daha, prasasti pertama kerajaan Kediri adalah.
Prasasti ini berada di Museum Panataran, Kabupaten Blitar, di mana ada ornamen lentera yang disebut Candrakapala di bagian atas prasasti. Candrakapala lancana digambarkan dengan tengkorak yang menampilkan tulang pipi dan dahi yang menonjol, dengan mata bundar besar yang terbuka lebar, dan senyum lebar menyeringai dengan 2 gigi besar di depan dan gigi taring kanan dan kiri, membuatnya terlihat sangat menakutkan. Ada juga lingkaran sedikit melengkung di dahi, mungkin dengan bentuk berbentuk bulan sabit menunjuk ke bawah di kedua ujungnya.
- Prasasti Ceker
Prasasti yang menggambarkan hadiah raja kepada penduduk desa Ceker, yang telah melayani kemajuan kerajaan Kediri.
-
Candi Peninggalan Kerajaan Kediri
Dibawah ini ada 5 (lima) candi peninggalan kerajaan kediri, yaitu sebagai berikut:
- Candi Penataran
Candi Penataran Salah satu candi peninggalan sejarah kerajaan Kediri yang hingga saat ini dapat kita temukan adalah Penataran. Candi ini letaknya berada di lereng Gunung Kelud bagian Barat Daya, tepatnya di utara Kota Blitar. Candi penataran adalah candi termegah di Jawa Timur. Dari prasasti yang ditemukan di lokasi penggalian candi, diketahui bahwa candi ini dibangun saat masa kepemerintahan Raja Srengga hingga kepemerintahan Raja Wikramawardhana atau sekitar abad ke 12 hingga 14 Masehi.
- Candi Tondowongso
Candi peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah Candi Tondowongso. Candi ditemukan di Desa Gayam, Kec. Gurah, Kediri-Jawa Timur pada tahun 2007. Berdasarkan gaya dan bentuk arca yang ditemukan di sekitar candi, diketahui bahwa candi ini dibangun pada abad ke 9, tepat pada masa awal perpindahan pusat politik dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kendati dianggap sebagai penemuan sejarah terbesar di abad modern, kondisi candi Tondowongso dan kompleks di sekitarnya hingga kini masih memprihatinkan dan belum mendapat perhatian dari pemerintah.
- Candi Gurah
Selanjutnya adalah Candi Gurah. Candi ini ditemukan di Kec. Gurah, Kediri Jawa Timur. Candi peninggalan Kediri selanjutnya ditemukan di Kecamatan Kediri, Jawa Timur pada tahun 1957. Letak candi Gurah berada persis 2 km dari situs candi Tondowongso. Dari pondasinya, diketahui bahwa candi ini berukuran 9 meter x 9 meter.
- Candi Mirigambar
Candi Mirigambar adalah candi peninggalan Kerajaan Kediri yang ditemukan di lapangan desa Mirigambar, Kec. Sumbergempol, Tulungagung, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada tahun 1214-1310 Saka. Strukturnya terbuat dari batu bata merah, seperti halnya kebanyakan candi-candi yang ada di Jawa Timur. Seorang petinggi desa Mirigambar pada 1965 melindungi candi ini dari aksi ikonoklastik sehingga hingga kini candi ini masih dapat kita temukan.
- Candi Tuban
Candi Tuban Berbeda dengan nasib Candi Mirigambar, candi Tuban kini telah luluh lantah dan hanya tersisa pondasinya saja. Candi yang berjarak 500 meter dari letak Candi Mirigambar ini saat ini telah ditimbun kembali oleh tanah karena sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dibangun.
-
Kitab Peninggalan Kerajaan Kediri
Dibawah ini ada 10 kitab peninggalan kerajaan kediri, yaitu sebagai berikut:
- Kitab Arjuna Wiwaha
Penulis : Mpu Kanwa (abad ke-10 M)
Judul : Arjuna Wiwaha
Isi : Kakimpoi ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua.
Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya.
Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.
- Kitab Bharatayudha
Penulis : Mpu Sedah dan Mpu Panuluh (abad ke-12 M)
Judul : Bharatayudha
Isi : Mencerutakan perang saudara 18 hari antara keluarga Pandhawa dan Kurawa. Kitab ini menurut banyak ahli sejarah sebenarnya gambaran Kediri semasa perang saudara Pangjalu dan Daha yang rebutan kekuasaan antara kakak-adik yang terdpat pada prasasti Ngantang. Kisah Kakimpoi Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuda oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta.
