Tujuan Demokrasi Terpimpin

Diposting pada

Sejarah panjang perjuangan dan melelahkan pada akhirnya membuahkan kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 dengan keputusan rakyat Indonesia sendiri setelah kemerdekaan yang dijanjikan jepang tak kunjung datang. Sejarahpun berlanjut, tiga sistem politik yang berbeda, masing masing mengatasnamakan “Demokrasi” telah di coba di tegakkan selama lebih kurang setengah abad terakhir.

Tujuan-Demokrasi-Terpimpin

Segera setelah Indonesia merdeka, Indonesia mencoba sistem Demokrasi parlementer yang di kemudian hari dianggap terlalu “Liberal”, kemudian menjelang dekade 1950 an dicoba pula sistem politik dengan nama demokrasi terpimpin, yang ternyata bukan saja tidak Demokratis, melainkan dinilai cendrung mengarah kepada sistem Otoriterianisme, pada kurun waktu terpanjang sesudah itu di Indonesia diberlakukan “Demokrasi pancasila” di bawah orde Baru, yang berakhir pada tahun 1998, dan yang melahirkan Revormasi.


Pengertian Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai demokrasi terpimpin di Indonesia dan mudah-mudahan tidak lari jauh dari konteks sejarahnya. Dan dalam metode penulisan makalah ini penulis berusaha bersikap netral.


Latar Belakang Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Sukarno. Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno :

  1. Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di bidang keamanan.
  2. Dari segi perekonomian  : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
  3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.

Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD’45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.


Hasil voting menunjukan bahwa :

  • 269 orang setuju untuk kembali ke UUD’45
  • 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD’45

Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD’45 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

  • Tidak berlaku kembali UUDS 1950
  • Berlakunya kembali UUD 1945
  • Dibubarkannya konstituante
  • Pembentukan MPRS dan DPA

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Program Kabinet meliputi keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Jaya, dan sandang pangan. Dengan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959, dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

  1. Setuju kembali kepada UUD 1945
  2. Setia kepada perjuangan RI, dan
  3. Setuju dengan Manifesto Politik.

Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan wakil-wakil golongan. Tugas MPRS adalah menetapkan garis-garis besar haluan negara sesuai pasal 2 UUD 1945.


Presiden juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh Presiden sendiri, mempunyai kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 1945). DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955 tetap menjalankan tugasnya dengan landasan UUD 1945 dan dengan menyetujui segala perombakan yang dilakukan oleh pemerintah, sampai tersusun DPR baru. Semula nampaknya anggota DPR lama akan mengikuti saja kebijaksanaan Presiden Sukarno, akan tetapi ternyata kemudian mereka menolak Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah.


Penolakan Anggaran Belanja Negara tersebut menyebabkan dikeluarkannya Penetapan Presiden No.3 tahun 1960, yang menyatakan pembubaran DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955. Tindakan itu disusul dengan usaha pembentukan DPR baru. Dan pada tanggal 24 Juni 1960 Presiden Sukarno telah selesai menyusun komposisi DPR baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR yang baru itu dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Komposisi DPR-GR terdiri dari anggota golongan Nasionalis, Islam, dan Komunis dengan perbandingan 44:43:30. Peraturan-peraturan dan tata-tertibnya juga ditetapkan oleh Presiden.


Tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat, dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1961 Presiden Sukarno menjelaskan lagi kedudukan DPR-GR yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu Presiden/Mandataris MPRS dan memberi sumbangan tenaga kepada Presiden untuk melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh MPRS.


Presiden Sukarno pada upacara bendera Hari Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1959 mengucapkan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada pemerintah agar pidato Presiden tanggal 17 Agustus tersebut dijadikan garis-garis besar haluan negara, dan dinamakan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Usul DPA itu diterima baik oleh Presiden Sukarno. Dan pada sidangnya pada tahun 1960, MPRS menetapkan Manifesto Politik itu menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).


