Contoh Hukum Internasional

Definisi Hukum Internasional

Definisi tradisional mengenai pokok permasalahan ini, yaitu dengan pembatasan pada perilaku negara-negara inter se, namun demikian dari segi praktis, perlu mengingat bahwa hukum internasional terutama adalah suatu sistem yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negar inter se. Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional.


Sejarah Hukum Internasional

Hukum internasional sebenarnya merupakan hukum yang telah tua usianya. Semenjak zaman romawi dahulu kala telah ada suatu jenis hukum yang kini disebut “hukum internasional”.

Adapun istilah yang tertua ialah istilah “ius gentium”, yang kemudian diterjemahkan menjadi:

  1. “volkerrecht” dalam bahasa jerman
  2. “droit de gens” dalam bahasa perancis
  3. “law of nations” dalam bahsa inggris

Pengertian “vokerrecht” dan “ius gentium” yang kemudian diterjemahkan menjadi:

  1. Ius gentium itu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota roma dengan orang asing, yakni orang yang bukan warga kota roma.

  2. Ius gentium adalah hukum yang diturunkan dan tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa yaitu hukum alam.

Contoh-Hukum-Internasional


Perlu diketahui, bahwa hukum alam itu menjadi dasar perkembangan hukum internasional di eropa  dari abad ke-15 sampai dengan abad ke-19. Dalam bukunya yang berjudul ‘An Introdiction to International Law”, J.G. Starke memberikan definisi hukum international sebagai berikut : “hukum international dapat dirumuskan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lain sesuai dengan definisi yang diberikan prof. Charles Cheney Hyde, dalam bukunya “international law” dan yang juga meliputi :

  1. peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga organisasi-organisasi internasional. Hubungan-hubungan lembaga dan organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi itu masing-masing, serta hubungannya dengan negara-negara dan individu individu; dan
  2. peraturan-peraturan hukum tersebut mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional.

Seorang sarjana Belanda yang sangat terkenal, Grotius menulis sewcara sistematis tentang kebiasaan perang dan damai dalam bukunya “De jure Belli ac Pacis (The Law of War and Peace = Perihal Hukum Perang dan Damai.


Berhubungan dengan karangannya ini, maka Grotius kadang-kadang dianggap sebagai “Bapak dari Hukum Internasional”, walapun ada orang yang mengatakan bahwa Grotius sebenarnya banyak mengikuti paham sarjana yang mendahului beliau seperti Gentilis dan lain-lain.


Grotius membahas dalam bukunya tersebut kebiasaan-kebiasaan (customs) yang diikuti negara-negara dari zamannya. Ia juga memperkenalkan beberapa doktrin Hukum Internasional misalnya dsoktrin “hukum kodrat” yang menjadi sumber dari Hukum Internasional di samping kebiasaan dan traktat.


Pengertian Hukum Internasional

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu,perusahaan multinasional dan individu.


Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik.Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.


Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.


Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.

Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.


Hukum internasional terdiri dari:

  1. Hukum internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum antara warganegara-warganegara sesuatu negara dengan warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional (hubunganantar-bangsa).

  2. Hukum publik internasional (hukum antar negara), ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain hubungan internasional.

Namun lazimnya, jika orang berbicara tentang hukum internasional, maka hampir selalu yang dimaksudkanya ialah hukum publik hukum internasional.


Hakikat Hukum Internasional

Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan dan ketetntuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum internasional yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti oppenheim  dan brierly, terbatas pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek hukum lainnya.


Namun dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh kedua abad 20 dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi  internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-pembebasan pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.


Sedangkan menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.  Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu hubungan internasional yang tidak bersifat perdata.


Selain itu hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga:

  1. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu,

  2. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.


Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional atau merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan Negara serta negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.


Subyek dan Sumber Hukum Internasional

Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:


  1. Negara
  2. Organisasi Internasional
  3. Palang Merah Internasional
  4. Tahta Suci Vatikan
  5. Kaum Pemberontak (belligerent)
  6. Individu

Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri. Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai    :.