- Kitab Simaradahana
Penulis : Mpu Darmaja
Judul : Simaradahana
Isi : Mengisahkan hilangnya suami istri, Dewa Kama dan Dewi Ratih, karena api yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa. Kama dan Ratih menjelma menjadi manusia dan mengembara di dunia untuk menggoda manusia. Kitab itu dikarang oleh Mpu Dharmaja pada masa Sri Kameswara yang dalam Smaradahana dianggap sebagai titisan Dewa Kama.
Istri Sri kameswara yang bernama Sri Kirana yang sangat cantik, dianggap sebagai titisan Dewi Ratih. Sri Kirana adalah putri kerajaan Janggala. Sri Kameswara dalamkesusastraan Jawa disebut panji Inu Kertapati atau Panji Kudawanengpati. Sri Kirana yang disebut juga candrakirana merupakan dasar cerita Panji.
- Kitab Krisnaya
Penulis : MpuTriguna (abad ke-5 M)
Judul : Krisnaya
Isi : Dewi Rukmini, putri prabu Bismaka di negeri Kundina, sudah dijodohkan dengan Suniti, raja negerei Cedi. Tetapi ibu Rukmini, Dewi Pretukirti lebih suka jika putrinya menikah dengan Kresna. Maka karena hari besar sudah hampir tiba, lalu Suniti dan Jarasanda, pamannya, sama-sama datang di Kundina. Pretukirti dan Rukmini diam-diam memberi tahu Kresna supaya datang secepatnya.
Kemudian Rukmini dan Kresna diam-diam melarikan diri. Mereka dikejar oleh Suniti, Jarasanda dan Rukma, adik Rukmini, beserta para bala tentara mereka. Kresna berhasil membunuh semuanya dan hampir membunuh Rukma namun dicegah oleh Rukmini. Kemudian mereka pergi ke Dwarawati dan melangsungkan pesta pernikahan.
- Kitab Hariwangsa
Penulis : Mpu Panuluh
Judul : Hariwangsa
Isi : Menceritakan asal-usul Kresna (Krishna), sepupu Pandawa yang menjadi penasehat Pandawa dalam perang Bharatayudha. Kresna pula yang menyemangati Arjuna yang patah semangat untuk berperang melawan Kurawa karena ia harus berhadapan dan membunuh guru, leluhur, dan sanak-saudaranya sendiri.
- Kitab Gatutkacasraya
Penulis : Mpu Panuluh
Judu : Gatutkacasraya
Isi : Menceritakan perkawinan Abimayu, putra Arjuna dengan Siti Sundari atas bantuan Gataotkaca, puta Bima.
- Kitab Mahabrata
Penulis : Resi Wiyasa
Judul : Mahabrata
Isi : Menceritakan pertikaian antara keturunan Raja Bharata dari Hastinapura, yakni Pandawa sebagai pihak kebaikan melawan pihak Kurawa sebagai pihak kebatilan. Pandawa (lima bersaudara) dan Kurawa (seratus bersaudara: 99 laki-laki, 1 wanita) adalah saudara sepupu dari garis ayah.
Peperangan antara mereka dikenal dengan Bharatayudha (Peperangan antara keturunan Bharata), yang berlangsung di lapang Kurusetra dan dimenangkan pihak Pandawa. Meski menang, banyak saudara dan raja pembantu dari Pandawa yang gugur dalam perang.
- Kitab Lubdaka dan Kitab Warasancaya
Penulis : Mpu Tan Akung (abad ke-11 M)
Judul : Lubdaka dan Warasancaya
Isi : Menceritakan seseorang yang bernama Lubdaka yang dilukiskan sebagai pemburu yang tentu saja gemar membunuh binatang-binatang buruan di hutan. Pada suatu hari, ia tidak dapat binatang buruan, kemudian kemalaman dan dia naik pohon maja. Karena takut terjatuh dan akan menjadi santapan binatang buas (padahal binatangnya tidak ada) ia memetik daun maja dan dijatuhkannya ke tanah.
