Pengertian Politik Etis

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Latar Belakang Politik Etis
Pada awal sebelum dilaksanakannya politk etis keadaan social dan ekonomi di Indonesia begitu buruk dan jauh dari kata sejahtera terutama untuk pendidikan pribumi yang bukan dikalangan bangsawan.
Pendidikan bukan menjadi baik justru sebaliknya. Dari bidang ekonomi tanah-tanah farah yang luas masih dikuasai oleh perantuan tanah yang dimana rakyat biasa hanya sebagai penyewa dan pekerja saja.
Baca Juga : Masa Pemerintahan Daendels Menurut Sejarah
Bidang politk masalah yang berkembang saat ini adalah sentralisasi politik yang kuat sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan dan keuangan antara pemerintah koloniol dan bangsa Indonesia yang berdampak pada ketidak sejahteraan pribumi.
Keadaan ini mendapatkan tanggapan dari golongan social democrat yang didalangi oleh VON Deventer yang kemudian dijuluki bapak pangeran etis yang menginginkan adanya balas budi unntuk bangsa Indonesia.
Van deveter dalam majalah de gres mengkritrik pemerintah colonial dan menyarankan agar dilakukan politik kehormatan (hutang kekayaan) atas segala kekayaan yang telah diberikan untuk bangsa Indonesia terhadap Negara belanda.
Kritikan ini kemudian direspon oleh Ratu Wilhelmina dalam pengangkatannya sebagai ratu baru balanda pada tahun 1898 dan mengeluarkan pernyataan bahwa bangsa belanda mempunyai hutang moril dan perlu diberikan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.
Selain dua faktor ini, juga karena perubahan politik dibelanda yaitu dengan berkuasanya kalangan liberal yang menginginkan dilakukannya sisitem ekonomi bebas dan kapitalisme dan mengusahakan agar pendidikan mulai di tingkatkan di indonesia.
Adanya doktrin dari dua golongan yang berbeda semakin membuat politik etis agar segera dilaksanakan yaitu:
-
Golongan Misionaris
Tiga partai Kristen partai katolik, anti revolisoner dan kresten yang programnya adalah kewajiban belanda untuk mengangkat derajat pribumi yang didasarkan oleh agama.
-
Golongan Koseriatif
Menjadi kewajiban kita sebagai bangsa yang lebih tinggi derajatnya untuk memberadapkan orang-orang terbelakang.
Itulah dua doktrin yang berkembang pada saat itu karena bagi mereka tujuan terahir politik kolonial seharusnya telah meningkatkan kesejahteraan dan perkembangan moral penduduk pribumi, evaluasi ekonomi bukan eksploitasi colonial melainkan pertanggung jawaban moral.
Isi Politik Etis
Berikut dibawah ini terdapat beberapa isi politik etis, diantaranya:
1. Irigate (Pengairan danInfrastruktur)
Irigate (pengairan dan infrastruktur) adalah program pembangunan dan penyempurnaan sarana dan prasarana untuk kesejahteraan rakyat,
terutama dalam bidang pertanian dan perkebunan hal ini dilakukan dengan membuat waduk-waduk besar penampung air hujan untuk petanian, dan melakukan perbaikan sanitasi untuk mengurangi penyakit kolera dan pes.
Selain juga perbaikan sarana infrastruktur terutama adalah jalan raya dan kereta api sebagai media untuk pengangkutan komoditi hasil pertanian dan perkebunan.
2. Educate (Pendidikan)
Educate (pendidikan) adalah program peningkatan mutu SDM dan pengurangan jumlah buta huruf yang implikasi baiknya untuk pemerintah Belanda juga yatu mendapatkan tenaga keraja terdidik untuk birikrasinya namun dengan gaji yang murah,
karena apabila mendatangkan pekerja dari Eropa tentunya akan sangat mahal biayanya dengan gaji yang mahal dan pemberian sarana dan prasarana,
yang dikemdian akan di buat sekolah dengan dua tingkatan yaitu sekolah kelas I untuk golongan bangsawan dan tuan tanah dan sekolah kelas II untuk pribumi kelas menegah dan biasa dengan mata pelajaran membaca, menulis, ilmu bumi, berhitung, sejarah dan menggambar.
3. Emigrate (Transmigrasi)
Emigrate (Transmigrasi) adalah program pemerataan penduduk Jawa dan Madura yang telah padat dengan jumlah sekitar 14 juta jiwa tahun 1900,
selain padat jumlah perkebunan pun sudah begitu luas maka kawasan untuk pemukiman semakin sempit, maka hal itu di buat dengan dibuatnya pemukiman di Sumatra Utara dan Selatan dimana di buka perkebunan-perkebunan baru yang membutuhkan banyak sekali pengelola dan pegawainya.
Baca Juga : Penjelasan Sejarah Tanam Paksa Beserta Tujuannya
Untuk pemukiman Lampung adalah salah satu daerah yang ditetapkan sebagai pusat transmigrasi dari Jawa dan Madura. Itulah program utama yang dilakukan dalam politik etis terlepas dari berhasil atau tidak dan ada kepentingan lain atau tidak,
namun dari ketiga program itu pendidikan merupakan program prioritas karena kedua program lainya akan berhasil dan di tunjang oleh pendidikan.
Selanjutnya akan di jelaskan mengenai damapk yang di timbulkan oleh politik etiis dengan 3 program utamanya.
Kebijakan Politik Etis
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini kebijakan-kebijakan tersebut, diantaranya:
-
Irigasi
Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
-
Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah.
Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
-
Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.
Baca Juga : Penjelasan Kebijakan Kolonial VOC Di Indonesia Beserta Kemundurannya
Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri.
Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor atau pengawasnya.
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan Belanda.
Pelaksanaan Politik Etis
Dalam perubahan politik ini negeri Belanda membawa pengaruh bagi kebijakan pada negara-negara jajahan Belanda, termasuk Indonesia “Hindia Belanda”.
Golongan liberal di negeri Belanda yang mendapat dukungan yang besar dari kalangan masyarakat, mendesak pemerintah Belanda untuk meningkatkan kehidupan di wilayah jajahan.
Yang dalam hal ini salah satu penganut politik liberal ialah Van Deventer. C. Th. van Deventer yang merupakan salah seorang tokoh penganjur “pencetus” Politik Etis.
Desakan ini mendapat dukungan dari pemerintah Belanda, dalam pidato negara pada tahun 1901, Ratu Belanda, Wihelmina mengatakan:
“Negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran dari penduduk Hindia Belanda”.
Yang hal demikian pidato tersebut menandai awal kebijakan memakmurkan Hindia Belanda yang dikenal sebagai Politik Etis atau Politik Balas Budi.
Baca Juga : Penjelasan Kebijakan Masa Penjajahan Inggris Di Indonesia Serta Langkahnya
Tokoh Pencetus Politik Etis
Yang keberadaan Politik Etis di Hindia Belanda ketika itu, setidaknya diwarnai oleh sosok-sosok mereka, baik sebagai inisiator, fasilitator, eksekutor maupun kritikus dari kebijaksanaan tersebut.
Nah berikut ini tokoh-tokoh Belanda yang mewarnai Politik Etis yang diantaranya yaitu:
- Eduard Douwes Dekker “1820-1887”
- Pieter Brooshooft “1845-1921”
- Conrad Theodore van Deventer “1857-1915”
- Jacques Henrij Abendanon “1852-1925”
- Dr. Douwes Dekker “1879-1950”
Keberadaan Politik Etis di Hindia Belanda ketika itu, setidaknya diwarnai oleh sosok-sosok mereka, baik sebagai inisiator, fasilitator, eksekutor maupun kritikus dari kebijaksanaan tersebut.
Implementasi Politik Etis
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda.
Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya.
Kegagalan Politik Etis
Berikut dibawah ini terdapat beberapa kegagalan dalam politik etis, diantaranya:
- PNS dari golongan pribumi hanya dimanfaatkan sehingga Belanda masih mendominasi
- Politik liberal memberikan keuntungan yang sangat besar bagi Belanda, dan tidak untuk
- Hanya sebagian kecil kaum pribumi yg mendapat keuntungan dan kedudukan yang baik.
Tujuan Politik Etis
Dampak Politik Etis
Dampak yang di timbulkan oleh politik etis tentu ada yang negatif dan positif namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari politik etis banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan.
Namun satu program yang berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat
pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomu, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
1. Politik
Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali.
2. Sosial
Lahirnya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf , perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
3. Ekonomi
Lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan.
Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell.
Baca Juga : Isi Tritura – Latar Belakang, Aksi, Tujuan, Supersemar dan Tokoh
Dampak Politik Etis bagi Bangsa Indonesia
Berikut dibawah ini terdapat beberapa dampak pelaksanaan Politik Etis bagi bangsa Indonesia, diantaranya:
- Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan rel kereta api yang memperlancar perpindahan barang dan manusia.
- Pembangunan infratruktur pertanian dalam hal ini bendungan yang nantinya bermanfaat bagi pengairan.
- Berdirinya sekolah-sekolah antara lain, Hollandsch Indlandsche School(HIS) setingkat SD untuk kelas atas dan yang untuk kelas bawah dibentuk sekolah kelas dua, Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs (MULO) setingkat SMP, Algemeene Middlebare School (AMS) setingkat SMU, Kweek School (Sekolah Guru) untuk kaum bumi putra dan Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik), School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) sekolah kedokteran.
- Adanya berbagai sekolah mengakibatkan munculnya kaum terpelajar atau cendikiawan yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan Nasional seperti contoh Soetomo mahasiswa STOVIA mendirikan organisasi Budi Utomo.
Demikianlah pembahasan mengenai Pengertian Politik Etis – Latar Belakang, Isi, Kebijakan, Pelaksanaan, Tokoh, Implementasi, Kegagalan, Tujuan dan Dampak semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂
Baca Juga: