Psikologi adalah

Pengertian Psikologi

Pengertian Psikologi

Psikolog adalah seorang ahli dalam praktek psikologi, bidang ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental. Psikolog dapat dikategorikan menjadi beberapa bidang yang terpisah sesuai dengan cabang psikologi yang dipraktekkan, misalnya, psikolog klinis, psikolog pendidikan dan psikolog industri.

Tapi kata “psikolog” lebih sering digunakan untuk merujuk kepada psikolog klinis, ahli psikologi di bidang kesehatan mental. Psikolog di Indonesia adalah anggota dari organisasi profesi bernama HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia).


1. Psikologi Sebagai Ilmu Pengetahuan

Meskipun selalu ada pikiran pada studi manusia pada periode bersama dengan pikiran mereka pada studi tentang alam, tetapi karena kompleksitas dan dinamika manusia untuk memahami, psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak akhir 1800-an baik ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium Psikologi pertama di dunia.


2. Laboratorium Wundt

Pada tahun 1879 Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama di University of Leipzig, Jerman. Ditandai dengan berdirinya laboratorium ini, metode ilmiah untuk lebih memahami orang telah ditemukan, meskipun tidak terlalu memadai. dengan pembentukan laboratorium ini juga memainkan, kondisi psikologis menjadi ilmu, sehingga pendirian Wundt diakui laboratorium serta tanggal berdirinya psikologi sebagai ilmu.


Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli

Berikut ada beberapa pengertian psikologi menurut para ahli, terdiri atas:


  • Freud

Psikologi adalah ilmu tentang ketidaksadaran manusia.


  • Descartes dan Wundt (Davidoff, 1981)

Psikologi adalah ilmu tentang kesadaran manusia.


  • Branca (1964) & Sartain DKK (1967)

Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku (overt behavior & inner behavior).


  • Woodworth & Marquis (1975)

Psikologi adalah ilmu tentang aktivitas-aktivitas individu (motorik, kognitif dan emosional).


  • Morgan dkk (1984)

Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku manusia dan hewan.


  • Crow & Crow

Pschycology is the study of human behavior and human relationship. (Psikologi ialah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik berupa manusia lain (human relationship) maupun bukan manusia: hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya.


  • Sartain

Psychology is the scientific study of the behavior of living organism, with especial attention given to human behavior. (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia).


  • Bruno (1987)

Pengertian Psikologi dibagi dalam tiga bagian, yaitu: Pertama, psikologi adalah studi (penyelidikan) mengenai “ruh”. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “kehidup mental”. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “tingkah laku” organisme.


  • Chaplin (1972) dalam Dictionary of psychology

Psikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan.


  • Ensiklopedia Pendidikan, Poerbakawatja dan Harahap (1981)

Psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan – kegiatan jiwa.


  • Richard Mayer (1981)

Psikologi merupakan analisi mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.


  • James,W. (dlm Harriman,P.L.,1963 ,Handbook of Psychological Terms)

“the science of mental life, both of its phenomena, and of their condition”.


  • Crooks,R.L., Stein,J. , 1988,(dlm Psychology. Science,Behavior and Life)

“the scientific study of the behavior and mental processes of humans and other animals”.


  • Wortman,C.,Loftus,E.,Weaver,Ch.,2004 (dlm Psychology. 5th.ed)

“the scientific study of behavior, both external observable action and internal thought”.


Sejarah Perkembangan Psikologi

Terdiri atas:


  1. Psikologi Sebagai Bagian dari Filsafat dan Ilmu Faal

Sebelum 1879, psikologi dianggap sebagai bagian dari filsafat atau ilmu faal. Pada mulanya ahli-ahli filsafat dari zaman Yunani Kuno-lah yang mulai memikirkan gejala-gejala kejiwaan. Saat itu belum ada pembuktian-pembuktian secara empiris atau ilmiah. Mereka mencoba menerangkan gejala-gejala kejiwaan melalui mitologi. Cara pendekatan seperti itu disebut sebagai cara pendekatan yang naturalistik.


Di antara sarjana Yunani yang menggunakan pendekatan naturalistik adalah Thales (624-548 SM) yang sering disebut sebagai Bapak Filsafat. Ia meyakini bahwa jiwa dan hal-hal supernatural lainnya tidak ada karena sesuatu yang ada harus dapat diterangkan dengan gejala alam (natural phenomenon). Ia pun percaya bahwa segala sesuatu berasal dari air dan karena jiwa tidak mungkin dari air maka jiwa dianggapnya tidak ada.