  1. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.
  2. Metode penciptaan hukum internasional.
  3. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit.

Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, yaitu :

  1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus.
  2. Kebiasaan internasional (international custom) yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum.
  3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
  4. Keputusan pengadilan (judicial decision)
  5. Ajaran para ahli hukum internasional yang telah diakui kepakarannya, sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum.

Asas – Asas  Hukum Internasional

Pada hakekatnya asas yang dipakai dalam hukum Internasional adalah asas yang saling menjaga ketertiban, keamanan dan ketentraman dunia Internasional. Tidak diperbolehkan salah satu negara membuat keresahan dunia, bahkan mengancam keamanannya. Akan tetapi setiap negara diharuskan untuk menciptakan situasi yang kondusif, melalui beberapa kebijakannya tersebut. Asas-asas hukum Internasional diantaranya adalah:


  1. Pacta sunt servada

  2. Asas Timbal Balik

  3. Asas Kedaulatan Negara

  4. Asas Iktikad Baik

  5. Asas penyalahan Hak

  6. Asas non intervensi

  7. Asas penghormatan kemerdekaan

Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :


  1. Hukum Internasional Regional 

Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.


  1. Hukum Internasional Khusus 

Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.


Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional ialah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat antar negara-negara sebagai angota organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu.


Dalam perjanjian itu diperlukan adanya :

  1. Negara-negara yang tergabung dalam organisasi
  2. Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
  3. Kata sepakat untuk melakukan sesuatu perjajian
  4. Bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang terjadi

Subyek hukum nya terdiri dari negara-negara sebagai anggota oraganisasi bangsa-bangsa akan terikat kepada kata sepakat yang di perjanjikan. Suatu perjanjian internasional yang terjadi akan membuat hukum yang menjadi sumber hukum antar negara yang mengikatkan diri. Contoh : declaration of paris 1856. Charter of united nationals dan sebagainya.


Namun ada juga perjajian itu hanya meliputi beberapa negara saja atau hanya dua negara yang menyangkut kepentingan negara itu sendiri, yang biasa kita sebut dengan perjanjian bilateral dan perjajian multilateral contoh :perjajian indonesia dengan malaysia mengenai perbatasan, dan perjanjian itu akan menjadi sumber hukum bagi kedua negara yang terikat dalam perjanjian.


  • Kebiasaan internasional

Hukum kebiasaan yang berlaku antar negara-negara dalam mengadakan hubungan hukum yang di ketahui dari praktek-praktek pelaksanaan pergaulan negara-negara itu.Peraturanya sampai sekarang sebagian besar masih di berlakukan sebagai bagian dari kumpulan hukum internasional.Tetapi walaupun demikian keadaannya suatu hal yang penting ialah diterimanya suatu kebiasaan sebagai hukum yang bersifat umum dan kemudian menjadi hukum kebiasaan internasional. Misalnya: peraturan yang mengatur tentang cara mengadakan perjanjian interrnasional.


  • Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab

Prinsip-prinsip hukum umum yang dimaksudkan yaitu dasar sistem hukum pada umumnya berasal dari asas hukum romawi. Sedangkan negara yang beradab itu ialah negara yang mengikuti apa yang negara-negara didunia ini kehendaki untuk mencapai suatu perdamaian.


Menurut Sri Setianingsih Suwardi, S.H., fungsi dari prinsip-prinsip hukum umum ada tiga yaitu:

  1. Sebagai pelengkap dari hukum kebiasaan dan perjanjian internasional
  2. Sebagai alat penafsiran bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Maksudnya kedua sumber hukum itu harus sesuai dengan asas-asas hukum umum.
  3. Sebagai pembatas bagi perjanjian bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan.

Contoh Hukum Internasional

Contoh Hukum Internasional

  • Solusi  Kasus Ambalat Kaitannya dengan Implementasi Wawasan   Nusantara

Lepasnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, dan kini Blok Ambalat dalam klaimnya juga, secara hukum sebenarnya akibat kelalaian Indonesia yang tidak segera menetapkan batas terluar kepulauan Indonesia, terutama sejak rezim hukum negara kepulauan mendapat pengakuan dari masyarakat internasional melalui Konvensi Hukum Laut (KLH) 1982. Bab IV KLH, 1982 (Pasal 46 hingga Pasal 54) mengatur tentang Negara Kapulauan (Archipelagic States) Indonesia telah meratifikasi KLH 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985.


Namun, ratifikasi KLH 1982 ternyata dalam perkembangannya tidak segera diikuti dengan langkah-langkah tindak lanjut sebagai penjabarannya ke dalam peraturan perundang-undangan nasional. Kondisi tersebut sebenarnya kurang menguntungkan bagi Indonesia, karena berarti Indonesia belum dapat mengambil manfaat dari adanya perubahan dan atau pembaruan di bidang pengaturan atas laut khususnya yang diatur dalam Bab IV KLH 1982 tentang Negara Kapulauan. Rezim hukum “negara kepulauan” Indonesia yang telah diperjuangkan dengan susah payah sejak deklarasi Juanda 1957, harus dijaga keutuhannya dan dipertahankan eksistensinya, bila perlu dengan mengerahkan kekuatan bersenjata dan seluruh rakyat Indonesia.


Aksi Malaysia dengan klaimnya atas Blok Ambalat merupakan tamparan nyata terhadap kedaulatan teritorial “negara kepulauan” Indonesia. Aksi tersebut tidak boleh dibiarkan menjadi kenyataan. Tunjukkan dan tegaskan baik secara “faktual” maupun “yuridis” bahwa Blok Ambalat adalah milik Indonesia. Pengaturan masalah kelautan bagi pemerintah Republik Indonesia merupakan hal yang penting dan mendesak mengingat bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan sifat dan corak tersendiri. Hal tersebut sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 bahwa, “Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.


Penetapan batas-batas laut teritorial selebar 3 mil dari pantai sebagaimana terdapat dalam Territiriale Zee en Maritieme Kringen-Ordonnantie 1939 (TZMKO 1939) Pasal 1 ayat 1 tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan negara Republik Indonesia. Demi kesatuan wilayah negara Republik Indonesia, semua pulau-pulau serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pada tanggal 13 Desember 1957, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan suatu pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia (deklarasi Juanda).


Deklarasi tersebut yang di dalamnya mengandung konsepsi nusantara menimbulkan konsekuensi bagi pemerintah dan bangsa Indonsia untuk memperjuangkan dan mempertahankannya hingga mendapat pengakuan dari masyarakat internasional. Deklarasi Juanda 1957 mendapat tantangan dari negara-negara yang saat itu merasa kepentingannya terganggu seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Belanda dan New Zealand dengan menyatakan tidak mengakui klain Indonesia atas konsepsi nusantara. Negara yang mendukung pernyataan Indonesia mengenai konsepsi nusantara hanya Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.


Tapi dalam visi dan orientasi pembangunan, khususnya sejak Orba, kita melupakan visi dan orientasi negara kepulauan ini dan lebih berorientasi tanah daratan (land based oriented) yang mengakibatkan kita bersifat inward looking. Tanpa orientasi kepulauan, seperti dikatakan Dimyati Hartono, kita tidak punya national security belt, yakni titik-titik kawasan strategis bagi mengamankan kewilayahan dan kedaulatan negara.


Setiap titik itu bukan saja menjadi pos pertahanan tetapi juga dikembangkan ekonomi dan sarana-prasarana pendidikannya sehingga kawasan-kawasan titik ini dengan sendirinya akan terbangun sistem peringatan dini (early warning system). Dengan orientasi kepulauan, Indonesia akan membangun dengan pandangan integratif darat, laut dan udara. Dan orientasi ini akan membuat kita lebih outward looking.


