Penilaian Kinerja adalah

Dalam bahsa Inggris, istilah penilaian kerja disebut dengan Performance Appraisal yaitu: suatu kajian mengenai penilaian yang secara sistem terhadap keadaan kerja pegawai yang dilakukan dengan formal yang berkaitan dengan standar kerja yang sudah ditetapkan organisasi. Dengan kata lain, Penilaian Kinerja ini menilai dan mengevaluasi keterampilan, kemampuan, pencapaian serta pertumbuhan seorang karyawan. Nah untuk lebih jelasnya simak ulasan selengkapnya dibawah ini.

Penilaian Kinerja

Pengertian Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah Evaluasi sistematis terhadap kinerja karyawan dan untuk memahami kemampuan karyawan tersebut sehingga dapat merencanakan pengembangan karir lebih lanjut bagi karyawan yang bersangkutan.


Pengertian Penilaian Kinerja Menurut Para Ahli

Nah berikut ini pengertian penilaian kerja karyawan menurut para ahli yang diantaranya yaitu:


  1. Menurut Soeprihanto “1988: 7”
    Definisi penilaian kerja menurut Soeprihanto ialah sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan.

  1. Menurut Dessler
    Definisi penilaian kerja menurut Dessler ialah evaluasi kinerja karyawan secara relatif pada waktu sekarang ataupun yang telah dilakukan yang disesuaikan dengan standar prestasi.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Kinerja Keuangan adalah


  1. Menurut Handoko “1994: 11”
    Definisi penilaian kerja menurut Handoko ialah cara untuk mengukur segala kontribusi pada setiap karyawan didalam organisasi. Nilai yang paling penting dalam penilaian kinerja ialah terkait dengan penetapan tingkat kontribusi karyawan dengan kinerja yang dilakukan pada penyelesaian tugas yang menjadi tanggung jawab karyawan.

  1. Menurut Mondy Dan Noe
    Definisi penilaian kerja menurut Mondy dan Noe ialah tinjauan formal serta proses evaluasi kinerja karyawan maupun kinerja tim.

  1. Menurut Hasibuan “2000:87”
    Definisi penilaian kerja menurut Hasibuan ialah aktivitas bagi para manajer untuk melakukan evaluasi terhadap tingkat laku berprestasi para karyawan yang dilanjutkan dengan menentukan kebijaksanaan kedepannya, hal yang berhubungan dengan penilaian kinerja seperti penilaian loyalitas, kejujuran, leadership, teamwork, dedikasi dan partisipasi.

  1. Menurut Mathis Dan Jackson “2006:382”
    Definisi penilaian kerja menurut Mathis dan Jackson ialah proses evaluasi terhadap karyawan dalam melakukan pekerjaan yang dikomparasikan dengan standar yang dilanjutkan dengan memberi informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja biasa juga disebut dengan pemberian peringkat pada karyawan melalui penijauan, evaluasi dan penilaian hasil kerja.

  1. Menurut Sofyandi “2008”
    Definisi penilaian kerja menurut Sofyandi ialah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan.

  1. Menurut Rivai “2005:66”
    Definisi penilaian kerja menurut Rivai ialah suatu proses untuk penetapan pemahaman bersama tentang apa yang akan dicapai dan suatu pendekatan untuk mengelola dan mengembangkan orang dengan cara peningkatan dimana peningkatan itu akan dicapai dalam waktu singkat ataupun lama.

Tujuan Penilaian Kinerja

Adapun tujuan dari penilaian kinerja karyawan menurut Rivai “2005:52” antara lain yaitu:

