Tim Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin mudah menyajikan pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa perangai “kemenangan” sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elite politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.
Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan kelewat sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari persepsi simplisistik semacam ini, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang “sosialistik” itu.
Kesimpulan yang misleading tentang menangnya sistem kapitalisme dalam percaturan dunia ini ternyata secara populer telah pula “mengglobal”. Sementara pemikir strukturalis masih memberikan peluang terhadap pemikiran obyektif yang lebih mendalam, dengan membedakan antara runtuhnya negara-negara komunis itu secara politis dengan lemahnya (atau kelirunya) sistem sosialisme dalam praktiknya.
Pengertian Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah sebuah sistem perkonomian yang mana setiap pelaksanaan kegiatan, pengawasan dan juga hasil dari kegiatan ekonomi bisa untuk dinikmati oleh seluruh massyarakat. Dan pengertian dari ekonomi kerakyatan yang lainnya ialah sebuah sistem perekonomian yang dibangun oleh kekuatan ekonomi rakyat.
Dan ekonomi kerakyatan ialah sebuah kegiatan dari suatu ekonomi yang bisa memberikan sebuah kesempatan yang luas bagi masyarakat didalam berpartisipasi sehingga perekonomian bisa terlaksana dan juga berkembang dengan baik.
Landasan Konstitusional Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomiAplikasi Ekonomi Kerakyatan Multi Sektoral yang mengacu pada amanat konstitusi nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur (terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional yaitu: Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan Sosial)
- Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
- Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” 3. Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan”
- Pasal 33 UUD 1945: a) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. b) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. c) Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat.
- Pasal 34 UUD 1945: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
Nilai-Nilai Dasar Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) yang nilai-nilai dasar sebagai berikut:
- Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkanoleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”
- Kemanusiaan, yaitu: “kemerataan sosial, yaitu ada kehendakkuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial,tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpanganekonomi dan kesenjangan sosial”.
- Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana“nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makinjelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yangkuat, tangguh, dan mandiri”.
- Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi Ekonomi): “demokrasiekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi danusaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangandan masyarakat”.
- Keadilan Sosial, yaitu: “keseimbangan yang harmonis, efisien,dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasiekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab,menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia”.
Ciri-Ciri Ekonomi Kerakyatan
- Peranan Vital Negara (Pemerintah). Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam system ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badanbadan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuranorang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
- Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan. Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
- Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi). Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap didasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
- Pemerataan penguasaan faktor produksi. Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan caramemeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
Tim telah menelusuri sejumlah masalah yang sungguhmemprihatinkan. Kegusaran utama kami adalah bahwa kebijaksanaan pembangunan Indonesia telah dipengaruhi secara tidak wajar dan telah terkecoh oleh teori-teori ekonomi Neo-klasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam ketundukannya pada aturanaturan tentang kebebasan pasar, yang keliru menganggap bahwa Ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang menunjuk secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang semuanya jelas tidak tepat sebagai obat bagi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia dewasa ini.
Pakar-pakar ekonomi Indonesia yang memperoleh pendidikan ilmu ekonomi “Mazhab Amerika”, pulang ke negerinya dengan penguasaan peralatan teori ekonomi yang abstrak, dan serta merta merumuskan dan menerapkan kebijakan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan, yang menurut mereka juga akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.
Para “teknokrat” ini bergaul akrab dengan pakar-pakar dari IMF dan Bank Dunia, dan mereka segera tersandera ajaran dogmatis tentang pasar, dengan alasan untuk menemukan “lembaga dan harga-harga yang tepat”, dan selanjutnya menggerakkan mereka lebih lanjut pada penelitian-penelitian dan arah kebijaksanaan yang memuja-muja persaingan atomistik, intervensi pemerintah yang minimal, dan menganggung-agungkan keajaiban pasar sebagai sistem ekonomi yang baru saja dimenangkan.
Tujuan Ekonomi Kerakyatan
Sudah dua penjelasan yang diberikan yakni pengertian ekonomi kerakyatan dan juag ciri-ciri dari ekonomi kerakyatan. Dan kali ini kita akan melanjutkan kembali pembahasan mengenai tujuan dari ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu tidak usah berlama-lama mari langsung saja kita mulai pembahasannya dibawah ini.
- Untuk membangun suatu negara yang berdikari secara ekonomi serta berdaulat secara politik dan juga mempunyai kepribadian dan juga berkebudayaan yang baik.
- Untuk mendorong dari pemerataan pendapatan setiap masyarakat.
- Agar bisa mendorong pertumbuhan perekonomian yang berkesinambungan.
- Serta untuk meningkatkan efisiensi dari perekonomian nasional.