Dalam Ketetapan itu diputuskan pula, bahwa pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 dengan judul: “Jalannya Revolusi Kita” dan Pidato Presiden tanggal 30 September di muka Sidang Umum PBB yang berjudul To build the world anew (Membangun dunia kembali) merupakan pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik. Terhadap perkembangan politik itu pernah ada reaksi dari kalangan partai-partai, antara lain dari beberapa pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) dan dari PNI.


Reaksi juga datang dari Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) dan Sutomo (Bung Tomo) dari Partai Rakyat Indonesia. Sutomo mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Agung dengan suratnya tanggal 22 Juni 1960. Sutomo menuduh kabinet bertindak sewenang-wenang dan mengemukakan beberapa fakta sebagai berikut:

  • Paksaan untuk menerima Manipol dan Usdek, tanpa diberi tempo terlebih dahulu untuk mempelajarinya;
  • Paksaan supaya diadakan kerja sama antara golongan Nasionalis, Agama, dan Komunis;
  • Paksaan pembongkaran Tugu Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Memang di kalangan partai-partai terdapat variasi sikap dan pendapat. Pelbagai tokoh partai menggabungkan diri dalam Liga Demokrasi yang menentang pembentukan DPR-GR. Liga Demokrasi diketuai oleh Imron Rosyadi dari NU, tergabung beberapa tokoh NU, Parkindo, Partai Katholik, Liga Muslim, PSII, IPKI, dan Masyumi. Pada akhir bulan Maret 1960 Liga tersebut mengeluarkan satu pernyataan yang antara lain menyebutkan: supaya dibentuk DPR yang demokratis dan konstitusional. Oleh sebab itu, hendaknya rencana pemerintah untuk membentuk DPR-GR yang telah diumumkan tersebut, ditangguhkan. Adapun sebagai alasan dikemukakan antara lain:

  1. Perubahan perimbangan perwakilan golongan-golongan dalam DPR-GR, memperkuat pengaruh dan kedudukan suatu golongan tertentu.
  2. DPR yang demikian pada hakekatnya adalah DPR yang hanya akan meng-ia-kan saja, sehingga tidak dapat menjadi soko guru negara hukum dan demokrasi yang sehat.
  3. Pembaharuan dengan cara pengangkatan sebagaimana yang dipersiapkan itu adalah bertentangan dengan azas-azas demokrasi yang dijamin oleh undang-undang.

Kegiatan Liga Demokrasi tersebut hanya nampak pada waktu Presiden Sukarno berada di luar negeri. Setibanya Presiden di tanah air, beliau segera melarang Liga Demokrasi. Tindakan Presiden Sukarno selanjutnya adalah mendirikan Front Nasional, yaitu suatu organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional itu diketuai oleh Presiden Sukarno sendiri. Presiden juga membentuk Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).


MPPR beserta stafnya merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR), dalam mengambil kebijaksanaan khusus dan darurat untuk menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR terdiri dari sejumlah menteri yang mewakili MPRS dan DPR-GR, departemen-departemen, angkatan-angkatan dan wakil dari organisasi Nasakom. Badan ini langsung berada di bawah Presiden.


Dalam periode Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang menerima Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden Sukarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya. Sehubungan dengan strateginya yang “menempel” pada Presiden Sukarno, PKI secara sistematis berusaha memperoleh citra sebagai Pancasilais dan mendukung ajaran-ajaran Presiden Sukarno yang menguntungkannya.


TNI-AD mensinyalir adanya tindakan-tindakan pengacauan yang dilakukan PKI di Jawa Tengah (PKI malam).  TNI pun bertindak dengan melakukan pengawasan terhadap PKI, namun Presiden Sukarno justru memerintahkan agar segala keputusan itu dicabut kembali. Pidato-pidato Presiden Sukarno yang berjudul Resopim, Takem, Gesuri, Tavip, Takari jelas menggambarkan sikap politik Presiden Sukarno yang cenderung kepada TKI dan membuat PKI untuk menyudutkan TNI-AD sebagai pihak yang sumbang suaranya. Puncak dari kegiatan PKI adalah meletusnya Pemberontakan G 30 S/PKI.


Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin

Adapun ciri-ciri demokrasi terpimpin sebagai berikut:

  1. Dominasi presiden, Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Terbatasnya peran partai politik.
  3. Meluasnya peran militer sebagai unsur politik
  4. Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia.

Tugas Demokrasi Terpimpin

Adapun tugas demokrasi terpimpin sebagai berikut:

  • Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
  • Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Adapun pelaksanaan demokrasi terpimpin sebagai berikut:

  1. Kebebasan partai dibatasi
  2. Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
  3. Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
  4. Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.

Tujuan Demokrasi Terpimpin

Adapun tujuan demokrasi terpimpin sebagai berikut:

  • Memulihkan keadaan politik yang tidak stabil sebagai warisan dari Parlemen atau Demokrasi Liberal menjadi lebih stabil
  • Demokrasi Terpimpin adalah reaksi terhadap Demokrasi Parlementer atau Liberal. Ini karena selama Demokrasi Parlementer kekuasaan presiden terbatas untuk menjadi kepala negara. Sementara kekuasaan pemerintah dijalankan oleh partai.

Penyimpangan Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Adapun penyimpangan pelaksanaan demokrasi terpimpin sebagai berikut:


  1. Kedudukan Presiden

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS  tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.


  1. Pembentukan MPRS

Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.


  1. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.


  1. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS  adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.


Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.


  1. Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional ini juga diketuai oleh Presiden Soekarno sendiri.


  1. Pembentukan Kabinet Kerja

Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle).


  1. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom

Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.


Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.


  1. Adanya ajaran RESOPIM

Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.


Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.


  1. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.


  1. Penataan Kehidupan Partai Politik

Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.


  1. Arah Politik Luar Negeri

Terdiri atas:


  • Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo

Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)


Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.


  • Politik Konfrontasi Malaysia

Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.


Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.


  • Politik Mercusuar

Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.


Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing. Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.


  • Politik Gerakan Non-Blok

Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.


Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju.


GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.


Dampak Demokrasi Terpimpin

Berikut ini terdapat beberapa dampak demorasi terpimpin, terdiri atas:


1. Dampak Positif

  • Kemiliteran lebih terkoordinir
  • Indonesia berhasil merebut Irian Barat dari Belanda
  • Perebutan Irian Barat oleh Indonesia mendapat dukunagn PKI
  • Indonesia menjadi pendiri Gerakan Non-Blok

2. Dampak Negatif

  • Pemerintahan otoriter
  • Penumpukan kekuasaaan di tangan Presiden
  • Korupsi mewabah
  • Sektor Ekonomi melemah
  • Tidak terwujudnya stabilitas pemerintahan
  • Presiden melakukan banyak penyimpangan

Daftar Pustaka:

  1. Karim, Rusli. 1993. Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-Surut. Jakarta: Rajawali Pers.
  2. Maarif, Ahmad Syafii. 1996. Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Jakarta: Gema Insani Press.
  3. Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993 Sejarah Nasional Indonesia jilid VI, Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.

Demikianlah pembahasan mengenai Tujuan Demokrasi Terpimpin – Pengertian, Latar Belakang, Ciri, Tugas, Pelaksanaan, Penyimpangan dan Dampak semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua,,, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂


Baca Juga Artikel Lainnya:

  1. Sistem Ekonomi Di Masa Demokrasi Terpimpin Lengkap
  2. “Demokrasi” Pengertian Menurut Para Ahli & ( Macam – Ciri – Prinsip – Nilai )
  3. Asas Demokrasi
  4. Demokrasi Pancasila
  5. Pengertian Demokrasi Liberal
  6. 4 Pilar Kebangsaan