  • Menjalankan peninjauan ulang atas kinerja karyawan di masa lalu.
  • Memperoleh data yang sinkron dengan fakta dan sistematis dalam menentukan nilai suatu pekerjaan.
  • Melakukan identifikasi kemampuan organisasi.
  • Melakukan analisa kemampuan karyawan secara individual.
  • Menyusun sasaran pada masa yang akan datang.
  • Melihat prestasi kinerja karyawan secara nyata.
  • Memperoleh keadilan dalam sistem pemberian upah dan gaji yang diterapkan pada organisasi.
  • Memperoleh data untuk penentuan struktur pemberian upah dan gaji yang sesuai dengan pemberlakukan secara umum.
  • Membantu pihak manajemen dalam menjalankan pengukuran dan pengawasan yang lebih akurat atas biaya yang dipakai oleh perusahaan.
  • Memungkinkan manajemen menjalan negosiasi secara rasional dan obyektif dengan serikat pekerja ataupun dengan langsung kepada karyawan.
  • Merancang kerangka berpikir dan standar dalam menjalankan peninjauan yang dilakukan secara berkala pada sistem pemberian upah dan gaji.
  • Mengarahkan pihak manajemen supaya bersikap obyektif dalam memperlakukan karyawan sesuai dengan prinsip organisasi.
  • Menjadi panduan organisasi dalam melakukan promosi, mutasi, memindahkan dan peningkatan kualita karyawan.
  • memperjelas tugas utama, fungsi, wewenang dan tanggung jawab dan juga satuan kerja pada organisasi. Hal ini apabila dijalankan sesuai dengan aturan dan berjalan baik akan memberikan manfaat untuk organisasi khususnya untuk menghindari overlapin pada pemberian tugas/program/kegiatan dalam organisasi.
  • Melakukan minimalisir karyawan mengeluh yang berakibat karyawan menjadi resign. Dengan adanya penilaian kerja karyawan maka karyawan akan merasa diperhatikan dan dihargai dalam setiap kinerjanya.
  • Melakukan penyelerasakan penilaian kinerja dengan keberjalanan bisnis menjadikan pergerakan dalam organisasi khususnya organisasi nirlaba selalu sesuai dengan tujuan usaha.
  • Melakukan identifikasi pelatihan apa yang dibutuhkan oleh karyawan.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Manajemen Kinerja


Syarat Efektivitas Penilaian Kinerja

Dalam melakukan penilaian atau evaluasi kinerja yang efektif, ada beberapa syarat dalam efektivitas penilaian kinerja yaitu:


  1. Relevance

Ada kaitan yang jelas antara standard tampilan kerja dari suatu tugas dan tujuan organisasi, dan ada kaitan yang jelas antara elemen tugas dan dimensi-dimensi yang dinilai dalam lembaran penilaian.


  1. Sensitivity

Sistem penilaian yang digunakan dapat membedakan antara pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.


  1. Reliability

Hasil penilaian yang diperoleh menunjukkan konsistensi yang tinggi.system yang digunakan harus dapat diandallkan, dipercaya bahwa mengunakan tolok ukur yang objektif, shaheh, akurat, konsisten dan stabil;


  1. Acceptability

Jenis dan tingkat perilaku kerja yang dinilai dapat diterima oleh kedua belah pihak (atasan dan bawahan).


  1. Practicality

Mudah dimengerti dan digunakan oleh manajer dan pegawai tidak rumit dan tidak terbelit-belit.


Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan

Manfaat dari dilakukannya penilaian kinerja karyawan ialah sebagai berikut:

  • Memberikan informasi tentang hasil yang diinginkan dari sebuah pekerjaan.
  • Bisa mencegah terdapatnya miskomunikasi berkaitan dengan kualitas kerja yang diinginkan.
  • Menciptakan peningkatan produktivitas karyawan sebab ada feedback atau umpan balik untuk karyawan yang berprestasi.
  • Menghargai setiap kontribusi.
  • Membuat komunikasi dua arah antara pihak manajer dengan karyawan.

Elemen Penilaian Kinerja

Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther & Davis (1996) adalah:


  1. Performance Standart

Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akandiukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini.


Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu validity, agreement, realism, dan objectivity.

  • Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
  • Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di atas.
  • Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
  • Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai.

  1. Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)

Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).

  1. Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
  2. Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
  3. Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
  4. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
  5. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
  6. Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Akuntansi Keperilakuan adalah


Dimensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian kinerja. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah people-based criteria, product-based criteria, dan behaviour-based criteria.