Agenda Ekonomi Kerakyatan
Dalam rangka ilu, agar ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda kongkret ekonomi kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Dalam garis besarnya terdapat tujuhi agenda pokok ckonomi kerakyatan yang perlu mendapat perhatian. Ketujuhnya adalah inti dari politik ekonomi kerakyatan dan merupakan titik masuk untuk menyelenggarakan sistem ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang.
Pertama, memperjuangkan penghapusan sebagian utang luar negeri Indonesia sebagai upaya untuk mengurangi tekanan terhadap belanja negara dan neraca pembayaran. Penghapusan utang luar negeri terutama perlu dilakukan terhadap utang luar negeri yang tergolong sebagai utang najis (odious debt), yaitu utang luar negeri yang proses pembuatannya sarat dengan manipulasi para kreditur, sedangkan pemanfaatannya cenderung diselewengkan oleh para pejabat yang berkuasa untuk memperkaya diri mereka sendiri (Adam.)
Selanjutnya, pembuatan utang luar negeri baru perlu dihentikan, sebab selain ini ia lebih banyak ditujukan untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran dan òmembangun berbagai proyek yang bersifat memfasilitasi penanaman modal asing di sini. Selain tidak bermanfaat bagi peningkatan kemakmuran rakyat, pembuatan utang luar negeri baru hanya akan menyebabkan semakin dalamnya perekonomian Indonesia terpuruk ke dalam perangkap utang.
Kedua, meningkatkan disiplin pengelolaan keuangan negara dengan tujuan untuk memerangi KKN dalam segala dimensinya. Salah satu tindakan yang perlu diprioritaskan dalam hal ini adalah penghapusan dana-dana non-bujeter yang lersebar secara merata pada hampir semua instansi pemerintah. Melalui peningkatan disiplin pengelolaan keuangan negara ini, diharapkan tidak hanya dapat diketahui volume pendapatan dan belanja negara yang sesungguhnya, tetapi nilai tambah dari berbagai komponen keuangannegara itu terha’dap peningkatan kilalitas pelayanan publik dapat ditingkatkan pula.
Sehubungan dengan itu, peranan negara dalam penyelenggaraan perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945, wajib dipertahankan. Peranan ekonomi negara tidak hanya terbatas sebagai pembuat dan pelaksana peraturan.
Melalui pengelolaan keuangan negara yang disiplin, negara selanjutya memiliki kewajiban dalam memenuhi hak-hak dasar ekonomi setiap warga negara. Prioritas peranan negara dalam hal ini adalah dalam menanggulangi kemiskinan, menyediakan peluang kerja, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi setiap anggota masyarakat.
Ketiga, mendemokratisasikan pengelolaan BUMN. Sebagaimana diketahui pengelolaanBUMN selama ini cenderung didominasi oleh para pejabat pemerintah pusat. Dominasi para pejabat pemerintah ini tidak hanya berakibat pada buruknya kualitas pelayanan BUMN, tetapi teratama berdampak pada berubah BUMN menjadi objek sapi perah para penguasa.
Dengan latar belakang seperti itu, alih-alih tumbuh menjadi badan usaha meringankan beban keuangan negara, BUMN justru hadir sebagai badan usaha yang menggerogoti keuangan negara. Untuk mengakhiri hal itu, solusinya bukanlah dengan melakukan privatisasi BUMN, tetapi dengan mendemokratisasikan pengelolaannya. Tiga hal yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah sebagai berikut.
Pertama, otonomi penyelenggaraan BUMN dari birokrasi pemerintahan, yaitu dengan melimpahkannya kepada sebuah badan otonom yang secara khusus dibentuk sebagai penyelenggara BUMN. Kedua, peningkatan perananserikat pekerja dalam penyelenggaraan BUMN, baik dengan secara langsung mengikutsertakan pekerja sebagai pemilik saham BUMN, atau raemberi hak suara kepada.
Para pekerja BUMN melalui penerbitan Undang Undang. Ketiga, khusus bagi BUMN yang bergerak dalam bidang eksplorasi sumberdaya alam, keikutsertaan pemerintah daerah dalam kepemilikan perlu dipertimbangkan (Baswir, 2003}.
Keempat, peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hal ini terutama harus diselenggarakan dengan melakukan pembagian pendapatan (revenue and tax sharring), yaitu dengan memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk turut secara langsung dalam pengumpulan berbagai jenis pajak yang selama ini dimonopoli oleh pemerintah pusat Bahkan, untuk jenis-jenis pajakterteritu seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hak pungut sebaiknya langsung . diserahkan kepada pemerintah daerah.
Kelima, pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar para pekerja serta peningkatan partisipasi para pekerja dalam penyelenggaraan perusahaan. Sesuai dengan amanat Pasal 27 ayat 2 UUD 1945, setiap warga negara Indonesia tidak hanya berhak mendapatkan pekerjaaan, tetapi juga berhak mendapatkan penghidupan yang layak bordasarkan kemanusiaan.
