Pengertian Paradigma Geografi
Paradigma merupakan cara pandang keilmuan yang sama termasuk di dalamnya asumsi, prosedur dan penemuan yang diakui serta diterima oleh sekelompok ilmuwan dan akhirnya diakui masyarakat pada umumnya. Sebagai suatu imu yang terbilang sudah lama berkembang, geografi juga mengalami pergeseran paradigm dalam studinya. Mulai dari masa tradisional sampai kontemporer.
Pengertian Paradigma Geografi Menurut Para Ahli
1. Kuhn (1970)
Mengartikan paradigma sebagai keseluruhan kumpulan (konstelasi) kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) dan sebagainya yang dianut warga suatu komunitas tertentu.
2. Vardiansyah (2008)
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap dan bertingkah laku.
3. Wikipedia
Paradigma juga dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi, konsep, nilai dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya dalam disiplin intelektual.
Perkembangan Paradigma Geografi
-
Periode Perkembangan Paradigma-paradigma Tradisional
Pada masa paradigma tradisional muncul 3 macam paradigma dalam studi geografi. Secara garis besarnya dimulai sebelum tahun 1960-an, antara lain:
- Paradigma Eksplorasi
- Paradigma Environmentalisme
- Paradigma Regionalisme
Masing-masing paradigma ini menunjukkan sifat-sifatnya sendiri dan produknya yang merupakan pencerminan perkembangan suatu tuntutan kehidupan serta pencerminan perkembangan teknologi penelitian serta analisis yang ada.
a. Paradigma eksplorasi
Menunjukkan proses perkembangan awal dari pada “geographical thought” yang pernah dikenal arsipnya. Kekuasaan paradigma ekplorasi ini terlihat dari upaya pemetaan-pemetaan, penggambaran-penggambaran tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta dasar yang berhubungan dengan daerah-daerah baru. Dari kegiatan inilah kemudian muncul tulisan-tulisan atau gambaran-gambaran, peta-peta daerah baru yang sangat menarik dan menumbuhkan motivasi yang kuat bagi para peneliti untuk lebih menyempurnakan produk yang sudah ada, baik berupa tulisan maupun peta-petanya.
Penemuan-penemuan daerah baru yang sebelumnya belum banyak dikenal oleh masyarakat barat mulai bermunculan pada saat itu. Sifat dari pada produk yang dihasilkan berupa deskriptif dan klasifikasi daerah baru beserta fakta-fakta lapangannya. Suatu hal yang mencolok adalah sangat terbatasnya latar belakang teoritis yang mendasari penelitian-penelitian yang dilaksanakan.
Inilah sebabnya ada beberapa pihak yang menganggap bahwa untuk menyebut perkembangan “geographical thought” atau pikiran/ gagasan secara geografi sebagai suatu deskripsi sederhana tentang apa yang diketahui dan dihasilkan dari pengaturan (ordering) dan klasifikasi (classification) data yang masih sangat sederhana.
b. Paradigma Environmentalisme
Paradigma ini muncul sebagai perkembangan selanjutnya dari metode terdahulu. Pentingnya sajian yang lebih akurat dan detail telah menuntut peneliti-peneliti pada masa ini untuk melakukan pengukuran-pengukuran lebih mendalam lagi mengenai elemen-elemen lingkungan fisik dimana kehidupan manusia berlangsung. Paradigma ini terlihat mencuat pada akhir abad sembilan belas, dimana pendapat mengenai peranan yang besar dari “lingkungan fisik” terhadap pola-pola kegiatan manusia di permukaan bumi bergaung begitu lantang (geographical determinism). Bahkan, sampai pertengahan abad dua puluh saja, ide-ide ini masih terasa gemanya.
Bentuk-bentuk analisis morfometrik dan analisis sebab-akibat mulai banyak dilakukan. Dalam beberapa hal “morphometric analysis” pada taraf mula ini berakar pada “cognitive description”dimana pengembangan sistem geometris, keruangan dan koordinat yang dikerjakan telah membuahkan sistematisasi dan klasifikasi data yang lebih lengkap, akurat dibandingkan dengan tehnik-tehnik terdahulu.
Muncul analisis newtwork untuk mempelajari pola dan bentuk-bentuk kota misalnya, merupakan salah satu contohnya dan kemudian sampai batas-batas tertentu dapat digunakan untuk membuat prediksi (model-model prediksi)dan simulasi. Untuk ini, karya Walter Christaller (1993) merupakan contoh yang baik. Upaya untuk menjelaskan terkondisinya fenomena-fenomena tertentu, khususnya “human phenomena” oleh elemen-elemen lingkungan fisik mulai dikerjakan lebih baik dan sistematik. Akar daripada latar belakang analisis hubungan antara manusia dan lingkungan alam bermulai disini.
Perkembangannya kemudian nampak bahwa analisis hubungan antara manusia dengan lingkungan alam telah memunculkan bentuk-bentuk lain di dalam menempatkan manusia pada ekosistem. Manusia tidak lagi sepenuhnya didekte oleh lingkungan alam tetapi manusia mempunyai peranan yang lebih besar lagi di dalam menentukan bentuk-bentuk kegiatannya di permukaan bumi (geographical possibilism dan probabilism).
c. Paradigma Regionalisme
Perkembangan terakhir dari periode paradigma tradisional adalah paradigma Regionalisme. Disini nampak unsur “fact finding tradition of exploration” di satu sisi dan upaya memunculkan sistesis hubungan manusia dan lingkungannya di sisi lain nampak mewarnai paradigma ini. Konsep-konsep region bermunculan sebagai dasar pengenalan ruang yang lebih detail.
Wilayah ditinjau dari segi tipenya (formal and functional regions) wilayah ditinjau dari segi hirarkinya (the 1st order, the 2nd order, the3rd order, etc. Regions) dan wilayah ditinjau dari segi kategorinya (single topic, duoble topic, combine topic, multiple topic, total, regions) adalah beberapa contoh konsep-konsep yang muncul sejalan dengan berkembangnya paradigma regionalisme ini, dalam membantu analisis. Disamping itu “temporal analysis” sebagai salah satu bentuk “causal analysis” berkembang pula pada periode ini (Rostow, 1960; Harvey, 1969).
-
Periode Perkembangan Paradigma-Paradigma Kontemporer
Pada masa ini mulai terjadi perkembangan baru di bidang metode analisis kuantitatif dan “model building”. Perkembangan paradigma geografi pada msa ini juga disebut sebagai periode paradigma analisis keruangan (the spatial analysis paradigm). Coffey (1981) mengemukakan tentang ciri-ciri paradigma geografi kontemporer antara lain yaitu adanya sinyalemen bahwa salah satu ciri daripada geografi kontemporer adalah adanya kecenderungan spesialisasi yang dikhawatirkan akan menjauh dari fitrah geografi sendiri. Hal ini ternyata sejalan dengan apa yang masing-masing spesialisasi ini menjadi sedemikian terpisah atau salah satu sama lain sehingga hubungan intelektualnya pudar.
Kemudian dikemukakan pula bahwa untuk mengatasi agar bahaya yang disinyalir oleh para pakar mengenai pudarnya fitrah geografi adalah dengan pendekatan sistem, khususnya spatial system approach. Untuk sampai ke arah ini, dengan sendirinya pengetahuan dasar mengenai sistem sendiri harus dimiliki oleh mahasiswa geografi. Pada masa ini functional analysis, ecological analysis dan system analysis berkembang dengan baik pula sejalan dengan inovasi daripada teknik-teknik dan metode analisis (Holt-Jensen, 1980).
Ide untuk kembali ke fitrah geografi memang berulang-ulang didengungkan oleh para pakar. Hal ini memang wajar sekali karena telah disinyalir munculnya penyimpangan-penyimpangan yang dianggap mengaburkan ciri khas geografi itu sendiri. Selama perkembangannya, ada dua gerakan munculnya ide sintesis ini. Gerakan pertama kali dikemukakan oleh Ritter dimana studi Geografi tidak lain dianggap sebagai suatu “regional synthesis”. Semua fenomena dianggap berhubungan satu sama lain dan masing-masing mempunyai peranannya yang khas dalam satu perangkat sistem. Untuk itulah geografiwan harus mempelajari sintesis daripada gejala-gejala yang ada pada suatu wilayah dan yang mengungkapkan apa yang disebut sebagai “wholeness”. Ide pendekatan sistem memang tidak dapat dipisahkan dari pemikiran-pemikiran ini.
Konsep sintesis baru dikemukakan oleh Peter Haggett (1975) di dalam karyanya yang berjudul “Geography : A Modern Synthesis”. Sintesis baru ini berusaha merangkum beberapa pendekatan terdahulu sampai saat ini dengan memberi warna yang lebih fleksibel sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan di bidang teknologi.
Konsep Paradigma Geografi
Sebagai ilmu, geografi memiliki konsep yang membedakannya dengan ilmu lain. Berikut ini sepuluh konsep geografi.
1. Konsep Lokasi
Konsep tempat ini terbagi menjadi dua yaitu tempat absolut dan tempat relatif. Lokasi absolut berhubungan dengan garis lintang dan garis bujur. Lokasi relatif yaitu tempat suatu lokasi yang disaksikan dari distrik lain.
2. Konsep Jarak
Konsep ini mempunyai makna penting dalam kehidupan sosial, ekonomi, ataupun kepentingan pertahanan.
3. Konsep Keterjangkauan
Keterjangkauan (accessibility) tidak selalu sehubungan dengan jarak, namun pun medan.
4. Konsep Pola
Pola ini sehubungan dengan susunan, bentuk, atau persebaran gejala dalam ruang muka Bumi.
5. Konsep Morfologi
Konsep ini berhubungan dengan pembentukan morfologi muka Bumi.
6. Konsep Aglomerasi
Konsep aglomerasi menjelaskan kenapa suatu gejala geografi ingin mengelompok.
7. Konsep Nilai Kegunaan
Konsep ini sehubungan dengan nilai guna sebuah wilayah. Tiap wilayah memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sampai-sampai nilai kegunaanya optimal.
8. Konsep Interaksi/interdependensi
Interaksi adalah hubungan saling atau timbal balik antar sejumlah hal.
9. Konsep Diferensiasi Areal
Konsep ini mempertegas bahwa antara satu lokasi dengan lokasi yang beda mempunyai perbedaan.
10. Konsep Kebersangkutanan Ruangan
Perbedaan potensi distrik antara yang satu dengan yang beda akan menyebabkan atau mendorong terjadinya interaksi berupa pertukaran barang, manusia, ataupun budaya.
Macam-Macam Paradigma Geografi
Berikut ini adalah macam-macam paradigma geografi, antara lain:
1. Paradigma Geografi Tradisional
Untuk berkembangnya paradigm ini dimulai sebelum tahun 1960 an, selama masa ini berkembang tiga paradigm geografi yaitu :
- Paradigma Eksplorasi
Paradigma ini ditandai dengan adanya penemuan-penemuan daerah baru, ditunjukkan dengan giatnya upaya pemetaan, penggambaran dan pengumpulan fakta di wilayah baru yang belum diketahui. Dalam kegiatan ini menghasilkan tulisan, gambaran, serta peta yang memberikan manfaat bagi para geograf untuk menyempurnakan yang telah ada.
Sifat dari produk yang dihasilkan berupa deskripsi dan klasifikasi wilayah baru yang dilengkapi dengan fakta lapangan. Oleh karena kondisi ini, banyak pihak menyebutnya sebagai era geographical thought atau gagasan secara geografi dalam bentuk deskripsi sederhana dari pengaturan serta klasifikasi data yang masih sangat sederhana.
- Paradigm Environmentalisme
Untuk paradigm ini merupakan kelanjutan dari paradigm terdahulu, dorongan peningkatan produk yang lebih akurat dan detail menuntut peneliti melakukan pengukuran lebih mendalam terkait dengan elemen fisik. Nah paradigm ini populer pada akhir abad XIX.
Untuk bentuk-bentuk analisa secara mendalam seperti analisa morfometrik, sebab akibat, serta analisis network sangat berkembang. Dalam perkembangan lebih lanjut tampak dengan adanya analisis hubungan antara manusia dengan lingkungan. Untuk hubungan ini menunjukkan bahwa manusia tidak lagi menerima alam apa adanya.
- Paradigm Regionalisme
Pada paradigma ini timbul ata adanya sintesis hubungan manusia dan lingkungan, sampai memunculkan konsep-konsep region. Beberapa konsep yang muncul yaitu adanya pembagian wilayah berdasarkan tipenya, formal dan fungsional. Juga pewilayahan berdasarkan hierarki dan kategori. Selain itu analisis temporal berkembang pula pada masa ini.
2. Paradigma Kontemporer
Untuk masa ini ditandai dengan berkembangnya metode analisis kuantitatif, model building dan analisis keruangan. Sampai masa ini disebut periode paradigma analisis keruangan. Secara geograf, Coffey mengungkapkan ciri-ciri paradigm geografi kontemporer yaitu adanya spesialisasi dalam geografi sampai mengakibatkan studi geogrfi seolah terpisah. Kondisi ini mendorong kemunculan pendekatan sistem dalam ilmu geografi untuk membuat geografi kembali pada fitrahnya.
Sebagai ilmu, geografi memiliki konsep yang membedakannya dengan ilmu lain, berikut ini dalam konsep geografi.
- Konsep lokasi ialah dalam konsep ini terbagi menjadi dua yaitu lokasi absolute dan lokasi relative. Lokasi absolute terkait dengan garis lintang dan garis bujur. Lokasi relative yaitu lokasi tempat yang dilihat dari wilayah lain.
- Konsep jarak ialah konsep ini memliki arti penting dalam kehidupan sosial, ekonomi ataupun kepentingan pertahanan.
- Konsep keterjangkauan ialah keterjangkuan ( accessibility ) tidak selalu berkaitan dengan jarak, namun juga medan.
- Konsep pola ialah pola ini berkaitan dengan susunan, bentuk atau persebaran fenomena dalam ruang muka bumi.
- Konsep morfologi ialah konsep ini terkait dengan pembentukan morfologi muka bumi.
- Konsep aglomerasi ialah konsep aglomerasi menjelaskan mengapa suatu fenomena geografi cenderung mengelompok.
- Konsep nilai kegunaan ialah konsep ini berkaitan dengan nilai guna suatu wilayah, tiap wilayah memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga nilai kegunaannya optimal.
- Konsep interaksi / interdependensi ialah hubungan saling atau timbul balik antar beberapa hal.
- Konsep diferensiasi areal ialah konsep ini mempertegas bahwa antara satu tempat yang lain memiliki perbedaan.
- Konsep keterkaitan ruangan ialah perbedaan potensi wilayah antara yang satu dengan yang lai akan mengakibatkan atau mendorong terjadinya interaksi berupa pertukaran barang, manusia, ataupun budaya.
Demikianlah pembahasan mengenai Paradigma Geografi adalah: Pengertian Menurut Para Ahli, Perkembangan, Konsep dan Macam semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂
Baca Juga :