Perjanjian Renville

Diposting pada

Perjanjian Renville – Latar Belakang, Terbentuknya, Tokoh, Isi dan Dampak – Perjanjian Renville merupakan perjanjian yang dimana antara Indonesia dengan Belanda yang diadakan pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara “KTN”, Committee of Good Offices for Indonesia, yang diterdiri dari Amerika Serikat, Australia dan Belgia.

Perjanjian-Renville

Latar Belakang Perjanjian Renville

Diadakannya perjanjian Reville atau perundingan Renville yang bertujuan untuk menyelesaikan segala pertikaian antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. perundingan ini dilatarbelakangi adanya peristiwa penyerangan Belanda terhadap Indonesia yang sebut dengan Agresi Militer Belanda Pertama yang jatuh pada tanggal 21 Juli 1947 sampai 4 Agustus 1947. Diluar negeri dengan adanya peristiwa penyerangan yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia, menimbulkan reaksi keras.


Pada tanggal 1 Agustus 1947, akhirnya dewan keamanan PBB memerintahkan keduanya untuk menghentikan tembak menembaj. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan gencatan dan berakhir pula Agresi Militer Pertama. Agresi militer pertama disebabkan adanya perselisihan pendapat yang diakibatkan bedanya penafsiran yang ada dalam persetujuan linggajati, dimana Belanda tetap mendasarkan tafsirannya pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember 1942. Dimana Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth serta akan dibentuk negara federasi, keinginan Belanda tersebut sangat merugikan Indonesia.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Perjanjian Linggarjati


Dengan penolakan yang diberikan pihak Indonesia terhadap keinginan Belanda, sehari sebelum agresi militer pertama Belanda tidak terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah pada tanggal 21 Juli 1947 Agresi militer Belanda yang pertama. Perundingan pihak Belanda dan pihak Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 diatas kapal Renville yang tengah berlabuh diteluk Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran-saran KTN dengan pokok-pokoknya yakni pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook serta perjanjian pelatakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer. Pada akhirnya perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 dan disusul intruksi untuk menghentikan aksi tembak-menembak di tanggal 19 Januari 1948.


Terbentuk kabinet Amir Syarifudin II

Setelah perjanjian Renville ditandatangani, tidak hanya bentuk negara Indonesia yang berubah. Indonesia juga harus mengubah sistem pemerintahan dan konstitusi negara. Perubahan sistem pemerintahan tersebut berubah dari sistem presidensial ke sistem parlementer. Dengan kata lain presiden hanya akan menjadi kepala negara, bukan lagi kepala pemerintahan.


Untuk kepala pemerintahan akan dipimpin oleh seorang perdana menteri. itulah yang menjadi Perbedaan Sistem Pemerintahan Presidensial Dengan Parlementer. Oleh karena itu, maka dilakukan pemilihan untuk presiden dan perdana menteri. Presiden yang terpilih tetap Ir. Soekarno. Sedangkan untuk kepala pemerintahan, terpilihlah Mr. Amir Syarifudin sebagai perdana menteri.


Setelah itu, dibentuklah kabinet baru yang merupakan bentukan Amir Syarifuddin. Sebelumnya Amir Syarifuddin juga telah mendapat mandate untuk memimpin kabinet peralihan setelah gagalnya kabinet syahrir sebagai dampak runtuhnya perjanjian linggarjati. Dan dengan ditandatanganinya perjanjian Renville ini menandai dibentuknya kabinet Amir Syarifuddin II.


Timbul reaksi keras pada kabinet

Kabinet yang baru dianggap memiliki kebijakan yang memberatkan rakyat dan pro Belanda. Banyak partai politik yang melancarkan aksi protes terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah baru tersebut. Lebih jauh lagi, partai politik bahkan menarik wakilnya dari dalam kabinet.


Rakyat menganggap Amir Syarifuddin menjual Indonesia kepada Belanda. Pada akhirnya, kabinet ini tidak bertahan lama dan bubar pada akhir Januari 1948. Pada tnggal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan kembali mandatnya ke Presiden. Reaksi terhadap kabinet ini juga mencerminkan Terjadinya Disintegrasi Nasional Bangsa.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Perjanjian Tuntang : Pengertian, Sejarah, Latar Belakang, Isi Dan Dampaknya


Tokoh Perjanjian Renville

Yang hadir pada perundingan diatas kapal Renville ialah sebagai berikut:

  1. Frank Graham “ketua”, paul van Zeeland “anggota” dan Richard Kirby “annggota” sebagai mediator dari PBB.
  2. Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin “ketua”, Ali Sastroamidjojo “anggota”, Haji Agus Salim “anggota”, Dr. J. Leimena “anggota”, Dr. Coa Tik len “anggota” dan Nasrun “anggota”.
  3. Delegasi Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo “ketua”, Mr. H.A.L van Vredenburgh “anggota”, Dr.P.J.Koets “anggota” dan Mr. Dr. Chr. Soumokil “anggota”.

Isi Perjanjian Renville

Berikut merupakan pokok-pokok isi perjanjian Renville yaitu:

  • Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau Republik Indonesia Serikat.
  • RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda.
  • Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya ke pemerintah federal sementara, sebelum RIS terbentuk.
  • Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
  • Enam bulan sampai satu tahun, akan diadadakan pemilihan umum “pemilu” dalam pembentukan Konstituante RIS.
  • Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Perjanjian Bongaya – Pengertian, Latar Belakang, Isi, Makna Dan Dampaknya


Dampak Perjanjian Renville

Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville bagi pemerintahan Indonesia yaitu:

  1. Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian wilayah Republik Indonesia telah dikuasai pihak Belanda.
  2. Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda.
  3. Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda.
  4. Republik Indonesia harus memaksa menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya untuk ke wilayah Republik Indonesia.
  5. Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka antara lain negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur.

Perundingan Renville yang berbuah perjanjian Renville sebuah hasil dari perudingan setelah terjadinya Agresi Militer Belanda pertama, berlangsungnya perundingan ini hampir satu bulan. Dalam perundingan ini KTN menjadi penengah, wakil ketiga negara tersebut antara lain Australia diwakili Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Zeeland, Amerika Serikart diwakili Frank Graham, untuk Indonesia sendiri oleh Amir Syarifuddin dan Belanda oleh Abdul kadir Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang memihak Belanda. Dalam hal ini perjanjian ini menimbulkan banyak kerugian bagi Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer Belanda yang kedua.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Perjanjian Versailles : Pengertian, Sejarah, Latar Belakang, Isi Dan Dampak


Demikianlah pembahasan mengenai Perjanjian Renville – Latar Belakang, Terbentuknya, Tokoh, Isi dan Dampak semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