Tokoh lainnya adalah Anaximander (611-546 SM) yang mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari sesuatu yang tidak tentu, sementara Anaximenes (abad 6 SM) mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari udara. Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Empedocles, Hippocrates, dan Democritos.


Empedocles (490-430 SM) mengatakan bahwa ada empat elemen besar dalam alam semesta, yaitu bumi/tanah, udara, api, dan air. Manusia terdiri dari tulang, otot, dan usus yang merupakan unsur dari tanah; cairan tubuh merupakan unsur dari air; fungsi rasio dan mental merupakan unsur dari api; sedangkan pendukung dari elemen-elemen atau fungsi hidup adalah udara.


Berdasarkan pada pandangan Empedochles, Hipocrates (460-375 SM) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat empat cairan tubuh yang memiliki kesesuaian sifat dengan keempat elemen dasar tersebut.


Tokoh-tokoh Yunani kuno tersebut di atas pada dasarnya menganggap bahwa jiwa adalah satu dengan badan. Jiwa dan badan berasal dari unsur-unsur yang sama dan tunduk pada hukum-hukum yang sama (pandangan monoisme). Selain pandangan monoisme, tumbuh pula pandangan dualisme, yaitu pandangan yang memisahkan jiwa dari badan, jiwa tidak sama dengan badan, dan masing-masing tunduk pada peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang terpisah. Tokoh-tokoh terkenal yang menganut pandangan dualisme antara lain: Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM).


Socrates berpandangan bahwa pada setiap manusia terpendam jawaban mengenai berbagai persoalan dalam dunia nyata. Masalahnya adalah kebanyakan manusia tidak menyadarinya. Oleh karena itu, perlu ada orang lain—semacam bidan—yang membantu melahirkan sang ‘Ide’ dari dalam kalbu manusia. Socrates mengembangkan metode tanya jawab untuk menggali jawaban-jawaban terpendam mengenai berbagai persoalan. Dengan metode tanya jawab yang disebut “Socratic Method” itu akan timbul pengertian yang disebut “Maieutics” (menarik keluar seperti yang dilakukan oleh bidan).


Maieutics ini kemudian ditumbangkan oleh R. Rogers tahun 1943 menjadi teknik dalam psikoterapi yang disebut “Non Directive Techniques”, suatu teknik yang digunakan oleh psikolog atau psikoterapis untuk menggali persoalan-persoalan dalam diri pasien sehingga ia menyadari sendiri persoalan-persoalannya tanpa terlalu diarahkan oleh psikolog atau psikoterapisnya. Socrates menekankan pentingnya pengertian tentang “diri sendiri” bagi setiap manusia sehingga menurutnya adalah kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu kalau ia ingin mengerti tentang hal-hal di luar dirinya. Semboyannya yang terkenal adalah “belajar yang sesungguhnya pada manusia adalah belajar tentang manusia.


Sementara Plato, murid dan pengikut setia Socrates dan dianggap sebagai penganut dualisme yang sebenar-benarnya, mengatakan bahwa dunia kejiwaan berisi ide-ide yang berdiri sendiri terlepas dari pengalaman hidup sehari-hari. Pada orang dewasa dan intelektual, mereka dapat membedakan mana jiwa dan mana badan. Akan tetapi, pada anak-anak jiwa masih bercampur dengan badan, belum bisa memisahkan Ide dari benda-benda kongkrit. Jiwa yang berisi Ide-Ide ini diberi nama “Psyche”. Selain itu, Plato juga meyakini bahwa tiap-tiap orang telah ditetapkan status dan kedudukannya di masyarakat sejak lahir apakah ia seorang filsuf, prajurit, atau pekerja.


Ia percaya bahwa tiap orang dilahirkan dengan kekhususan tersendiri, tidak sama antara satu sama lainnya. Dengan demikian, selain dianggap sebagai penganut paham Determinisme atau Nativisme, ia pun dianggap sebagai tokoh pemula dari paham “individual differences.” Dalam perkembangan psikologi selanjutnya, paham individual differences ini membawa para sarjana ke arah penemuan alat-alat pemeriksaan psikologi (psikotes).