Maksudnya supaya bisa ia bisa menahan kantuk. Sebagai tanda terima kasih dewa Syiwa kemudian mengijinkan Lubdaka masuk kedalam taman sorga dan dosa-dosanya di ampuni. Cerita ini merupakan saduran dari mitologi India yang bertalian dengan upacara kegamaan Shiwaratri yang pada jaman majapahit sudah
- Kitab Ling Way Taita
Penulis : Chou Ku Fei (1178 M)
Judul : Ling Way Taita
Isi : Berisi kehidupan tata pemerintahan dan keadaan di istanaatau benteng pada masa kerajaan kediri.
- Kitab Chu Fang Chi
Penulis : Chau Ju Kua (1225 M)
Judul : Chu Fang Chi
Isi : Menceritakan bahwa Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya yaitu Jawa dan Sriwijaya. Kitab ini juga menceritakan keadaan tanah jajahan dan sifat rakyat kedua negara itu.
Raja-Raja Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya sampai masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini.
Adapun 8 raja Kediri tersebut urutannya sebagai berikut :
-
AIRLANGGA
Airlangga (Bali, 990 – Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwahayang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan.
Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadiKerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
-
SAMARAWIJAYA (1042)
Samarawijaya adalah putra Airlangga.Ia merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Kediri, Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti berlangsung berapa lama masa pemerintahannya. Kemungkinan Raja Samarawijaya memulai pemerintahannya pada saat pemisahan Kerajaan oleh Airlangga, yaitu sekitar tahun 1042. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan tahun yang tertulis di Prasasti Pamwatan.
-
Sri Jayawarsa
Sejarah tentang raja Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
-
Sri Bameswara
Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti seperti yang ditemukan di daerah Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.
-
Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau.
Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja”.
Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.
Jika rakyat kecil hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.
-
Sri Sarwaswera
Sejarah tentang raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”.
Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
-
Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
-
Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.
-
Sri Kameswara
Raja kedelapan Kerajaan Kediri adalah Sri Kameswara yang disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan dalam Kakawin Smaradhana.Dalam Kakawin dikisahkan tentang perkawinan antara Kameswara dengan Putri Jenggala.
-
KERTAJAYA (1194-1222)
Raja kesembilan sekaligus Raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya yang disebut dalam Prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Wates Kulon (1205), dan Kakawin Negarakertagama serta Kakawin Pararaton.
Dalam Kakawin dikisahkan tentang perang Ganter saat masa akhir pemerintahan Raja Kertajaya. Raja ini memiliki gelar “ Sri Maharaja Sri Sarweswara TriwikramawatarananinditaSrengga Digjayattunggadewanama”.
Masa ini Kediri runtuh karena ditaklukan oleh Ken Arok, karena Kediri tidak mau mengakui Ken Arok sebagai bupati di Tumapel. Pertempuran terjadi di Ganter / Malang 1222.
- Dalam pemerintahan, raja dibantu 4 orang menteri
- Rakryan kanuruhan,
- Rakryan mahamantri i halu,
- Rakryan mahamantri i rangga.
- Rakryan mapatih.
- Wilayah kekuasaan dibagi ke dalam unit pemerintahan
- Desa/ Wanua/ Thani, tingkat yang terkecil.
- wisaya, gabungan beberapa desa.
- Bhumi, negara atau kerajaan.
-
JAYAKATWANG (1292-1293)
Jayakatwang juga merupakan Raja yang berhasil membangun kembali Kerajaan Kediri setelah berhasil memberontak terhadap Singosari sekaligus membunuh Raja Kertanegara. Namun, keberhasilannya hanya bertahan setahun akibat serangan menantu Kertanegara dan pasukan Mongol, sehingga runtuhlah Kerajaan Kediri.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri
Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.
Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir.
Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kehidupan Sosial Dan Budaya
Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan Hariwangsa.
Pada masa pemerintahan Kameswara juga ditulis karya sastra, antara lain sebagai berikut.
- Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
- Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja. Kitab itu berisi pujian kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
- Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Selain karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain yang ditulis pada zaman Kediri, antara lain sebagai berikut.
- Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong dan sakti. Kresna akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
- Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Adakalanya cerita itu dijumpai dalam bentuk relief pada suatu candi. Misalnya, cerita Kresnayana dijumpai pada relief Candi Jago bersama relief Parthayajna dan Kunjarakarna.
Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.
Demikianlah pembahasan mengenai 25 Peninggalan Kerajaan Kediri, Raja, Kejayaan dan Runtuhnya semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂
Baca Juga Artikel Lainnya: