Penyebaran Islam Di Indonesia

Penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.

 Penyebaran Islam Di Indonesia


Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.


Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.


Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia

Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau abad ke tujuh/ke delapan masehi. Ini mungkin didasarkan pada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat Surabaya yang bertahun 475 H atau 1082 M. Sedangkan menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalanannya ke Negeri Cina pada 1345M, Agama islam yang bermadzhab Syafi’I telah mantap disana selama seabad. Oleh karena itu, abad XIII biasanya dianggap sebagai masa awal masuknya agama Islam ke Indonesia.


Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.


Menurut kesimpulan “Seminar Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah semenjak abad pertama Hijriyah (abad ke-7 M).
“Seminar Masuknya Islam di Indonesia” tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:

  1. Menurut sumber-sumber yang kita ketahui, islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijrah (abad ke 7/8 M) dan langsung dari Arab.

  2. Daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatera dan bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam yang pertama berada di Aceh.

  3. Mubaliq-mubaliq Islam pertama yang datang ke Indonesia merangkap sebagai saudagar.

  4. Penyiaran itu di Indonesia dilakukan secara damai.

  5. Kedatangan Islam membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia dalam menahan penderitaan dan perjuangan melawan penjajahan bangsa asing.


Beberapa Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan, teoriteori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:


  • Teori Mekah

Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.


Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.


  • Teori Gujarat

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh.


Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.


  • Teori Persia

Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.


  • Teori Cina

Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima.


Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.


Metode-Metode Masuknya Islam Di Indonesia

Menurut uka tjandrasasmita masuknya islam di Indonesia dilakukan enam jalur yaitu:

  • Melalui jalur perdagangan

Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.

 


  • Melalui jalur perkawinan

Para pedagang muslim itu ada yang menetap di Indonesia dan menikah dengan penduduk setempat. Sudah barang tentu mereka menjadi keluarga muslim dan penyebar agama Islam yang gigih.


  • Melalui jalur tasawuf

Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan mudah diterima. Kehidupan mistik bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi bagian dari kepercayaan mereka. Oleh karena itu, penyebaran Islam melalui jalur tasauf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia. Misalnya, menggunakan ilmu-ilmu riyadhat dan kesaktian dalam proses penyebaran Islam kepada penduduk setempat.


  • Melalui jalur pendidikan

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut.

Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.


  • Melalui jalur kesenian

Penyebaran Islam melalui kesenian berupa wayang, satra, dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik kepada ajaran-ajaran Islam sekalipun pada awalnya mereka tertarik karena media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang.


Ia tidak pernah meminta bayaran pertunjukkan seni, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabrata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan media islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni arsitektur, dan seni ukir.


  • Melalui jalur Politik

Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya kesultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.


Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah di Indonesia

  • Perkembangan Islam di Sumatera

Daerah Pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah Sumatera bagian Utara, seperti Pasai dan Perlak. Karena wilayah Pasai dan Perlak letaknya di tepi selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dari India.


Pada abad XIII-XV M berdiri kerajaan Samudra Pasai dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samudra Pasai terletak di kampung Samudra di tepi sungai Pasai dan berdiri sejak tahun 1261 M. Raja-raja yang memerintah Samudra Pasai berturut-turut sebagai berikut :

  • Sultan Al Malikus Shaleh 4. Sultan Zainal Abidin

  • Sultan Al Malikuz Zahir II 5. Sultan Al Malikuz Zahir I

  • Sultan Iskandar

Persia dan Gujarat yang juga para mubalig Islam banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah diislamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga Muslim. Para mubalig pada waktu itu juga ke Cina.


Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab berdakwa kepada para Raja-raja kecil, ketika raja tersebut masuk Islam, rakyatnya pun banyak yang ikut masuk Islam sehingga berdirilah kerajaan Islam pertama, yaitu Kerajaan Samudera Pasai. Seiring dengan kemajuan Samudera Pasai yang sangat pesat, perkembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh dan para ulama serta mubalignya menyebar ke seluruh nusantara.

 


Perkembangan Islam di Jawa

Masuknya Islam di Pulau Jawa pada awalnya dibawa oleh pedagang muslim setelah berdirinya kerajaan Malaka yang mencapai punjak kejayaannya pada asa Sultan Mansursah. Wilayah perdagangannya sangat luas sampai ke Demak, Jepara, Tuban dan Giri. Melalui hubungan perdagangan tersebut, akhirnya masyarakat Jawa mengenal Islam.


Selanjutnya, perkembangan Islam di Pulau Jawa banyak dilakukan oleh para Adipati dan Para Wali yang dikenal dengan sebutan “Walisongo” , yaitu Maulana Malik Ibrahim, Raden Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kududs, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Dengan meluasnya wilayah kekuasaan kerajaan Demak, perkembangan Islam di Pulau Jawa juga menjadi sangat luas, bahkan sampai ke Banten, Jakarta, Cirebon, dan daerah Jawa Barat lainnya.


Perkembangan Islam di Sulawesi

Masuknya Islam di Sulawesi, tidak terlepas dari peranan Sunan Giri di Gresik. Hal itu karena sunan Giri melaksanakan pesantren yang banyak didatangi oleh santri dari luar pulau Jawa, seperti Ternate, dan Situ. Di samping itu, beliau mengirimkan murid-muridnya ke Madura, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara.


Pada abad ke-16, di Sulawesi Selatan telah berdiri kerajaan Hindu Gowa dan Tallo. Penduduknya banyak yang memeluk agama Islam karena hubungannya dengan kesultanan Ternate. Pada tahun 1538, Pada masa Pemerintahan Somba Opu, kerajaan Gowa dan Tallo banyak dikunjungi oleh pedagang Portugis. Selain untuk berdagang, mereka juga bermaksud untuk mengembangkan agama katolik. Akan tetapi, Islam telah lebih dahulu berkembang di daerah itu.


Perkembangan Islam di Kalimantan

Pada abad XVI, Islam memasuki daerah kerajaan Sukadana. Bahkan pada tahun 1590, kerajaan Sukadan resmi menjadi Giri Kusuma. Sunan Giri digantikan oleh putranya Sultam Muhammad Syarifuddin. Beliau banyak berjasa dalam mengembangkan agama Islam karena bantuan seorang mubalig bernama syaikh Syamsuddin. Sebagai Mubalig, mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk berdakwa. Islam akhirnya dapat memasuki kerajaan Kutai dan tersebar di Kalimantan Timur pada permulaan abad XVI M.


Perkembangan Islam di Maluku dan sekitarnya

Penyebaran Islam di Maluku tidak terlepas dari jasa para santri Sunan Drajat yang berasal dari Ternate dan Hitu. Islam sudah dikenal di Ternate sejak abad ke-15. Pada saat itu, hubungan dagang dengan Indonesia barat, khususnya dengan Jawa berjalan dengan lancar. Selain berdagang, para pedagang juga melakukan dakwah.


Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja Islam Maluku, para pedagang, dan para mubalignya.

 


Faktor Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia

  1. Adanya perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan penduduk Indonesia.

  2. Adanya sistem pendidikan pondok pesantren.

  3. Gigihnya para da’i atau mubaligh dalam menyebarluaskan Islam

  4. Metode penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab disesuikan dengan latar belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya:

  • Wayang kulit

  • seni bangunan, dan

  • seni karawitan/seni gamelan


Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta. Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam.


Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia

  • Pengaruh Bahasa dan Nama

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional banyak terpengaruh dari bahasa Arab. Bahasa ini sudah begitu menyatu dalam lidah bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam bahasa komunikasi sehari-hari, bahakan dipergunakan pula dalam bahasa surat kabar, dan sebagainya.


Pengaruh Islam dalam bidang nama, sungguh banyak sekali. Banyak tokoh dan bukan tokoh masyarakat menggunakan nama berdasarkanpada bahasa Arab,yang merupakan bahasa simbol pemersatu Islam. Semua itu bukti adanya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

  • Pengaruh Adat Istiadat

Adat istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh peradaban Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan salam kepada setiap muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintahan. Pengaruh lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dalam do’a. yang merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.


  • Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah

Pengaruh kesenian yang paling menonjol dalam hal ini terlihat dalam irama qasidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran Islam. Syair pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat Islam, merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama masyarakat Islam Indonesia.


Begitu pula pengaruh dalam bidang bangunan peribadatan. Banyak bangunan mesjid yang ada di Indonesia, terpengaruh dari bangunan mesjid yang ada di Negara-negara Islam, baik yang ada di Timur Tengah ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia Islam.


  • Pengaruh Dalam Bidang Politik

Ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaannya, banyak sekali undur politik Islam yang berpengaruh dalam system politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Misalnya tentang konsep khalifatullah fil ardi dan dzilullah fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan pada masa pemerintahan kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.


Kebanyakan penduduk negara kita beragama Islam. Para ahli berpendapat bahwa agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Agama dan kebudayaan Islam masuk Indonesia melalui para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat (India), dan Cina. Agama Islam berkembang dengan pesat di tanah air. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam dan peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia. Agama dan kebudayaan Islam mewariskan banyak sekali peninggalan sejarah. Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Islam antara lain masjid, kaligrafi, karya sastra, dan tradisi keagamaan. Berikut ini akan dibahas satu per satu peninggalan sejarah Islam di Indonesia.


Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia

  1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.

  2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.

  3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.


Penyebaran Islam ke Nusantara dibawa oleh pedagang dari Gujarat, India pada abad ke-11, meskipun umat Islam datang ke Nusantara sebelumnya. Pada akhir abad ke-16, Islam telah melampaui jumlah penganut Hindu dan Budha sebagai agama dominan masyarakat Jawa dan Sumatera.

Bali Hindu mayoritas  mempertahankan , sedangkan pulau-pulau bagian timur sebagian besar tetap animisme sampai abad ke-17 dan ke-18 ketika agama Kristen menjadi dominan di daerah.

Penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya didorong oleh peningkatan jaringan perdagangan luar nusantara. Pedagang dan bangsawan kerajaan nusantara biasanya adalah yang pertama mengadopsi agama Islam. Kerajaan yang dominan, termasuk Kesultanan Mataram “di Jawa Tengah sekarang”, dan Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku Kepulauan di timur.


Pada akhir abad ke-13, Islam didirikan di Sumatera Utara, abad ke-14 di timur laut Malaya, Brunei, Filipina selatan, di antara beberapa abdi dalem di Jawa Timur pada abad ke-15 Malaka dan daerah lain di Semenanjung Melayu “sekarang Malaysia”.

Meskipun diketahui bahwa penyebaran Islam mulai di sisi barat Nusantara, potongan bukti yang ditemukan tidak menunjukkan konversi bertahap gelombang sekitar masing-masing wilayah nusantara, namun proses konversi rumit dan lambat.


Meskipun menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia, bukti sejarah putaran ini terfragmentasi dan umumnya tidak informatif sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia sangat terbatas.

Ada perdebatan di kalangan peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi Nusantara pada saat itu. Bukti utama, setidaknya dari tahap awal proses konversi ini, adalah batu nisan dan beberapa kesaksian dari para peziarah, namun bukti ini hanya dapat menunjukkan Muslim pribumi yang ada di tempat tertentu pada waktu tertentu.


Bukti ini tidak bisa menjelaskan hal-hal yang lebih rumit seperti bagaimana gaya hidup dipengaruhi oleh agama baru ini, atau bagaimana dalam Islam mempengaruhi masyarakat.

Dari bukti ini tidak dapat diasumsikan, bahwa karena penguasa saat itu dikenal sebagai seorang Muslim, maka proses Islamisasi daerah selesai dan mayoritas penduduk telah masuk Islam, namun proses konversi ini adalah proses yang berkesinambungan dan terus di Nusantara, bahkan berlanjut hingga hari ini di Indonesia modern.


Namun demikian, titik balik yang jelas terjadi adalah ketika kerajaan Hindu Majapahit di Jawa dihancurkan oleh Kerajaan Islam Demak.


Pada 1527, pemimpin perang Muslim Fatahillah mengubah nama baru ditaklukkan Sunda Kelapa sebagai “Jayakarta” yang berarti “kota kemenangan” yang pada akhirnya dari waktu ke waktu menjadi “Jakarta”. Asimilasi ke dalam warisan budaya Islam kemudian meningkat pesat setelah penaklukan ini.

Penyebaran Islam Menurut Wilayah

Pada sejarawan pertama percaya bahwa Islam tersebar di Nusantara dengan cara yang sebagian besar damai, dan dari abad ke-14 sampai akhir abad ke-19, kepulauan melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim terorganisir.

Tapi klaim ini kemudian disangkal oleh temuan sejarawan bahwa beberapa bagian dari Jawa, seperti Sunda Jawa Barat dan Jawa Timur Majapahit ditaklukkan oleh orang Jawa Muslim dari Kesultanan Demak. Kerajaan Hindu-Budha Sunda Padjadjaran ditaklukkan oleh umat Islam di abad ke-16, sedangkan Muslim pesisir dan pedalaman Jawa Timur Hindu-Buddha sering berperang.


Pendiri Kesultanan Aceh Ali Shah Mughayat memulai kampanye militer pada tahun 1520 mendominasi bagian utara Sumatera dan mengkonversi penduduk Islam. Penyebaran terorganisir Islam juga dibuktikan dengan Wali Sanga “sembilan orang kudus” diakui memiliki andil besar dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama periode ini.


  • Malaka

Didirikan pada awal abad ke-15, perdagangan negara Melayu Kesultanan Malaka (sekarang bagian dari Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai pusat perdagangan yang paling penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim asing, dan dengan demikian muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di Nusantara.

Parameswara sendiiri diketahui telah masuk Islam dan mengambil nama Iskandar Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho yang adalah seorang Muslim Hui Cina.

Di Malaka dan di tempat lain batu nisan bertahan dan menunjukkan tidak hanya penyebaran Islam di Nusantara Melayu, tetapi juga sebagai budaya dan agama penguasa mereka pada akhir abad ke-15.


  • Sumatera Utara

Masjid di arsitektur tradisional Minangkabau Sumatera Barat. Bukti kuat mendokumentasikan transisi budaya terus dari dua batu nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh di Sumatera Utara, masing-masing dengan tulisan Islam tetapi dengan India dan jenis-jenis huruf Arab.

Yang berasal dari abad ke-14, batu nisan di Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa Timur merupakan bukti penyebaran Islam.


Trengganu batu memiliki dominasi atas kata-kata Arab bahasa Sansekerta, yang menunjukkan representasi pengenalan hukum Islam. Menurut Ying-yai Sheng-lan survei umum pantai laut (1.433) yang ditulis oleh Ma Huan, penulis sejarah dan penerjemah Zheng :

“Negara-negara besar di bagian utara Sumatera memiliki Kekaisaran Islam Pada 1414, ia (Cheng Ho) mengunjungi Kesultanan Malaka, penguasa Iskandar Shah adalah Muslim dan juga warga negara, dan mereka percaya dengan sangat patuh “.

Kampong Pande, Banda Aceh ada batu nisan Sultan Shah Word, cucu dari Sultan Shah Johan, yang memiliki sebuah prasasti yang menyatakan bahwa Banda Aceh adalah ibukota Kesultanan Aceh Darussalam dan bahwa kota ini didirikan pada Jumat, 1 Ramadhan (22 April 1205) oleh Johan Sultan Shah setelah ia menaklukkan kerajaan Hindu-Budha modal Indra Kuno di Bandar Lamuri.


Pembentukan kerajaan Islam lebih jauh di utara pulau Sumatera didokumentasikan oleh kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk pertama dan kedua sultan kesultanan Pedir “sekarang Pidie”, Muzaffar Shah, terkubur 902 H “1497 M” dan Ma ‘Ruf Shah, terkubur 917 H “1511 M”.

Kesultanan Aceh didirikan pada awal abad ke-16 dan kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di utara pulau Sumatera dan salah satu yang paling kuat di seluruh Kepulauan Melayu. Pertama Sultan Kesultanan Aceh adalah Mughayat Ali Shah yang Tombstone tanggal 936 H “1530 M”.


Pada 1520, Ali Mughayat Shah meluncurkan kampanye militer untuk mendominasi bagian utara Sumatera. Ia menaklukkan kekuasaan, dan mengubah orang Islam.

Penaklukan terus menyusuri pantai timur, seperti Pidie dan Pasai menggabungkan beberapa daerah penghasil emas dan merica. Penambahan daerah ini akhirnya menyebabkan ketegangan internal di Kesultanan Aceh, kekuatan Aceh adalah sebagai pelabuhan perdagangan, kepentingan ekonomi yang berbeda dari daerah kota produksi.


Dokter Book Portugis Tome Pires yang didokumentasikan pengamatannya di Jawa dan Sumatera dari kunjungannya di 1512-1515, dianggap sebagai salah satu sumber yang paling penting dari penyebaran Islam di Nusantara.


Pada saat itu, menurut Piers, sebagian besar raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan di sepanjang pantai timur ke Palembang, para penguasa adalah Muslim, sedangkan sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera dan ke barat pantai, sebagian besar tidak.

Di kerajaan lain di Sumatera, seperti Pasai dan Minangkabau Muslim penguasa meskipun pada tahap warganya dan masyarakat di daerah tetangga sebaliknya. Namun, dilaporkan oleh Pires bahwa Islam terus mendapatkan pengikut baru.


Setelah kedatangan kolonial Portugis dan ketegangan yang diikuti sekitar kekuasaan atas perdagangan rempah-rempah, Sultan Alauddin al-Kahar 1539-1571 mengirim duta besarnya ke Ottoman Sultan Suleiman I tahun 1564, meminta dukungan dari Kekaisaran Ottoman terhadap Portugis.

Ottoman kemudian dikirim laksamana mereka, Kurtoğlu Hızır Reis. Dia kemudian berlayar dengan kekuatan 22 kapal yang mengangkut pasukan, peralatan militer dan perlengkapan lainnya.

Menurut laporan yang ditulis oleh Fernao Mendes Pinto laksamana Portugis, armada Ottoman pertama kali tiba di Aceh terdiri dari beberapa orang Turki dan sebagian besar Muslim dari pelabuhan Samudera Hindia.


Demikian penjelasan artikel diatas tentang Penyebaran Islam Di Indonesia semoga bisa bermanfaat bagi pembaca setia kami.