Kalau Plato dianggap sebagai seorang rasionalis yang percaya bahwa segala sesuatu berasal dari ide-ide yang dihasilkan rasio maka Aristoteles (385-322 SM), murid Plato, berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang berbentuk kejiwaan (form) harus menempati sesuatu wujud tertentu (matter). Wujud ini pada hakikatnya merupakan pernyataan atau ekspresi dari jiwa. Tuhanlah satu-satunya yang tanpa wujud, hanya form saja. Aristoteles sering disebut sebagai Bapak Psikologi Empiris karena menurutnya segala sesuatu harus bertitik tolak dari realita, yaitu matter.


Matter-lah sumber utama pengatahuan. Pandangan dan teori-teori Aristoteles tentang Psikologi dapat dilihat dalam bukunya yang terkenal De Anima, yang sesungguhnya merupakan buku tentang ilmu hewan komparatif dan biologi. Dalam buku itu ia mengatakan bahwa setiap benda di dunia ini mempunyai dorongan untuk tumbuh dan menjadi sesuatu sesuai dengan tujuan yang sudah terkandung dalam benda itu sendiri. Aristoteles selanjutnya membedakan antara hule dan morphe. Hule (Noes Photeticos) adalah “yang terbentuk”. sedangkan Morphe (Noes Poeticos) adalah “yang membentuk”. Benda dalam alam tidak tumbuh dan berkembang begitu saja, tetapi menjadi atau diperkembangkan menjadi sesuatu. Sebelum benda itu terwujud benda itu berupa kemungkinan.


Selanjutnya Aristoteles membedakan tiga macam form, yaitu: Plant, yang mengontrol fungsi-fungsi vegetatif; Animal, dapat dilihat dalam fungsi-fungsi seperti: mengingat, mengharap, dan persepsi; Rasional, yang memungkinkan manusia malakukan penalaran (reasoning) dan membentuk konsp-konsep. Khusus pada manusia, dorongan untuk tumbuh ini berbentuk dorongan untuk merealisasikan diri (self realization) yang disebut entelechi. Menurut Aristoteles fungsi jiwa dibagi dua, yaitu kemampuan untuk mengenal dan kemampuan berkehendak. Pandangan ini dikenal sebagai “dichotomi”.


Berabad-abad setelah zaman Yunani Kuno, Psikologi masih merupakan bagian dari Filsafat. Pada masa Renaissance, di Francis muncul Rene Decartes (1596-1650) yang terkenal dengan teori tentang “kesadaran”, sementara di Inggris muncul tokoh-tokoh seperti John Locke (1623-1704), George Berkeley (1685-1753), James Mill (1773-1836), dan anaknya John Stuart Mill (1806-1873), yang semuanya itu dikenal sebagai tokoh-tokoh aliran Asosianisme.


Dalam perkembangan Psikologi selanjutnya, peran sejumlah sarjana ilmu Faal yang juga menaruh minat terhadap gejala-gejala kejiwaan tidak dapat diabaikan. Tokohnya antara lain: C. Bell (1774-1842), F. Magendie (1785-1855), J.P. Muller (1801-1858), P. Broca (1824-1880), dan sebagainya. Nama seorang sarjana Rusia, I.P. Pavlov (1849-1936), tampaknya perlu dicatat secara khusus karena dari teori-teorinya tentang refleks kemudian berkembang aliran Behaviorisme, yaitu aliran dalam psikologi yang hanya mau mengakui tingkah laku yang nyata sebagai objek studinya dan menolak anggapan sarjana lain yang mempelajari juga tingkah laku yang tidak tampak dari luar. Selain itu, peranan seorang dokter berdarah campuran Inggris-Skotlandia bernama William McDaugall (1871-1938) perlu pula dikemukakan. Ia juga telah memberi inspirasi kepada aliran Behaviorisme di Amerika dengan teori-teorinya yang dikenal dengan nama “Purposive Psychology”.


  1. Psikologi Sebagai Ilmu yang Berdiri Sendiri

Pada akhir abad ke-19 terjadilah babak baru dalam sejarah Psikologi. Pada tahun 1879, Wilhem Wundt (Jerman, 1832-1920) mendirikan laboratorium Psikologi pertama di Leipzig yang menandai titik awal Psikologi sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Sebagai tokoh Psikologi Eksperimental, Wundt memperkenalkan metode Introspeksi yang digunakan dalam eksperimen-eksperimennya. Ia dikenal sebagai tokoh penganut Strukturalisme karena ia mengemukakan suatu teori yang menguraikan struktur dari jiwa.


Wundt percaya bahwa jiwa terdiri dari elemen-elemen (Elementisme) dan ada mekanisme terpenting dalam jiwa yang menghubungkan elemen-elemen kejiwaan satu sama lainnya sehingga membentuk suatu struktur kejiwaan yang utuh yang disebut asosiasi. Oleh karena itu, Wundt juga dianggap sebagai tokoh Asosianisme.


Edward Bradford Titchener (1867-1927) mencoba menyebarluaskan ajaran-ajaran Wundt ke Amerika. Akan tetapi, orang Amerika yang terkenal praktis dan pragmatis kurang suka pada teori Wundt yang dianggap terlalu abstrak dan kurang dapat diterapkan secara langsung dalam kenyataan. Mereka kemudian membentuk aliran sendiri yang disebut Fungsionalisme dengan tokoh-tokohnya antara lain: William James (1842-1910) dan James Mc Keen Cattel (1866-1944). Aliran ini lebih mengutamakan fungsi-fungsi jiwa dari pada mempelajari strukturnya. Ditemukannya teknik evaluasi psikologi (sekarang psikotest) oleh Cattel merupakan bukti betapa pragmatisnya orang-orang Amerika.


Meskipun sudah menekankan pragmatisme, namun aliran Fungsionalisme masih dianggap terlalu abstrak bagi segolongan sarjana Amerika. Mereka menghendaki agar Psikologi hanya mempelajari hal-hal yang benar-benar objektif saja. Mereka hanya mau mengakui tingkah laku yang nyata (dapat dilihat dan diukur) sebagai objek Psikologi (Behaviorisme). Pelopornya adalah John Broades Watson (1878-1958) yang kemudian dikembangkan oleh Edward Chase Tolman (1886-1959) dan B.F. Skinner (1904).


Selain di Amerika, di Jerman sendiri ajaran Wundt mulai mendapat kritik dan koreksi-koreksi. Salah satunya dari Oswald Kulpe (1862-1915), salah seorang muridnya yang kurang puas dengan ajaran Wundt dan kemudian mendirikan alirannya sendiri di Wurzburg. Aliran Wurzburg menolak anggapan Wundt bahwa berpikir itu selalu berupa image (bayangan dalam alam pikiran). Kulpe berpendapat, pada tingkat berpikir yang lebih tinggi apa yang dipikirkan itu tidak lagi berupa image, tapi ada pikiran yang tak terbayangkan (imageless thought).


Di Eropa muncul juga reaksi terhadap Wundt dari aliran Gestalt. Aliran Gestalt menolak ajaran elementisme Wundt dan berpendapat bahwa gejala kejiwaan (khususnya persepsi, yang banyak diteliti aliran ini) haruslah dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh (suatu gestalt) yang tidak terpecah dalam bagian-bagian. Diantara tokohnya adalah Max Wertheimer (1880-1943), Kurt Koffka (1886-1941), Wolfgang Kohler (1887-1967) .Di Leipzig, pada tahun 1924 Krueger memperkenalkan istilah Ganzheit (berasal dari kata da Ganze yang berarti keseluruhan).


Meskipun istilah Ganzheit masih dianggap sama dengan istilah Gestalt dan aliran ini sering tidak dianggap sebagai aliran tersendiri, namun menurut tokohnya, Krueger, Ganzheit tidak sama dengan Gestalt dan merupakan perkembangan dari psikologi Gestalt. Ia berpendapat bahwa psikologi Gestalt terlalu menitikberatkan kepada masalah persepsi objek, padahal yang terpenting adalah penghayatan secara menyeluruh terhadap ruang dan waktu, bukan persepsi saja atau totalitas objek-objek saja.


Perkembangan lebih lanjut dari psikologi Gestalt adalah munculnya “Teori Medan (Field Theory)” dari Kurt Lewin (1890-1947). Mulanya Lewin tertarik pada faham Gestalt, tetapi kemudian ia mengeritiknya karena dianggap tidak adekuat. Namun demikian, berkat Lerwin, sebagai perkembangan lebih lanjut di Amerika Serikat lahir aliran “Psikologi Kognitif” yang merupakan perpaduan antara aliran Behaviorisme yang tahun 1940-an sudah ada di Amerika dengan aliran Gestalt yang dibawa oleh Lewin.


Aliran psikologi Kognitif sangat menitikberatkan proses-proses sentral (seperti sikap, ide, dan harapan) dalam mewujudkan tingkah laku. Secara khusus, hal-hal yang terjadi dalam alam kesadaran (kognisi) dipelajari oleh aliran ini sehingga besar pengaruhnya terutama dalam mempelajari hubungan antar manusia (Psikologi Sosial). Diantara tokohnya adalah F. Heider dan L. Fertinger.