Dalam rangka itu, peningkatan partisipasi pekerja dalam penyelenggaraan perusahaan (demokrasi di tempat kerja), yang antara lain dapat dimulai dengan menyelenggarakan program kepemilikan saham bagi para pekerja (employee stock option program), adalah bagian integral dari proses pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar para pekerja tersebut.
Keenam, pembatasan penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada para petani penggarap. Penguasaan lahan pertanian secara berlebihan yang dilakukan oleh segelintir pejabat, konglomerat, dan petani berdasi sebagaimana berlangsung saat ini harus segera diakhiri. Sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA 1960, negara berhak mengatur peruntukan, penggunaan, persediaaan, dan pemeliharaan lahan pertanian bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hasil pengambilalihan lahan pertanian ini, ditambah dengan ribuan hektar lahan pertanian di bawah penguasaan negara lainnya, harus diredistribusikan kembali kepada para petani penggarap yang memang menggantungkan kelangsungan hidup segenap anggota keluarganya dari mengolah lahan pertanian.
Ketujuh, pembaharuan UU koperasi dan pembentukan koperasi-koperasi sejati dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan. Koperasi sejati tidak sama dengan koperasi ‘persekutuan majikan’ ala Orde Baru yang kennggolaannya bersifat tertutup dan dibatasi pada segelintir pemilik modal sebagaimana saat ini banyak terdapat di Indonesia (Baswir,2000).
Koperasi sejati adalah koperasi yang modalnya dimiliki secara bersama-sama oleh seluruh konsunien dan karyawan koperasi itu. Dengan kata lain, koperasi sejati adalah koperasi yang tidak mengenal diskriminasi sosial, agama, ras, dan antar golongan dalam menentukan kriteria keanggotaamya. Dengan berdirinya koperasi-koperasi sejati, pemilikan dan pemanfaatan modal dengan sendirinya akan langsung berada di bawah kendali anggota masyarakat.
Sebagai penutup perlu dikemukakan bahwa peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rangka sistem ekonomi kerakyatan, berbeda dari kebiasaan selama ini, tidak didasarkan pada paradigma lokomotif. Tetapi berdasarkan paradigma fondasi. Artinya, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rangka sistem ekonomi kerakyatan tidak lagi bertumpu pada dominasi pemerintah pusat, pasar ekspor, modal asing, dan dominasi perusahaan-perusahaan konglomerasi, melainkan pada kekuatan pemerintah daerah, sumberdaya domestik, partisipasi para pekerja, usaha pertanian rakyat, serta pada pengembangan koperasi sejati, yaitu yang berfungsi sebagai fondasi penguatan dan peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat.
Di tengah-tengah situasi perekonomian dunia yang dikuasai oleh kekuatan kapitalisme kasino seperti saat ini, kekuatan pemerintah daerah, sumberdaya dan pasardomestik, partisipasi para pekerja, usaha-usaha pertanian rakyat, serta jaringan koperasisejati, sangat diperlukan sebagai fondasi tahan gempa keberlanjutan perekonomianIndonesia.
Di atas fondasi ekonomi tahan gempa itulah selanjutya sistem ekonomikerakyatan yang berkeadilan, partisipatif, dan berkelanjutan akan diselenggarakan. Dengan melaksanakan ketujuh agenda ekonomi kerakyatan tersebut, inudah-mudahanbangsa Indonesia tidak hanya mampu keluar dari krisis, tetapi sekaligus mampumewujudkan masyarakat yang adil-makmur sebagaimana pernah dicita-citakan oleh paraBapak Pendiri Bangsa.
Potensi dan Kendala Ekonomi kerakyatan
Koperasi adalah salah satu bentuk konkrit dari pelaksanaan ekonomi kerakyatan, koperasi sangat berpotensi untuk berkembang sebagai bangun perusahaan yang dapat digunakan sebagai salah satu wadah utama untuk membina kemampuan usaha golongan ekonomi lemah serta membantu dan memudahkan masyarakat dalam memperoleh pinjaman.
Hal ini menunjukan bahwa koperasi memiliki potensi untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia. Seperti kita ketahui bersama bahwa pada satu sisi pengembangan koperasi telah banyak membuahkan hasil. Tetapi dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya koperasi ternyata masih jauh tertinggal. Ketertinggalan ini disebabkan oleh kendala-kendala yang berasal dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang menjadi penghambat perkembangan koperasi meliputi faktor profesionalitas pengelolaan kelembagaan, kualitas sumber daya manusia dan permodalan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor iklim politik ekonomi nasional yang kurang kondusif serta tingkat persaingan yang ketat dengan badan usaha lainnya.
Selain koperasi usaha kecil juga merupakan bentuk dari ekonomi kerakyatan. usaha kecil memiliki beberapa potensi diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan industri besar, mempromosikan potensi sandang dan pangan nusantara serta saat ini usaha kecil terus membantu pemerintah dalam memajukan perekonomian masyarakat melalui bertambahnya sektor industri kecil dan menengah di Indonesia hal ini dapat dilihat dari meningkatnya permintaan kredit untuk menjalankan usaha kecil baru, Ekspansi neto kredit perbankan ke sektor usaha kecil mencapai Rp 11,446 triliun, posisi total kredit usaha kecil Rp381 triliun (meningkat 20,5% dibanding tahun 2005).
Kredit usaha kecil juga menunjukkan kinerja yang cukup baik, diukur dari kredit bermasalah (Non Perfoming Loans) neto sebesar 2,41 persen, lebih rendah dari angka perbankan secara umum sebesar 4,86 persen, sektor pertanian termasuk perikanan, mencatat ekspansi neto sebesar Rp 385 miliar atau 3,4% dari total kredit ekspansi usaha kecil, sementara itu perlu diketahui bahwa pangsa kredit usaha kecil mencapai 52, 9% dari total kredit perbankan yang sebesar Rp 719,8 triliun. Data tersebut menunjukan keadaan usaha kecil yang semakin membaik dan menumbuhkan potensi usaha kecil sebagai badan usaha yang membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah.
Namun usaha kecil belum mampu mengangkat perekonomian Indonesia yang mengalami kerapuhan, usaha kecil memiliki beberapa kendala, sama seperti koperasi kendala usaha kecil umumnya adalah terbatasnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja, menghadapi persaingan yang ketat dan kemampuan modal yang kecil sehingga tidak mampu menyisihkan marjin keuntungan untuk membayar asuransi atau cadangan guna menghadapi kondisi tak terduga, seperti bencana.
Praktis, semua risiko akibat bencana harus ditanggung sendiri. Selain itu usaha kecil kurang mendapat prioritas dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, yang mendapat prioritas dalam pembangunan adalah sektor modern seperti industri besar dan menengah, sektor jasa seperti keuangan, perbankan, perdagangan eceran dengan skala besar dan lain-lainnya. Pemerintah berharap pertimbuhan usaha pada sektor modern ini akan menyebarkan manfaat ekonomi berupa kebutuhan input atau pasokan output pada sektor lainnya terutama yang dianggap memiliki potensi pertumbuhan rendah.
Kebutuhan faktor input yang timbul tersebut dapta berupa penyerapan tenaga kerja, bahan mentah, bahan penolong, yang diharapkan bisa dipasok dari sektor tradisional yang diidentisikasikan kurang potensi untuk berkembang. Namun kenyataannya, setelah berbagai fasilitas perijinan dan fasilitas kredit diperoleh usaha-usaha besar dan menengah di sektor modern ini, tidak terlihat adanya manfaat ekonomi yang cukup besar.
Tingkat pengangguran angkatan kerja baik di kota maupun di pedesaan yang sangat besar menunjukkan bahwa sektor modern tidak mampu menciptakan nilai tambah melalui penciptaan lapangan kerja. Pertumbuhan tersebut dicapai dengan menggunakan banyak faktor input yang diimpor , sehingga pemanfaatan output sektor tradisional tidak banyak terserap. Tingkat upah di sektor modern terutama di wilayah perkotaan sangat rendah, sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat perkotaan ditandai oleh dualisme status sosial ekonomi masyarakat yang cukup mencolok.
Di satu pihak dijumpai kelompok minoritas dengan status sosial ekonomi yang tinggi seperti di negara maju, sementara di lain pihak terdapat kelompok mayoritas dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan. Kebebasan berusaha yang didukung oleh fasilitas perijinan, modal, dan manajemen modern, menyebabkan banyak produk-produk industri besar dan menengah mendesak keberadaan produk yang dihasilkan oleh industri kecil dan kerajinan rakyat, begitu banyak kendala yang dihadapi oleh usaha-usaha kecil, pemerintah perlu membentuk suatu solusi untuk hal ini sehingga terbentuk pemerataan kesejahteraan sektor usaha kecil, menengah dan industri besar dan kelompok minoritas dan mayoritas tersebut dapat terhapus.
Daftar Pustaka:
- Niam Sovie dan Suharyono.“Kebijakan Pemerintah Dalam Meningkatkan Ekonomi kerakyatan “. Modul 8. ISIP.”Kemitraan Usaha Antar Pelaku Ekonomi”. Modul 8. ISIP
- Subandi. 2005. Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung : Alfabeta
Demikianlah pembahasan mengenai Ekonomi Kerakyatan – Pengertian, Landasan, Nilai, Ciri, Tujuan, Agenda, Potensi dan Kendala semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂
Baca Juga :