Dalam menghadapi sengketa dan konflik daerah perbatasan ada beberapa model dan pola yang pernah dan dapat dilakukan untuk mengatasinya seperti dijelaskan dalam Pasal 33 Piagam PBB tentang Hukum Laut Internasional bahwa bila tak bisa diselesaikan secara bilateral, ada pelbagai alternatif, misalnya mediator, arbitrator dan mekanisme regional. Dalam kasus Ambalat, Malaysia pasti tak akan menggunakan mekanisme regional di ASEAN, karena dia punya persoalan dengan semua negara tetangganya seperti Singapura, Vietnam, Brunei Darusalam, Filipina dan Thailand mengenai batas laut.


Malaysia takut semua anggota ASEAN berpihak ke Indonesia. Bila perundingan bilateral menemui jalan buntu, bisa dipilih solusi joint development, di mana Indonesia termasuk pelopor dalam penggunaan mekanisme itu. Pada 1989, setelah bertahun-tahun menemui jalan buntu, kita sepakat tak membuat garis batas dengan Australia di Celah Timor. Kita menyepakati membuat joint development dengan melakukan kerja sama ekonomi di wilayah yang disengketakan.


Model joint development banyak mendapat pujian dari dunia dan konsep ini akhirnya ditiru negara-negata lain. Sebagai negara kepulauan, kita mempunyai persoalan dalam menjaganya karena saat kemerdekaan, laut kita cuma 3 mil dari pantai. Jadi luas laut kita tak lebih dari 100 ribu kilometer persegi. Setelah konsep wawasan nusantara diterima dunia, dan mendapat tambahan ZEE 200 mil, total laut kita menjadi 6 juta kilometer persegi.


Dengan demikian, dengan alasan apa pun, klaim wilayah di Blok Ambalat dan Blok East Ambalat tidak dibenarkan oleh hukum laut internasional. Apalagi Indonesia diperkuat oleh serentetan sejarah yang mencatat bahwa perairan di Ambalat masuk ke dalam wilayah pengaturan Kerajaan Bulungan. Namun, langkah yang juga harus segera ditempuh oleh Pemerintah Indonesia adalah segera perbaiki dan depositkan PP No 38/2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia ke Sekjen PBB untuk dicatatkan sebagai bukti dalam penguasaan wilayah. Semoga usaha diplomasi yang kuat dan terukur dapat mempertahankan kedaulatan keutuhan Negeri Bahari yang kita cintai.


Persengketaan atas wilayah Ambalat membutuhkan penyelesaian yang logis, relevan, tanpa merugikan pihak manapun apalagi sampai menimbulkan peperangan. Jika terjadi kontak senjata antar Angkatan Laut maka masing-masing negara bersengketa RI-Malaysia mengalami kerugian. Diusahakan sedapat mungkin persengketaan atas wilayah Ambalat dapat diselesaikan secara damai. Sebuah sentilan mengenai kasus sipadan, ligitan, dan yang terakhir adalah ambalat, harusnya menyadarkan kita bahwa kita telah jauh dari konsep wawasan nasional yang merupakan landasan visional bangsa dan Negara Indonesia.


Berkaitan dengan masalah perbatasan ini kaitannya dengan Wawasan Nusantara, penulis menawarkan solusi untuk menilik kembali kepada diri kita masing-masing harusnya setiap warga Negara Indonesia perlu memiliki kesadaran untuk:

  1. Mengerti, memahami, dan menghayati hak dan kewajiban warga Negara serta hubungan warga Negara dan Negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah air berdasarkan pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nuasantara
  2. Mengerti, memahami, dan menghahayati bahwa di dalam menyelenggarakan kehidupannya Negara memerlukan konsepsi wawasan nusantara, sehingga sadar sebagai earga Negara memiliki wawasan nusantara guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional

Indonesia harus lebih jeli dalam melihat setiap wilayahnya yang berbatasan dengan Negara lain, dan tentu apapun yang berkaitan dengan hal ini dibutuhkan bukti autentik. Indonesia harus belajar dari kasus Sipadan Ligitan agar wilayah Indonesia tetap merupakan satu kesatuan utuh yang berlandaskan kebhinekaa.


Demikian penjelasan artikel terkait tentang Contoh Hukum Internasional – Pengertian, Asas, Sumber, Hakikat semoga bermanfaat bagi pembaca setia kami.