  • People-based criteria dibuat berdasarkan dimensi kegunaan fungsional sehingga banyak digunakan untuk selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat berdasarkan penilaian terhadap kemampuan pribadi, seperti pengalaman, kemampuan intelektual, dan keterampilan.
  • Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada people -based criteria. Kriteria ini didasarkan atas tujuan atau jenis output yang ingin dicapai.
  • Behaviour-based criteria mempunyai banyak aspek, bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau teknis. Kriteria ini dibuat berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan sesuai dengan aspek-aspek tersebut.

  1. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)

Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya yang terjadi.


Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif. Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain.


Proses Penilaian Kinerja

Proses Penilaian Kinerja

Dalam menerapkan penilaian kinerja karyawa mempunyai beberapa proses yang harus dilakukan. Hal itu disebabkan penilaian kinerja ialah suatu proses secara terus-menerus dan tidak bersifat temporer, proses tersebut antara lain sebagai berikut:


  • Analisis Pekerjaan

Proses analisis ini dapat diawali dari analisi jabatan/posisi, dengan mengetahui posisi seseorang karyawan maka akan lebih mudah menjelaskan jenis pekerjaannya, tanggung jawab yang dipukul, kondisi kerja dan berbagai program dan aktivitas yang dilakukan.


Analisis pekerjaan ini sangat penting dalam penilaian kinerja karena merupakan dasar untuk penetapan standar dan evaluasi dan juga dalam menganalisis pekerjaan sangat diperlukan sistem informasi manajemen yang baik.


  • Standar Kinerja

Penetapan standar kinerja dipakai untuk melakukan komparasi antara hasil kerja standar dengan standar yang telah ditentukan. Dengan adanya perbandingan ini maka bisa dilakukan identifikasi apakah kinerja karyawan telah sesuai dengan target yang diinginkan atau tidak. Dalam hal ini standar kinerja harus ditulis secara spesifik dan mudah dipahami, realistis dan terukur.


  • Sistem Penilaian Kinerja

Pada umumnya terdapat empat sistem atau metode penilaian kinerja karyawan. Pertama yaitu Behavior Appraisal System atau penilaian kinerja yang berdasarkan terharap penilaian tingkah laku. Kedua Personel/Performer Appraisal System atau penilaian kinerja yang berdasarkan terhadap dari ciri dan sifat invidu karyawan.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : HRD (Human Resources Development)


Ketiga ialah Result Oriented Appraisal System atau penilaian kinerja dengan dasar hasil kerja. Keempat Contingency Appraisal System atau penilaian kinerja terhadap dasar kombinasi beberapa unsur, ciri, sifat, tingkah laku dan hasil kerja. Contoh penilaian kinerja karyawan sebenarnya mudah ditemukan pada perusahaan yang telah settle secara manajemen dan masing-masing perusahaan mempunyai metode penilaian kinerja tersendiri.


Metode Penilaian Kinerja

Metode Penilaian Kinerja

Para manajer bisa memilih dari sejumlah metode penilaian. Jenis system penilaian kinerja yang digunakan bergantung pada tujuannya. Jika penekanan utamanya pada pemilihan karyawan untuk promosi,pelatihan,dan peningkatan bayaran berdasarkan prestasi, metode tradisional seperti skala penilaian mungkin tepat. Metode-metode kolaboratif, termasuk input dari para karyawan itu sendiri, mungkin terbukti lebih cocok untuk pengembangan karyawan.


  1. Metode Penilaian Umpan Balik 360-Derajat

Metode penilaian umpan balik 360-derajat adalah metode penilaian kinerja popular yang melibatkan masukan evaluasi dari banyak level dalam perusahaan sebagaimana pula dari sumber-sumber eksternal.


Dalam metode ini, orang-orang disekitar karyawan yang dinilai bias ikut serta memberikakan nilai, antara lain manajer senior, karyawan itu sendiri,atasan,bawahan, anggota tim. Dan pelanggan internal atau eksternal.  Perusahan-perusahan yang menggunakan umpan balik 360 derajat meliputi McDonnell-Douglas, AT&T, Allied Signal, Dupont, Honeywell, Boeing, dan intel.


Perusahan-perusahan tersebut menggunakan umpan balik 360-derajat guna memberikan evaluasi-evaluasi untuk penggunaan konvensional.Banyak perusahaan menggunakan hasil dari program 360-derajat bukan hanya untuk penggunaan konvensial namun juga untuk perencanaan suksesi, pelatihan, pengembangan professional, dan manajemen kinerja.


Menurut beberapa manajer, metode umpan balik 360-derajat memiliki masalah-masalah. Ilene Gochman, direktur praktik efektivitas organisasi Watson Wyatt, berkata, “kami menemukan bahwa penggunaan 360 sebenarnya berkorelasi negative dengan hasil-hasil finansial.” Mantan CEO GE Jack Welch berpendapat bahwa system 369-derajat diperusahaannya telah dimainkan dan bahwa orang-orang mengatakan hal-hal baik satu sama lain, menghasilkan nilai-nilai yang baik.


Pandangan penting lainnya dengan arah yang berlawanan adalah bahwa masukan dari rekkan-rekan kerja, yang bias menjadi pesaing untuk kenaikan bayaran dan promosi, bias dengan sengaja mendistorsi data dan mensabotase rekan kerja. Namun karena banyak perusahaan  menggunakan evaluasi umpan balik 360-derajat, termasuk hamper semua perusahaan Fortune 100, tampaknya banyak perusahaan yang telah menemukan cara untuk menghindari sisi-sisi buruk evaluasi tersebut.


  1. Metode Skala Penilaian

Metode skala penilaian (rating scales method) adalah metode penilaian kinerja yang  menilai para karyawan berdasarkan factor-faktor yang telah ditetapkan.


Menggunakan pendekatan ini, para evaluator mencatat penilaian mereka mengenai kinerja pada sebuah skala.Skala tersebut meliputi beberapa kategori, biasanya dalam angka 5 sampai 7, yang didefinisikan dengan kata sifat seperti luar biasa, memenuhi harapan, atau butuh perbaikan.Meskipun system-sistem seringkali memberikan penilaian keseluruhan, metode ini secara umum memungkinkan penggunaan lebih dari satu kriteria kinerja.


Untuk dapat menerima nilai luar biasa  untuk factor seperti kualitas kerja. Seseorang harus secara konsisten melampaui tuntutan-tuntutan kerja yang ditetapkan. Meskipun contoh formulir tersebut kurang dalam hal ini, semakin rinci definisi mengenai factor-faktor dan tingkat-tingkat, semakin akurat penilai bias mengevaluasi kinerja karyawan.


  1. Metode Insiden Kritis

Metode insiden kritis (critical incident method) adalah metode penilaian kinerja yang membutuhkan pemiliharaan dokumen-dokumen tertulis mengenai tindakan-tindakan karyawan yang sangat positif dan sangat negatif.


Ketika tindakan tersebut, yang disebut insiden kritis, mempengaruhi efektivitas departemen secra signifikan, secara positif ataupun negative, manajer mencatatnya.Pada akhir periode penilaian, penilaian menggunakan catatan-catatan tersebut bersama dengan data-data lainnya untuk mengevaluasi kinerja karyawan. Dengan cara tersebut, penilaian akan lebih cenderung mencakup keseluruhan periode evaluasi dan tidak berfokus pada minggu-minggu atau bulan-bulan terakhir saja.


  1. Metode Esai

Metode esai (essay method) adalah metode penilaian kinerja dimana penilai menulis narasi singkat yang menggambarkan kinerja karyawan.


Metode ini cenderung berfokus pada perilaku ekstrim dalam pekerjaan karyawan dan bukan kinerja rutin harian.Prnilaian jenis ini sangat bergantung pada kemampuan menulis dari evaluator.Para atasan dengan ketrampilan menulis yang sangat baik, jika mau, bisa membuat seseorang karyawan tyang biasa-biasa saja terdengar seperti seorang berprestasi terbaik. Membandingkan evaluasi-evaluasi esai bias menjadi sulit karena tidak ada kriteria umum. Namun, beberapa manajer yakin bahwa metode esai bukan hanya yang paling sederhana tetapi juga pendekatan yang dapat diterima untuk evaluasi karyawan.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Sistem Pengendalian Intern


  1. Metode Standar Kerja

Metode standard kerja (work standards method) adalah penilaian kinerja yang membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standard yang telah ditetapkan atau tingkat output yang diharapkan.


Standard-standar mencerminkan output normal dari seorang karyawan rata-rata yang bekerja dengan kecepatan normal. Perusahan-perusahan bisa menerapkan standard kerja untuk hampir  semua jenis pekerjaan., namun pekerjaan-pekerjaan produksi umumnya mendapat perhatian lebih besar. Beberapa metode tersedia untuk menentukan standard kerja, termasuk studi waktu (time study) den pengambilan sampel pekerjaan (work sampling).


Manfaat nyata penggunaan standard sebagai kriteria penilaian adalah objektifitas. Namun, agar para karyaawan mempersepsikan bahwa standard-standar tersebut objektif, mereka harus memahami dengan jelas cara standard-standar tersebut ditetapkan. Manajemen juga harus menjelaskan alas an dari setiap perubahan pada standard-standar.


  1. Metode Peringkat

Metode peringkat (ranking metode) adalah metode penilaian kinerja dimana penilai menempatkan seluruh karyawan dari sebuah kelompok dalam urutan kinerja keseluruhan.


Sebagai contoh, karyawan terbaik dalam kelompok diberikan peringakat tertinggi, dan yang terburuk diberi peringkat terendah.Anda mengikuti prosedur ini hinggah anda memeringkaat semua karyawan.Kesulitan timbul ketika semua orang kerja pada tingkat yang sebanding (sebagaimana dipersepsikan oleh si evaluator).


Perbandingan berpasangan (paired comparison) adalah variasi dari metode peringkat dimana kinerja tiap karyawan dibandingkan dengan setiap karyawan lainnya dalam kelompook.Sebuahu kriteria tunggal.Seperti kinerja keseluruuhan, seringkali menjadi dasar perbandingan tersebut. Karyawan yang memperoleh angka perbandingan positif terbanyak mendapatkan  peringkat tertinggi.


  1. Metode Distribusi Dipaksakan

Metode distribusi dipaksakan (forced distribution method) adalah metode penilaian kinerja yang mengharuskan penilai untuk mebagi orang-orang dalam sebuah kelompok kinerja kedalam sejumlah kategori terbatas, mirip suatu distribusi frekuensi normal


System distribusi dipaksakan sudah ada sejak beberapa dekade dan perusahan-perusahaan seperti General Electric, Microsoft, dan JPMorgan menggunakannya saat ini.Disebabkan adanya peningkat focus pada bayaran untuk kinerja (pay for performance), semakin banyak perusahan mulai menggunakan disribusi dipaksakan.Para pendukung distribusi dipaksakan yakin bahwa system tersebut memfasilitasi penganggaran dan mencegah para manajer yang terlalu ragu-ragu untuk menyingkirkan mereka yang berprestasi buruk.Mereka berpikir bahwa peringkat yang dipaksakan mengharuskan para manajer bersikap jujur kepada para karyawan mengenai prestasi mereka.


  1. Metode Skala Penilaian Berjangkar Keperilakuan

Metode skala penilaian berjangkar keperilakuan (behaviourally anchored rating scale/BARS) adalah metode penilaian kinerja yang mengabungkan unsur-unsur skala penilaian tradisional dengan metode insiden kritis; berbagai tingkat kinerja ditunjukkan sepanjang sebuah skala dengan masing-masing dideskripsikan menurut perilaku kerja spesifik seorang karyawan.


Sistem BARS berbeda dengan skala penilaian karena, alih-alih menggunakan istilah-istilah seperti tinggi. Menengah, dan rendah pada setiap poin skala, sistem tersebut menggunakan jangkar-jangkar keperilakuan yang berhubungan dengan standard yang sedang diukur. Modifikasi ini memperjelas makna dari setiap poin pada skala serta mengurangi bias dan kesalahan penilai dengan menjangkar nilai tersebut pada contoh-contoh perilaku spesifik yang didasarkan pada informasi analisis pekerjaan. Alih-alih memberikan ruang untuk memasukan angka penilai untuk kategori seperti di atas harapan, metode BARS memberikan contoh-contoh perilaku tersebut.


Masalah dalam Penilaian Kinerja

Sebagaimana telah disinggung pada permulaan bab ini,penilaian kinerja terus menerus berada dibawah gempuran kritik. Metode skala penilaian tampaknya menjadi sasaran paling retan. Namun sesungguhnya, banyak dari masalah-masalah yang umum dikemukakan tidaklah melekat pada metode itu sendiri, namun,lebih mencerminkan implementasi yang tidak tepat.


Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan mungkin gagal memberikan pelatihan untuk penilai yang cukup, atau perusahaan-perusahaan tersebut mungkin menggunakan kriteria penilaian yang terlalu subjektif dan tidak memiliki keterkaitan dengan pekerjaan.


Bagian berikut ini menitikberatkan perhatian pada beberapa bidang permasalahan yang paling umum.


  1. Ketidak nyamanan Penilai

Melaksanakan penilaian kinerja seringkali menjadi tugas manajemen sumber daya manusia yang membuat frustasi. Salah satu guru manajemen, Edward Lawler, mencatat dokumentasi penting yang menunjukkan bahwa sistem penilaian kinerja tidak memotivasi orang-orang dan tidak pula mengarahkan pengembangan mereka secara efektif.Menurutnya, sistem tersebut justru menciptakan konflik antara atasan dan bawahan serta menyebabkan perilaku-perilaku yang merugikan.


Peringatan ini penting. Jika sebuah sistem penilaian kinerja memiliki desain yang salah,atau pelaksanaan yang tidak tepat,par karyawan akan takut mendapatkan peniaian dan para manajer tidak akan suka melakukannya. Dalam kenyataannya, beberapa manajer selalu membenci waktu,prosedur,pilihan-pilihan sulit,dan ketidaknyamanan yang sering menyertai proses penilaian.


Menjalankan prosedur penilaian menyela beban kerja berprioritas tinggi seorang manajer dan pengalaman tersebut bisa menjadi sangat tidak menyenangkan jika karyawan yang dinilai tidak bekerja dengan baik.Menurut sumber di Inggris,satu dari delapan manajer akan lebih suka mengunjungi dokter gigi daripada melaksanakan penilaian kinerja.


  1. Ketiadaan Obyektivitas

Kelemahan potensial dari metode-metode penilaian kinerja tradisional adalah tidak adanya obyektivitas. Dalam metode skala penilaian,misalnya,faktor-faktor yang umum digunakan seperti sikap, penampilan, dan kepribadian sulit untuk diukur. Disamping itu, faktor-faktor tersebut mungkin memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan kinerja pekerjaan seorang karyawan.


Meskipun subjektivitas akan selalu ada dalam metode-metode penilaian, penilaian karyawan yang didasarkan terutama pada karakteristik-karakteristik pribadi bisa menempatkan evaluator dan perusahaan dalam posisi yang lemah terhadap karyawan dan ketentuan peluang kerja setara. Perusahaan bsa mendapat tekanan berat untuk membuktikan bahwa faktor-faktor tersebut berhubungan dengan pekerjaan ( job related).


  1. Halo/Horn Error

Hallo error muncul ketika manajer menggeneralisasikan satu unsur atau insiden kinerja positif kepada seluruh aspek kinerja karyawan,menghasilkan nilai yang lebih tinggi.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Remunerasi adalah


Sebagai contoh,Rodney Pirkle, accounting supervisor, menempatkan nilai tinggi pada kerapian, sebuah faktor yang digunakan dalam sistem penilaian kinerja perusahaan.Ketika Rodney mengevaluasi kinerja senior accounting clerk-nya,Jack Hicks, ia memperhatikan bahwa Jack adalah seorang yang sangat rapi dan memberinya nilai tinggi pada faktor tersebut. Disamping itu, sadar atau tidak sadar, Rodney membiarkan peringkat tinggi pada kerapian melekat pada faktor-faktor lainnya, memberi Jack nilai tinggi yang tidak berdasar pada semua faktor.


Tentunya, jika Jack tidak rapi, hal yang berlawanan bisa terjadi.Fenomena ini dikenal sebagai horn error, kesalahan evaluasi yang muncul ketika manajer menggeneralisasikan satu unsur atau insiden kinerja negatif kepada seluruh aspek kinerja karyawan, menghasilkan nilai yang lebih rendah.


  1. Sikap Lunak/Sikap Keras

Memberikan nilai tinggi tanpa alasan yang bisa diterima disebut sikap lunak (leniency).Perilaku ini seringkali dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari kontroversi mengenai penilaian.Hal ini paling umum terjadi ketika kriteria yang sangat subjektif (dan sulit untuk dipertanggungjawabkan) digunakan, dan penilai harus mendiskusikan hasil evaluasi dengan para karyawan. Sebuah studi riset menemukan bahwa ketika para manajer mengetahui mereka mengevaluasi para karyawan untuk keperluan administratif, seperti kenaikan bayaran, mereka akan cenderung melunak dibandingkan ketika mengevaluasi kinerja untuk mewujudkan pengembangan karyawan.


Namun, sikap lunak bisa menyebabkan kegagalan untuk mengenali kekurangan-kekurangan yang bisa diperbaiki. Praktik tersebut juga menurunkan anggaran prestasi dan mengurangi imbalan yang tersedia bagi para karyawan unggul. Di samping itu,organisasi akan mendapatkan kesulitan untuk memberhentikan para karyawan berprestasi rendah yang terus menerus memperoleh evaluasi positif.


Terlalu kritis terhadap kinerja karyawan dalam bekerja disebut sebagai sikap keras (strictness).


Meskipun sikap lunak biasanya lebih umum dibandingkan sikap keras, beberapa manajer atas inisiatif mereka sendiri, menerapkan evaluasi secara lebih ketat dibandingkan standar perusahaan.Perilaku ini bisa dikarenakan tidak adanya pemahaman atas berbagai faktor evaluasi. Situasi terburuk terjadi ketika perusahaan memiliki para manajer lunak dan keras sekaligus dan tidak melakukan apapun untuk menyamakan ketidaksetaraan.


Di sini, mereka yang berprestasi rendah mendapatkan kenaikan bayaran yang relatif tinggi dan promosi dari atasan yang lunak, sementara manajer yang keras kurang menghargai para karyawan yang lebih berprestasi. Hal ini akan memiliki pengaruh merugikan pada semangat kerja dan motivasi orang-orang berprestasi terbaik.


  1. Central Tendency Error

Central tendency error adalah kesalahan penilaian evaluasi yang muncul ketika para karyawan secara tidak benar dinilai mendekati rata-rata atau pertengahan skala.


Praktik ini bisa didorong oleh beberapa sistem skala penilaian yang mengharuskan evaluator untuk memberi alasan penilaian ekstrim tinggi dan ekstrim rendah.Delapan sistem tersebut,penilai bisa menghindari kemungkinan munculnya kontroversi ataun kritik dengan hanya memberikan nilai rata-rata. Namun karena penilaian tersebut cenderung mengumpul dalam rentang benar-benar memuaskan, para karyawan jarang mengeluhkan hal ini. Bagaimanapun juga, kesalahan tersebut ada dan mempengaruhi ketetapan evaluasi.


  1. Bias Perilaku Terakhir

Setiap orang yang pernah mengamati perilaku anak-anak kecil beberapa minggu menjelang Natal bisa langsung mengenai adanya masalah bias perilaku terakhir ( recent behavior bias ). Tiba-tiba, anak-anak paling nakal di pemukiman mengembangkan kepribadian saleh dalam anstisipasinya terhadap hadiah yang mereka harap diberikan oleh Old Saint Nick.


Orang-orang dalam angkatan kerja bukanlah anak-anak, namun mereka adalah manusia.Hampir semua karyawan mengetahui dengan tepat kapan penilaian kinerja di jadwalkan.Meskipun tindakan mereka mungkin tidak di sadari, perilaku karyawan seringkali menjadi lebih baik dan produktivitas cenderung meningkat beberapa hari atau minggu sebelum evaluasi terjadwal.Wajar bagi seorang penilai untuk mengingat perilaku terakhir secara lebih jelas dibandingkan tindakan-tindakan yang lebih jauh di masa lampau. Namun, penilaian kerja formal umumnya.


  1. Bias Peribadi (Stereotyping)

Kekurangan ini muncul ketika para manajer membiarkan perbedaan-perbedaan individual seperti jender, ras, atau usia mempengaruhi penilaian yang mereka berikan. Masalah ini bukan saja menghancurkan semangat kerja karyawan, namun juga jelas-jelas ilegal dan dapat menimbulkan proses hukum yang memakan biaya. Pengaruh Bias Budaya, atau streotyping, secara pasti bisa mempengaruhi penilaian. Para manejer memunculkan gambaran – gambaran mental mengenai apa yang dianggap sebagai karyawan ideal dan para karyawan yang tidak sesuai dengan gambaran tersebut bisa dinilai secara tidak  adil.


Diskriminasi dalam penilaian bisa pula didasarkan pada faktor – faktor lain. Sebagai contoh, karyawan – karyawan yang bergaya tenang bisa dinilai secara lebih baik sewenang – wenang karena mereka tidak terlalu keberatan dengan hasilnya. Jenis perilaku ini sangat bertolak belakang dengan karyawan yang lebih terus terang, yang seringkali mempertegas ungkapan : the squeky wheel gets the grease ( roda yang bergesekan terus harus diberi minyak ).


Dalam contoh lain, sebuah studi menyimpulkan bahwa orang-orang yang di persepsikan sebagai perokok menerima evaluasi kinerja yang lebih rendah dibandingkan mereka yang bukan perokok, implikasinya adalah bahwa jika mereka berhenti merokok, mereka akan mendapatkan nilai lebih tinggi.


  1. Manipulasi Evaluasi

Dalam beberapa kasus , para manejer mengendalikan hampir semua aspek proses penilaian dan dengan demikian berada dalam posisi yang bisa memanipulasi sistem. Sebagai contoh, seorang atasan mungkin ingin memberikan kenaikan bayaran kepada karyawan tertentu. Guna membenarkan tindakan tersebut, sang atasan bisa tanpa dasar yang kuat memberikan nilai yang rendah kepada si karyawan. Dalam kedua kasus tersebut, sistem sistim terdistrosi  dan tujuan penilaian kinerja tidak dapat dicapai. Di samping itu, pada contoh yang terakhir di pengadilan.Jika organisasi tersebut tidak mampu secara layak mendukung evaluasi tersebut, organisasi itu bisa menderita kerugian finansial yang signifikan.


  1. Kecemasan Karyawan

Proses penilaian juga bisa  menciptakan kecemasan bagi karyawan yang dinilai. Peluang-peluang promosi, penugasan-penugasan kerja yang lebih baik, dan peningkatan kompetensi bisa bergantung pada hasil penilaian.Hal tersebut menimbulkan bukan hanya kegelisahan, namun juga penolakan total. Sebuah pendapat menyatakan bahwa jika anda menyurvei para karyawan pada umumnya, mereka akan mengatakan kepada anda bahwapenilaian kinerja adalah cara manajemenuntuk mengungkapkan semua hal buruk yang mereka lakukan sepanjang tahun.


Daftar Pustaka:

  1. Alwi, Syafaruddin. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
  2. Mathis, Robert L., Jackson H. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.
  3. Mondy, R.W. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke 10, PT. Gelora Aksara Pratama: Penerbit Erlangga.
  4. Simamora, Henry. 2004.  Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke 3, Cetakakn ke-1 Yogyakarta, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN: Yogyakarta.
  5. Wibowo.(2007). Manajemen Kinerja. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Demikianlah pembahasan mengenai Penilaian Kinerja – Pengertian Menurut Para Ahli, Tujuan, Syarat, Manfaat, Elemen, Proses, Metode & Masalah semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua,, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