Akhirnya, lahirnya aliran Psikoanalisa yang besar pengaruhnya dalam perkembangan psikologi hingga sekarang, perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun peranan beberapa dokter ahli jiwa (psikiater), seperti Jean Martin Charcot (1825-1893) dan Pierre Janet 1859-1947) tidak kurang pentingnya dalam menumbuhkan aliran ini, namun Sigmund Freud-lah (1856-1939) yang dianggap sebagai tokoh utama yang melahirkan Psikoanalisa. Karena Psikoanalisa tidak hanya berusaha menjelaskan segala sesuatu yang tampak dari luar saja, tetapi secara khusus berusaha menerangkan apa yang terjadi di dalam atau di bawah kesadaran manusia, maka Psikoanalisa dikenal juga sebagai “Psikologi Dalam (Depth Pshology)”.


Metode Psikologi

Beberapa metodologi dalam psikologi, termasuk berikut :


  • Metodologi Eksperimental

Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan melakukan berbagai eksperimen. Para peneliti memiliki kontrol penuh atas jalannya eksperimen.

Yaitu menentukan apa yang akan melakukan sesuatu yang akan diperiksa, ketika melakukan penelitian, seberapa sering melakukan penelitian, dan sebagainya. Dalam metode eksperimen, sifat subjektivitas dari metode introspeksi akan dapat diatasi.

Pada metode introspeksi peneliti murni diri yang menjadi objek. Namun jumlah mata pelajaran banyak introspeksi eksperimental, yaitu orang – orang yang dieksperimentasi itu. Dengan tingkat atau jumlah subjek penelitian, hasil yang diperoleh akan lebih obyektif.

Metode penelitian biasanya dimulai dengan hipotesis bahwa prediksi / peramalan, teori bercabang, dijabarkan dan dirumuskan sehingga dapat diuji.


  • Observasi Ilmiah

Pada pengamatan ilmiah, kasus dalam situasi yang disebabkan tidak sengaja. Tapi proses ilmiah dan secara spontan. Pengamatan secara alami dapat diterapkan juga pada perilaku orang lain, seperti: perilaku orang-orang yang berada di department store, perilaku pengendara di jalan raya, perilaku anak-anak bermain, perilaku orang dalam bencana alam, dan sebagainya.


  • Sejarah Kehidupan (metode biografi)

Sejarah kehidupan seseorang dapat menjadi sumber penting data untuk lebih mengetahui “jiwa” dari orang yang bersangkutan, misalnya dari cerita ibunya, seorang anak yang tidak bermutu dapat diketahui bahwa ia tak kalah cerdas tetapi minatnya sejak kecil berada di musik sehingga dia tidak cukup serius untuk mendaftar di sekolah.

  1. Dalam metode ini menggambarkan keadaan, sikap – sikap atau karakteristik lain dari orang yang bersangkutan.
  2. Dalam metode ini, selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan, yang tidak biasa metode ini subjektif.

Sejarah kehidupan dapat diatur melalui dua cara, yaitu: penciptaan biografi buku harian dan rekonstruksi.


  • Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab pemeriksa dan orang yang diperiksa. Agar orang diperiksa itu dapat menemukan dirinya dalam hatinya, pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sehingga orang yang diwawancarai dapat menggali semua informasi dibutuhkan. Baik kuesioner atau wawancara keduanya memiliki kesamaan, tetapi berbeda dalam cara mereka disajikan. Keuntungan Angket yaitu dibandingkan dengan wawancara :

  • Dalam wawancara jika ada hal-hal yang kurang jelas, dapat diklarifikasi interviwer (pen) dapat menyesuaikan interviwee suasana hati (responden).
  • Ada interaksi langsung dalam bentuk tatap muka yang diharapkan menumbuhkan hubungan yang baik ketika wawancara dilakukan.

Ada beberapa teknik wawancara, yaitu : wawancara bebas, wawancara terarah, wawancara terbuka dan tertutup wawancara.


  • Angket

Kuesioner wawancara dalam bentuk tertulis. Semua pertanyaan telah disusun secara tertulis di halaman pertanyaan, dan orang yang diwawancarai hidup membaca pertanyaan dan jawaban mereka dalam menulis juga. Jawaban akan dianalisis untuk menentukan hal-hal diselidiki. Kuesioner ini juga terdapat keuntungan dan kerugiannya.


  • Pemeriksaan Psikologis

Dalam bahasa pemeriksaan psikologis populer juga disebut tes psikologis metode ini menggunakan alat tertentu psikodiagnostik yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar terlatih.

Alat yang dapat digunakan unntuk mengukur dan menentukan tingkat seseorang kecerdasan, menuju minat seseorang, sikap seseorang, seseorang dari struktur kepribadian, dll dari orang yang diperiksa itu.

Metode lain pemeriksaan psikologis individu adalah rangsangan tes proyektif kepribadian seseorang ditunjukkan ambigu dan ia diminta untuk menceritakannya.


  • Metode Analisis Karya

Dilakukan dengan menganalisis karya seperti gambar – gambar, buku harian atau karangan yang telah dibuat. Hal ini karena karya dapat dianggap sebagai pencetus dari keadaan jiwa seseorang.


  • Metode Statistik

Umumnya digunakan dengan cara mengumpulkan data atau materi dalam penelitian dan melakukan analisis hasil yang telah diperoleh.


Fungsi Psikologi

ebagaimana ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, psikologi mempunyai tiga fungsi utama, yaitu :
  1. menjelaskan, yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku tersebut terjadi. Hasil penjelasannya berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif.
  2. memprediksikan, yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku tersebut terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi, atau estimasi.
  3. pengendalian, yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya preventif atau pencegahan, intervensi, rehabilitasi atau perawatan.

Sedangkan menurut Walgito, fungsi dari psikologi adalah :

  • mengadakan deskripsi, yaitu menggambarkan secara jelas hal-hal yang dipersoalkan atau dibicarakan.
  • menerangkan, yaitu menerangkan tugas keadaan atau kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa tersebut.
  • menyusun teori, yaitu bertugas mencari dan merumuskan hukum-hukum atau ketentuan-ketentuan  mengenai hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lainnya atau kondisi satu dengan kondisi yang lainnya.
  • prediksi, yaitu membuat ramalan atau prediksi mengenai hal-hal yang mungkin terjadi yang akan muncul.
  • pengendalian, yaitu mengendalikan atau mengatur peristiwa.

Manfaat Psikologi

Berikut ada beberapa manfaat psikologi, terdiri atas:


  1. Untuk memperoleh pemahaman  gejala- gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna tentang tingkah laku sesama manusia pada  umumnya dan anak-anak khususnya.
  2. Untuk mengetahui perbuatan- perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa  sebagai sarana untuk mengenal tingkah laku manusia.
  3. Untuk mengetahui cara penyelenggaraan pendidikan dengan baik.
  4. Untuk mengetahui perilaku manusia sebagai upaya menyesuaikan diri dan berhubungan dengan orang lain, sehingga memudahkan memahami mengapa  mereka berpikir, berperasaan dan berbuat menurut cara mereka sendiri.
  5. Dalam rangka mengatasi permasalahan social, psikologi dapat mengurai pangkal masalah, setidaknya mengurangi problem sosial.
  6. Kita bisa peka terhadap perasaan orang lain.
  7. Mampu mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
  8. Mampu memaksimalkan potensi diri sendiri maupun orang lain dengan cara yang tepat.
  9. Hidup menjadi lebih sehat. Karena psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa tentunya tidak terpisahkan dari jasmani. Dengan bantuan cara berfikir positif maka dapat menjadikan kita lebih sehat.
  10. Dapat memperkaya gaya kepemimpinan. Tentunya dengan banyak teori yang ada dapat kita terapkan sebagai salah satu cara memimpin yang sesuai dengan situasi yang ada.

Tujuan Psikologi

Manusia hidup tidak akan lepas dari adanya permasalahan. Psikologi membantu manusia dalam menghadapi dan mencari solusi dari permasalahan yang dihadapinya, karena tujuan dari psikologi adalah sebagai berikut :
  • menjadikan kehidupan lebih baik dan bahagia.
  • mengetahui perbuatan-perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk mengenal tingkah laku manusia.
  • untuk memperoleh faham tentang gejala-gejala jiwa dan pengertian yang lebih baik tentang tingkah laku manusia.
  • supaya tiada keraguan lagi dalam mengubah cara hidup, tingkah laku dan pergaulan dalam masyarakat.
  • untuk mengetahui penyelenggaraan pendidikan yang baik.

Demikianlah pembahasan mengenai Psikologi adalah – Pengertian Menurut Para Ahli, Sejarah, Fungsi, Metode, Tujuan dan Manfaat semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua,, terima kasih banyak atas kunjungannya.


Baca Juga :